Liputan6.com, Jakarta - Ketegangan antara China-Taiwan terpantau kembali meningkat.
Selasa 12 Desember 2022 kemarin, belasan jet bomber China dikirim ke zona identifikasi pertahanan udara Taiwan. Tindakan ini menyusul pembatasan China atas impor produk-produk Taiwan.
Baca Juga
Menlu Sugiono: Indonesia Harap Semua Negara Dukung ASEAN Dorong Kerja Sama Kawasan yang Transparan dan Inklusif
Keistimewaan HMAS Adelaide, Kapal Australia Pembawa 1.000 Orang yang Bersandar di Indonesia
Kapal HMAS Adelaide dan HMAS Stuart Bersandar di Jakarta, Australia-RI Berkomitmen Ciptakan Stabilitas Kawasan
Ketegangan di Selat Taiwan itu telah terjadi sejak 2016 lalu dan semakin menghangat atas seruan Presiden China Xi Jinping yang menghendaki penyatuan kembali (reunifikasi) Tiongkok – termasuk Taiwan yang diakuinya masih bagian dari wilayah China.
Advertisement
Selat Taiwan sendiri menghubungkan Laut China Selatan dan Samudra Pasifik, serta memisahkan daratan China dengan pulau Taiwan. Wilayah ini merupakan bagian dari kawasan strategis Indo-Pasifik.
"Mengingat ASEAN Chairmanship atau Keketuaan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara oleh Indonesia pada 2023, tensi tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia untuk menjaga stabilitas dan perdamaian regional," ujar seorang peneliti dalam acara diskusi yang diselenggarakan oleh Indonesian Council on World Affairs (ICWA) kerja sama dengan Taipei Economic and Trade Office (TETO), di Menara Batavia, Jakarta, Selasa 13 Desember 2022.
Peneliti dari Research and Operations on Technology and Societies, Adriana Elisabeth mengatakan, “Taiwan tengah mengalami ketidakamanan atas invasi China dan tengah mencari pengakuan politik secara internasional."
Sementara itu, menurut anggota senior Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Rizal Sukma, Amerika Serikat melihat China sebagai pesaing strategis. "Keberadaan AS di Asia itu seperti pekerja paruh waktu, terkadang Anda melihatnya, terkadang tidak. Yang jelas dia mengintervensi China," ujar Rizal.
Elizabeth menambahkan, "Ini adalah masalah yang komplek dan saling ketergantungan dari berbagai pihak".
Sepaham dengan panelis lainnya, Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia Tamura Masami mengatakan dalam beberapa hal keterlibatan AS di Asia Tenggara memang menurun.
"Situasinya bagus untuk anggota ASEAN. Namun, meski AS ‘paruh waktu’, tetapi sekutu AS tahu bahwa AS ada. Keadaan seperti ini di kawasan Asia Tenggara membawa AS untuk menggeser posisinya ke Indo-Pasifik," ujar Tamura.
Ia menambahkan, penting bagi kawasan ASEAN menanggapi keadaan tersebut, khususnya mengembangkan pertahanan yang tepat.
Peran ASEAN Menanggapi Tensi Indo Pasifik: Tidak Berpihak dan Optimalkan Komunikasi
Di sisi lain, Elizabeth mengatakan bangkitnya militer China adalah proyeksi yang panjang dan tantangan yang besar bagi kawasan sekitarnya. “Terlebih, ketegangan China-Taiwan akan tetap di status quo – keadaan saat ini,” tambahnya.
Kendati demikian, ia mengatakan, ASEAN dapat menjadi motor penggerak dalam menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik, dengan mengoptimalkan diplomasi, negosiasi, dan komunikasi untuk mencegah konflik semakin buruk.
"Dan tentunya dibarengi dengan mempersempit kesenjangan ekonomi dan meningkatkan pendapatan yang merata di kawasan ASEAN," tambah Elisabeth.
Terkait dengan peran Keketuaan Indonesia, Rizal mengatakan Indonesia harus tetap tidak berpihak dan bisa bekerja sama dengan siapa saja, termasuk pada AS, China, dan Taiwan. “Untuk menghalangi -- bukan mencegah -- dan memitigasi, itu adalah strategi ASEAN. Itu sebabnya strategi Indo-Pasifik sangat terbuka,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa kesepakatan terbaik untuk berurusan dengan Indo-Pasifik adalah negara-negara ASEAN 'duduk bersama'.
