Liputan6.com, Karuizawa - Para menteri luar negeri (Menlu) G7 memperingatkan pada Selasa, 18 April 2023 bahwa mereka yang membantu Rusia mengobarkan perang di Ukraina akan menghadapi konsekuensi besar, karena mereka menawarkan front persatuan pada tantangan kebijakan utama lainnya yakni China.
Setelah dua hari pembicaraan di kota resor pegunungan pedesaan Karuizawa, Jepang, para diplomat top dari negara-negara ekonomi terkemuka tidak mengungkapkan sanksi baru terhadap Moskow atas invas ke Ukraina, tetapi berjanji untuk menindak mereka yang membantu Rusia menghindari tindakan tersebut dan memperoleh senjata.
Baca Juga
Para menteri juga mengingatkan Beijing atas "kegiatan militerisasi" di Laut China Selatan dan bersikeras bahwa kebijakan Taiwan mereka tidak berubah, meskipun ada komentar kontroversial baru-baru ini dari presiden Prancis, demikian dilansir dari Channel News Asia, Rabu (19/4/2023).
Advertisement
Sementara pembicaraan didominasi oleh Ukraina dan tantangan regional, termasuk permintaan agar Korea Utara "menahan diri" dari uji coba nuklir baru atau peluncuran rudal balistik, para menteri G7 juga membahas masalah kebijakan global.
Mereka bertemu saat pertempuran berlanjut di Sudan antara tentara dan paramiliter, memaksa penyisipan tambahan kata-kata pada menit-menit terakhir yang menuntut kedua belah pihak "segera mengakhiri permusuhan tanpa prasyarat".
Ada pula kecaman baru atas meningkatnya pembatasan yang diberlakukan pada perempuan dan minoritas oleh otoritas Taliban di Afghanistan, yang digambarkan oleh para menteri sebagai "pelanggaran sistematis".
Mereka menuntut "pembalikan segera" dari "keputusan yang tidak dapat diterima" termasuk larangan perempuan bekerja dengan organisasi non-pemerintah dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di negara tersebut.
Namun, jelas bahwa dua krisis mendominasi diskusi di atas segalanya, yakni perang di Ukraina, serta pengaruh militer dan ekonomi China yang meningkat.
Para diplomat dari Jepang, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Italia, Prancis, dan Uni Eropa berjanji untuk terus "mengintensifkan" sanksi terhadap Rusia dan meningkatkan upaya untuk menanggapi mereka yang menawarkan senjata atau dukungan lain kepada Moskow, memperingatkan adanya konsekuensi.
Mereka juga mengecam "retorika nuklir yang tidak bertanggung jawab" Rusia dan menyebut ancaman Moskow untuk menyebarkan senjata nuklir di Belarus "tidak dapat diterima".
Peringatan untuk China
Pernyataan terkait senjata nuklir di Rusia itu memperjelas bahwa para menteri memperhatikan kehebohan yang disebabkan oleh komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron baru-baru ini ketika ia melakukan perjalanan ke Beijing. Ia mengatakan bahwa Eropa harus menghindari "krisis yang bukan milik kita".
"Tidak ada perubahan dalam posisi dasar anggota G7 di Taiwan," kata Macron, menyebut perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan "sangat diperlukan" untuk keamanan dan kemakmuran global.
Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna dan rekan-rekannya berusaha sepanjang pembicaraan G7 untuk mengecilkan perbedaan. Pernyataan itu memperingatkan Beijing tentang segala hal mulai dari persenjataan nuklirnya hingga praktik bisnisnya.
Colonna menuduh China melakukan "ekspansi persenjataan nuklirnya yang sedang berlangsung dan semakin cepat", dan menyatakan keprihatinan bahwa Beijing sedang mengembangkan "sistem pengiriman yang semakin canggih, tanpa transparansi, pengendalian senjata dengan itikad baik, atau langkah-langkah pengurangan risiko".
Kemudian, tanpa menyebut China secara langsung, kelompok itu berjanji untuk meningkatkan kerja sama melawan "paksaan ekonomi", praktik mempersenjatai aturan impor atau ekspor untuk tujuan politik.
Bahkan peringatan untuk menawarkan dukungan kepada Rusia di Ukraina dapat dibaca sebagai pesan untuk China, menggemakan pernyataan berulang kali dari pejabat Barat yang memperingatkan Beijing agar tidak langsung mempersenjatai Moskow.
