Liputan6.com, Jakarta - Media asing AFP, menyoroti kumandang azan dari pengeras suara masjid di Jakarta melalui artikel bertajuk 'Piety or noise nuisance? Indonesia tackles call to prayer volume backlash'. Artikel itu memuat kisah seorang muslimah yang mengalami gangguan kecemasan (anxiety disorder) karena terlalu kerasnya kumandang azan yang dikeluarkan pengeras suara dari masjid dekat rumahnya.
Setiap dini hari pada pukul 03.00 pagi, wanita dengan nama samaran Rina itu mengaku tersentak bangun dari tidurnya karena pengeras suara azan yang begitu kencang sehingga mengalami gangguan kecemasan: tidak bisa tidur, terlalu mual untuk makan -- tapi juga terlalu takut untuk mengeluh karena melakukan hal itu bisa membuatnya dipenjara atau diserang.
Tak hanya di Indonesia, pengeras suara azan yang terlalu berlebihan juga dianggap mengganggu di Arab Saudi. Pemerintah Arab Saudi pun membuat aturan terkait pengeras suara (external loudspeaker) di luar masjid agar tidak mengganggu, baik itu kepada rumah-rumah sekitar, pasien, lansia, hingga anak-anak.
Advertisement
Aturan yang diterapkan Arab Saudi adalah, petugas masjid harus membatasi penggunaan pengeras suara hanya untuk keperluan azan dan iqamat saja. Menurut laporan Saudi Gazette, ditulis Jumat (15/10/2021), ada ancaman sanksi bila aturan itu dilanggar.
Aturan Volume Maksimal
Aturan itu dikeluarkan oleh Kementerian Urusan Islam, Dakwah dan Penyuluhan. Di dalamnya juga mengatur volume pengeras suara masjid haruslah sepertiga dari volume maksimum, tidak boleh lebih.
Argumen dari pemerintah adalah suara dari pengeras suara masjid dianggap tidak sesuai akidah apabila mengganggu orang-orang sekitar. Suara imam, juga cukup didengar oleh yang di dalam masjid saja.
Lantas bagaimana pengajian di masjid? Apakah juga tak boleh pakai loudspeaker? Berikut penjelasannya:
Advertisement
Aturan untuk Pengajian
Aturan pengeras suara ini juga berlaku bagi pengajian di masjid.
Pemerintah Saudi berargumen bahwa jika ada acara pengajian disiarkan keras-keras dengan loudspeaker, tetapi justru tidak disimak, maka itu malah tidak menghormati Al-Quran.
Selain itu, ulama salafi Sheikh Muhammad bin Saleh Al-Othaimeen juga disebut pernah mengimbau agar loudspeaker eksternal dipakai untuk azan dan iqamat saja.
Fatwa serupa juga diberikan oleh Dr. Saleh Al-Fowzan yang merupakan anggota Council of Senior Scholars.
Sorotan Media Asing
Tulisan media Prancis AFP dengan judul 'Piety or noise nuisance? Indonesia tackles call to prayer volume backlash', memuat keluhan seorang muslimah bernama samaran Rina yang merasa terganggu akibat suara azan dari pengeras suara di dekat rumahnya.
"Tidak ada yang berani mengeluh tentang hal itu di sini," kata Rina, berusia 31 tahun.
"Pengeras suara tidak hanya digunakan untuk azan, tetapi mereka juga menggunakannya untuk membangunkan orang 30-40 menit sebelum waktu salat subuh," katanya kepada AFP, seraya menambahkan bahwa dia berada pada titik puncaknya setelah menahan kebisingan selama enam bulan.
Bagi Rina, suara azan saat malam hari menjadi gangguan dan memengaruhi kesehatannya. "Saya mulai mengalami insomnia, dan saya didiagnosa mengalami gangguan kecemasan karena selalu terbangun. Sekarang saya berusaha membuat diri saya lelah mungkin, sehingga saya bisa tidur di tengah kebisingan," jelasnya.
Ketua Dewan Masjid Indonesia Jusuf Kalla memperkirakan sekitar separuh masjid di Indonesia memiliki akustik yang buruk, yang memperburuk masalah kebisingan. "Ada kecenderungan untuk menyetel volume tinggi agar azan dapat didengar oleh jemaah sebanyak mungkin dari jarak jauh karena mereka menganggapnya sebagai simbol keagungan dalam Islam," jelas koordinator program akustik IMC Azis Muslim.
Organisasi tersebut berjuang untuk meminimalkan ketegangan masyarakat dengan layanan gratis dari pintu ke pintu untuk memperbaiki sistem suara dan menawarkan pelatihan - sekitar 7.000 teknisi bekerja pada proyek tersebut dan telah memperbaiki audio di lebih dari 70.000 masjid.
Meski program tersebut tidak wajib, Ketua Masjid Al-Ihkwan Jakarta Ahmad Taufik memanfaatkannya karena ingin memastikan keharmonisan sosial. "Suaranya sekarang lebih lembut. Dengan begitu tidak akan mengganggu orang-orang di sekitar, apalagi kami memiliki rumah sakit di belakang masjid," katanya.
Kepulauan Asia Tenggara pernah dipuji karena toleransi beragamanya dengan orang-orang dari banyak agama yang hidup berdampingan satu sama lain, tetapi ada kekhawatiran bahwa Islam moderatnya akan terancam oleh kelompok garis keras.
Pada 2018, seorang wanita Buddha dipenjara setelah mengeluhkan pengeras suara azan, dan pada awal 2021, aktris dan influencer Zaskia Mecca, yang memiliki 19 juta pengikut di Instagram, dikecam secara online setelah muslimah berhijab itu mengkritik suara orang membangunkan sahur dari masjid selama bulan suci Ramadan.
Advertisement