Advertisement
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen: Demokrasi Tengah Menghadapi Tantangan Terbesarnya
Apa saja yang sebenarnya dihadapi Taiwan atas tensinya dengan China?
Demokrasi dan tatanan berbasis aturan menghadapi “tantangan terbesarnya sejak Perang Dingin,” kata Presiden Taiwan Tsai Ing-wen memperingatkan pada Senin (24/10).
Pada acara Majelis Global Gerakan Dunia untuk Demokrasi ke-11 di Taipei, Tsai mengatakan bahwa dunia harus "memerangi upaya rezim otoriter untuk merusak institusi demokrasi dan menodai hak asasi manusia dan ruang sipil." Ia menambahkan, "invasi Rusia yang tidak beralasan ke Ukraina adalah contoh utama" upaya tersebut.
"Taiwan telah dihadapkan pada ancaman yang semakin agresif dari China, dari intimidasi militer, serangan siber dan paksaan ekonomi, hingga ke kegiatan garnisun dan operasi penyebaran pengaruh," kata Tsai di hadapan majelis.
Tsai menekankan kembali komitmen Taiwan untuk mendukung Ukraina dalam apa yang digambarkannya sebagai "perjuangan mereka untuk mempertahankan negara dan kemerdekaan mereka."
"Tantangan yang disebabkan oleh rezim otoriter adalah peringatan penting bagi entitas-entitas demokratis di seluruh dunia. Sementara tantangan luar biasa tetap ada, kita harus bekerja sama untuk memperkuat ketahanan kita dan menjaga nilai-nilai kita," tambahnya.
Majelis Global Gerakan Dunia untuk Demokrasi ke-11 yang digelar selama tiga hari itu merupakan acara yang digagas pada tahun 1999.
Acara itu mempertemukan sekitar 300 pegiat pro-demokrasi dan pengambil kebijakan dari 70 negara, yang diselenggarakan bersama dengan Yayasan Taiwan untuk Demokrasi dan National Endowment for Democracy yang bermarkas di AS.
Rekor, China Kirim 18 Jet Bomber Berkemampuan Nuklir ke Zona Pertahanan Udara Taiwan
Sementara itu, China baru saja memecahkan rekornya sendiri dengan mengirim 18 jet bomber berkemampuan nuklir ke zona pertahanan udara Taiwan, menurut Taipei Selasa (13/12/2022).
Dalam pembaruan harian pada Selasa pagi, kementerian pertahanan Taiwan mengatakan 21 pesawat memasuki air defence identification zone (ADIZ) atau zona identifikasi pertahanan udara barat daya pulau itu selama 24 jam terakhir, termasuk 18 pesawat pengebom H-6 berkemampuan nuklir.
Tindakan tersebut sejauh ini merupakan pengerahan harian terbesar bomber H-6 sejak Taipei pertama kali mulai merilis data terkait versi harian pada September 2020, menurut database yang dikelola oleh AFP.
Pengerahan jet-jet tempur itu terjadi ketika China memberlakukan larangan impor segar pada makanan, minuman, alkohol dan produk perikanan Taiwan pekan lalu, mendorong Perdana Menteri Su Tseng-chang menuduh Beijing melanggar aturan perdagangan internasional dan "mendiskriminasi" pulau itu.
H-6 adalah jet tempur pengebom jarak jauh utama China dan mampu membawa muatan nuklir.
Jarang bagi China mengirim lebih dari lima bomber H-6 dalam satu hari. Tapi pengerahan mendadak telah meningkat secara dramatis dalam beberapa minggu terakhir.
Hingga saat ini, Oktober 2021 menjadi bulan dengan jumlah penerbangan H-6 terbanyak yang tercatat sebanyak 16 kali.
Tapi bulan lalu China mengirim 21 bomber ke ADIZ Taiwan. Dan penghitungan saat ini untuk bulan Desember adalah 23.
Banyak negara mempertahankan zona identifikasi pertahanan udara (ADIZ), termasuk Amerika Serikat, Kanada, Korea Selatan, Jepang, dan China. Meski tidak sama dengan wilayah udara suatu negara.
Sebaliknya, ADIZ mencakup wilayah yang jauh lebih luas, di mana setiap pesawat asing diharapkan mengumumkan dirinya kepada otoritas penerbangan lokal.
ADIZ Taiwan jauh lebih besar daripada wilayah udaranya. Itu tumpang tindih dengan bagian dari ADIZ China dan bahkan termasuk beberapa daratan.
Penulis: Safinatun Nikmah.
Advertisement