Pembicaraan tersebut mengatur panggung untuk pertemuan puncak para pemimpin G7 pada Mei di Hiroshima, di mana Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida ingin menjadikan pelucutan senjata nuklir sebagai bagian penting dari diskusi.
Pernyataan pada Selasa 18 April 2023 itu mencurahkan segmen panjang untuk pelucutan senjata dan non-proliferasi, tetapi mengandung sedikit janji atau komitmen baru dan merujuk secara khusus pada "lingkungan keamanan yang keras saat ini", menunjukkan jalan yang sulit menuju pencapaian nyata.
Pernyataan itu juga menyerukan semua negara untuk secara transparan mendokumentasikan persenjataan nuklir mereka, mendesak Rusia untuk tetap dengan moratorium uji coba nuklir dan menyerukan China untuk mengadakan pembicaraan "pengurangan risiko" dengan Washington.
Advertisement
Menteri Keuangan Ukraina: Dukungan G7 Penting untuk Perang yang Lebih Lama dengan Rusia
Bicara soal peringatan keras oleh G7 mengenai invasi Rusia ke Ukraina, paket dukungan ekonomi internasional sebesar U$115 miliar telah disediakan. Hal itu lantas memberi Ukraina keyakinan lebih besar bahwa mereka dapat menang dalam memerangi invasi Rusia.
Keyakinan mereka muncul di tengah meningkatnya pengakuan bahwa perang dapat berlanjut lebih lama dari yang diperkirakan, kata Menteri Keuangan Ukraina Serhiy Marchenko pada Sabtu (15/4/2023).
Marchenko mengatakan bahwa para menteri keuangan G7 meyakinkan ia selama pertemuan yang diadakan Dana Moneter Internasional (IMF) minggu ini.
Pihak Bank Dunia di Washington mengatakan bahwa mereka akan mendukung Ukraina selama diperlukan.
Bank Dunia juga mengatakan bahwa janji pemberian dukungan bantuan ekonomi dibuka dengan pinjaman baru senilai U$15,6 miliar dari IMF.
"Sangat penting bagi Ukraina, apalagi sekarang di tahun kedua perang setelah invasi Rusia pada 24 Februari 2022," kata Bank Dunia.
"Ini sangat membantu kami karena memberikan kepastian bahwa IMF, bersama dengan negara-negara G7 dan pendukung Ukraina. Pihak IMF juga memberikan uang untuk memenuhi kebutuhan selama empat tahun," lanjutnya.
"Dibandingkan dengan pertemuan musim semi lalu, saya merasa lebih percaya diri bahwa kita bisa menang dalam perang ini."
Presiden Zelensky Mungkin Akan ke KTT G7 di Hiroshima, Bahas Ancaman Nuklir Rusia
Belum lama ini, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mempertimbangkan untuk hadir dalam G7 tahun ini di Hiroshima apabila diundang. Hal tersebut disampaikan oleh Duta Besar Ukraina untuk Jepang Sergiy Korsunsky.
Korsunsky menekankan pentingnya memberikan peringatan terhadap penggunaan senjata nuklir dari kota di Jepang yang pernah hancur lebur akibat bom atom tersebut.
Dalam wawancara belum lama ini, Korsunsky mengatakan bahwa kunjungan Zelenskyy ke kota di barat Jepang itu akan menjadi kesempatan penting, Kyodo mewartakan sebagaimana dikutip dari Antara, Sabtu (18/2/2023).
Sebelumnya, pemimpin Ukraina itu mengunjungi Amerika Serikat dan sejumlah negara Eropa dalam upaya menggalang dukungan menyusul serangan Rusia atas negaranya yang masih berlangsung. Meskipun demikian, Zelensky belum pernah melawat Asia.
Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, mewakili satu-satunya negara yang menderita akibat bom atom, berharap dapat menunjukkan kepemimpinannya dalam masalah perlucutan senjata nuklir pada KTT G7 Mei nanti setelah muncul kekhawatiran Rusia mungkin saja menggunakan bom atom dalam perang melawan Ukraina.
Sebaliknya, Korsunsky mengungkapkan Ukraina saat ini menghadapi ancaman serangan nuklir yang lebih besar dibandingkan dengan negara manapun di dunia ini.
Ia juga berharap anggota G7 yang meliputi Inggris, Kanada, Jerman, Italia, Jepang dan Amerika Serikat, ditambah Uni Eropa, bersedia membahas dengan serius cara menghilangkan kekhawatiran itu.
Advertisement