Jepang Akan Longgarkan Aturan Konser di Pandemi COVID-19

Jepang longgarkan pembatasan COVID-19 di acara seperti konser.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 28 Okt 2021, 07:30 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2021, 07:30 WIB
Suasana Malam Pertama Pencabutan Status Darurat COVID-19 di Jepang
Orang-orang berjalan melalui distrik hiburan Kabukicho yang terkenal di Tokyo pada malam pertama pencabutan status darurat virus corona oleh pemerintah Jepang, Jumat (1/10/2021). (AP hoto/Hiro Komae)

Liputan6.com, Tokyo - Pemerintah Jepang akan melonggarkan aturan di acara-acara skala besar, seperti konser dan ajang olahraga. Penonton yang lebih banyak akan segera dibolehkan.

Hal itu mengacu pada menurunnya kasus COVID-19 di seluruh Jepang.

Berdasarkan laporan Kyodo, Kamis (28/10/2021), pemerintah akan mencabut aturan batas 10 ribu penonton di Tokyo dan 26 prefektur lainnya. Daerah-daerah itu berada di situasi darurat atau kuasi-darurat pada bulan lalu.

Meski ada pelonggaran, Jepang tetap membatasi 50 persen kapasitas.

Selanjutnya, Jepang diperkirakan melakukan pelonggaran lebih banyak seperti izin agar venue bisa penuh dengan syarat-syarat tertentu. Salah satunya seperti menunjukkan bukti vaksinasi.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Indonesia Masih Bahas PCR

Cara Klinik Maksimalkan Layanan Tes PCR dan Swab Antigen Online
Ilustrasi tes PCR. (dok. Bumame Farmasi)

Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Kesehatan RI bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), disepakati tarif RT-PCR turun harga. Keputusan tersebut juga merupakan tindak lanjut atas instruksi Presiden Joko Widodo yang menginginkan harga tes PCR turun menjadi Rp300.000.

"Dari hasil evaluasi, kami sepakati bahwa batas tarif tertinggi pemeriksaan Real Time PCR diturunkan menjadi Rp275.000 untuk daerah Pulau Jawa dan Bali, serta sebesar Rp300.000 untuk luar Pulau Jawa dan Bali," kata Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Prof dr Abdul kadir, Ph.D dalam konferensi pers daring di Jakarta, Rabu, 27 Oktober 2021. 

Selain penurunan harga yang berlaku mulai hari ini, Rabu, 27 Oktober 2021, Abdul Kadir juga menyebut bahwa hasil tes PCR bisa diketahui lebih cepat, maksimal 1x24 jam dari sejak pengambilan swab.

Penurunan harga tes PCR ini didapat setelah Kemenkes dan pihak terkait melakukan evaluasi terhadap perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR yang meliputi berbagai komponen. Beberapa komponen tersebut yakni jasa pelayanan atau SDM, reagen dan habis pakai, biaya administrasi, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

Industri Hotel Rugi

FOTO: Menikmati Sepinya Pantai-Pantai di Bali
Wisatawan usai bermain selancar di kawasan Pantai Kuta, Bali, Jumat (3/9/2021). Sepinya wisatawan yang datang ke Pulau Bali selama PPKM Darurat yakni hanya sebesar rata-rata 500 wisatawan lokal menyebabkan sejumlah tempat wisata pantai sepi pengunjung. (merdeka.com/Arie Basuki)

Meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Bali sudah turun menjadi level 3, bukan berarti membuat wisawatan segera berbondong-bondong menghabiskan masa liburan mereka ke Bali.

Awalnya, hotel di Bali sudah banyak menerima pesanan. Namun, kebijakan wajib menyertakan tes negatif PCR sebagai syarat penerbangan ke Bali membuat banyak pesanan dibatalkan oleh wisatawan.

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karangasem, Bali I Wayan Kariasa kepada Liputan6.com bercerita sekitar seribu pesanan kamar hotel dibatalkan. "Yang mengalami cancelation dan penjadwalan kembali 1.000 room night, beberapa ada yang cancel baik bookingan via OTA maupun yang lewat direct booking. Tapi ada beberapa bookingan yang masih reschedule," katanya melalui sambungan telepon, Rabu (27/10/2021),

Ia menyebut pemberlakuan wajib menyertakan hasil tes PCR itu membuat pihaknya tidak mendapatkan pemberitahuan lebih awal, karena kebijakan penerbangan terkait PCR terbilang mendadak.

"Bookingan tidak bisa kita dapatkan lebih awal karena perubahan-perubahan sifatnya mendadak," ucap dia.

Namun, Kariasa mengaku pihaknya masih sedikit bernafas lega karena masih banyak juga wisatawan yang hanya mengubah tanggal kedatangan ke Bali.

"Ada juga yang masih reschedule. Mereka (wisatawan) menunggu kebijakan terbaru terkait PCR diturunkan atau diganti," imbuhnya.

Harapan Industri Hotel

Dokumentasi Puspa Anom, Senja di Pantai Muaya Jimbaran, Bali
Dokumentasi Puspa Anom, Senja di Pantai Muaya Jimbaran, Bali

Menurutnya, kebijakan PCR tersebut membuat wisatawan melakukan pembatalan atau penundaan pesanan hotel di Bali, hal tersebut tentunya membuat pihaknya harus mengalami banyak kerugian.

"Kita tinggal kalikan 1.000 room night dengan Rp500 ribu itu nilai rata-rata. Booking-an dari turis mancanegara pada dan Desember juga di-cancel. Tapi jika dikalikan jumlah kamar dan rate harganya itu sangat berarti untuk Bali yang masih dalam pemulihan ekonomi," ucapnya.

Kariasa berharap liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) ada peraturan baru yang membuat wisawatan kembali melakukan pemesanan hotel di Bali, terlebih, mereka yang sudah membatalkan pesanan. "Mudah-mudahan tahun depan (nataru) wisatawan asing yang sudah booking tidak canceled lagi," katanya.

Ia menambahkan, beredarnya SE terkait harga minimal PCR mulai dari Rp275 hingga Rp300 ribu rupiah. "Semoga saja penurunan harga PCR itu benar adanya penerapan di lapangan kalau dengan harga Rp275 sampai Rp300 ribu rupiah saja tidak lebih," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya