Liputan6.com, Yangon - Rezim junta militer Myanmar memenjarakan seorang mantan dokter akibat menggunakan OnlyFans. Aksi model bernama Nang Mwe San itu dinilai tidak bermartabat.
Namun, Nang Mwe San dikenal ikut berpartisipasi dalam protes kudeta junta militer. Wanita itu pernah memposting foto tiga jari yang merupakan simbol protes.
Berdasarkan laporan BBC, Kamis (29/9/2022), junta militer Myanmar yang masih berkuasa usai melancarkan kudeta militer yang berdarah-darah menanggap bahwa dokter tersebut merugikan budaya dan martabat.
Advertisement
Model itu tinggal di North Dagon, Yangon. Lokasi itu masih menerapkan hukum militer. Akibat kekuasaan militer, orang yang dipidana di area-area tersebut bisa diseret ke pengadilan militer dan hak mereka untuk mendapat pengacara dijegal.
Nang Mwe San diadili di Pengadilan Penjara Insein yang merupakan pengadilan paling besar di Myanmar dan memiliki reputasi menyeramkan. Banyak tahanan politik diadili di sana sejak kudeta militer 2021.
Nang Mwe San dinyatakan bersalah dengan UU Transaksi Elektronik. Hukuman maksimalnya tujuh tahun penjara. Nang Mew San dinilai sebagai model OnlyFans pertama di Myanmar yang dijerat hukum.
Ibu dari pelaku mengaku masih bisa menghubungi putrinya dalam beberapa pekan terakhir, tetapi baru tahu tentang vonis itu dari media militer.
Ada 15 ribu orang ditangkap di Myanmar usai kudeta terhadap Aung San Suu Kyi terjadi. 12 ribu di antaranya masih ditahan. Sementara, kelompok Assistance Association for Political Prisoners menyatakan setidaknya 2.322 tahanan politik telah dibunuh oleh rezim militer.
Paspor Disita
Sebelumnya dilaporkan, Nang Mwe San memenuhi syarat sebagai dokter pada usia 22 tahun setelah orangtuanya mengarahkannya ke jalur karier. Namun, pemain OnlyFans ini justru ingin menjadi model dan mulai mengikuti sesi pemotretan profesional setelah beberapa tahun merawat pasien di rumah sakit, dilansir dari Daily Mail, Sabtu, 28 Mei 2022.
Model Instagram yang sekarang berusia 33 tahun itu lisensinya dicabut setelah menolak perintah untuk berhenti mengunggah foto-foto panasnya. Laporan menunjukkan bahwa model Myanmar tidak dapat melakukan perjalanan ke Bangkok karena Kantor Paspor Yangpon menolak untuk mengembalikan paspornya.
Model tersebut berusaha untuk memperbarui paspornya, dan sumber anonim mengklaim Mwe San harus membatalkan perjalanan ke Bangkok, tempat ayahnya menjalani perawatan medis yang tidak ditentukan. Para pejabat telah menahan paspornya sejak 31 Maret 2022, yang menurut laporan Mwe San "tidak adil" dan melanggar haknya untuk bepergian.
Mantan dokter itu, menurut sumber yang mengetahui situasi tersebut, mengeluhkan keputusan yang dibuat oleh Kantor Paspor Yangpon. Mwe San mengkritik situasi yang dihadapinya dalam sebuah wawancara dengan The New York Times.
Advertisement
Soal Penghasilan
Mwe San baru-baru ini mengunggah foto dirinya ke aplikasi media sosial dengan judul: "Hidupku aturanku". Dia juga menyebut Myanmar sebagai "tempat bahagianya" dalam sebuah pemotretan yang diunggah ke aplikasi media sosial.
Dalam unggahan itu, Mwe San berpose dalam balutan bikini di pantai dengan seekor kuda. Mwe San juga menambahkan bahwa dia menghasilkan lebih banyak uang sebagai model daripada yang dia lakukan sebagai dokter, menghasilkan 7.000 dolar AS Rp101 juta hingga 10.000 dolar AS atau Rp145 juta sebulan dengan pekerjaan barunya, Coconuts melaporkan.
Bintang OnlyFans, yang memiliki 610.000 pengikut di Instagram, baru-baru ini menyampaikan ceramah di Universitas Texas. Di sana, Mwe San berbicara tentang situasi hak asasi manusia di Myanmar.
Dia mengaku di Myanmar di sini ada begitu banyak seksisme. "Mereka tidak ingin wanita memiliki posisi yang lebih tinggi, dan mereka menilai wanita dari apa yang kita kenakan. Mereka bahkan tidak ingin kita memakai celana panjang. Mereka mengatakan kepadaku bahwa aku memiliki gangguan perilaku."
Menlu Retno Marsudi Dorong Bantuan Untuk Afghanistan dan Myanmar Lewat Palang Merah Internasional
Situasi dan bantuan kemanusiaan untuk Myanmar dan Afghanistan menjadi pokok bahasan utama pertemuan antara Menlu Retno Marsudi dengan Peter Maurer, Presiden Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) (23/09).
Pertemuan juga dilakukan sebagai pertemuan perpisahan, mengingat Presiden Palang Merah Internasional akan segera mengakhiri masa tugasnya. ICRC dan Indonesia banyak melakukan kerjasama, termasuk di negara-negara yang sedang alami krisis kemanusiaan.
Dalam pertemuan, Menlu RI dan Presiden ICRC melakukan tukar pandangan mengenai kondisi kemanusiaan di beberapa negara, antara lain Myanmar, Rohingya dan Afghanistan.
“Kondisi masyarakat Rohingya di pengungsian perlu terus mendapatkan perhatian ditengah dunia yang menghadapi banyak krisis. Situasi Myanmar setelah kudeta, menjadi lebih sulit untuk melakukan repatriasi Rohingya ke Myanmar secara sukarela, aman dan bermartabat”, kata Menlu Retno.
Menlu dan Presiden ICRC sepakat bahwa bantuan kemanusiaan ke Myanmar harus mencapai para pihak yang memerlukan tanpa diskriminasi.
Mengenai Afghanistan, Menlu RI sampaikan prioritas Indonesia saat ini, termasuk perhatian Indonesia terhadap isu akses Pendidikan bagi perempuan di Afghanistan.
Menlu Retno juga menjelaskan kerjasama yang dilakukan bersama dengan Qatar untuk Afghanistan, termasuk dialog antar ulama.
Pertemuan dilakukan di sela-sela rangkaian SMU ke-77 PBB di New York Amerika Serikat.
Advertisement