Melihat Gerhana Matahari Hibrida pada 20 April 2023 dengan Mata Telanjang Bisa Sebabkan Gangguan Kesehatan Mata

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan bahwa Gerhana Matahari Hibrida akan terlihat di Indonesia hari ini, pada tanggal 20 April 2023.

oleh Teddy Tri Setio Berty diperbarui 20 Apr 2023, 11:41 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2023, 11:33 WIB
Gerhana Matahari Sebagian yang bisa diamati di wilayah Agam
Gerhana Matahari Sebagian yang bisa diamati di wilayah Agam (Foto: Screen capture live streaming YouTube BRIN)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melaporkan bahwa Gerhana Matahari Hibrida akan terlihat di Indonesia hari ini, pada tanggal 20 April 2023.

Dikutip dari laman resmi BRIN, Kamis (20/4/2023), Gerhana Matahari Hibrida terjadi ketika dalam satu waktu fenomena gerhana, ada daerah yang mengalami Gerhana Matahari Total dan ada juga yang mengalami Gerhana Matahari Cincin.

Jika diamati dari Jakarta, durasi dari kontak awal hingga akhir adalah 2 jam 37 menit. Namun jika diamati dari Jakarta, persentase tertutupnya matahari hanya sebesar 39 persen.

Dalam Gelar Wicara Gerhana Matahari Hibrida 2023 beberapa waktu lalu, yang diselenggarakan oleh Planetarium Jakarta di Taman Ismail Marzuki, Premana W. Premadi, pengajar di Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), memberikan saran jika ingin mengamati gerhana matahari.

Yang pasti, kata Premadi, jangan sekali-kali melihat secara kasat mata atau langsung, ke arah matahari maupun fenomena yang menyertainya seperti Gerhana Matahari.

"Apalagi jika menggunakan peranti optis seperti binokuler atau teleskop, harus disertai dengan filter khusus matahari (solar filter)," kata mantan Kepala Observatorium Bosscha ITB tersebut.

"Pengamatan tanpa filter matahari dapat membuat gangguan kesehatan mata secara serius, bahkan pada taraf tertentu dapat menyebabkan kebutaan," imbuhnya.

 

Momen yang Baik untuk Riset Antariksa

Gerhana Matahari di Jakarta. (Liputan6.com/Raden Trimutia Hatta)
Gerhana Matahari di Jakarta. (Liputan6.com/Raden Trimutia Hatta)

Sementara, Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN, Emanuel Sungging, juga mengatakan, fenomena yang cukup langka ini menjadi momen yang baik untuk dilakukan riset antariksa.

Sungging juga menyebut, riset disiplin ilmu lain dapat memanfaatkan momen yang langka ini untuk penelitian terkait disiplin ilmu masing-masing.

Peneliti ahli madya BRIN itu mencontohkan, peneliti dari disiplin ilmu hayati dapat ikut meneliti apakah ada pengaruh proses terjadinya gerhana matahari terhadap perilaku makhluk hidup baik itu tumbuhan atau hewan.

"Peneliti disiplin ilmu lain dapat melakukan penelitian pengaruh gerhana matahari terhadap perilaku makhluk hidup baik itu hewan atau tumbuhan," kata Sungging.

Selain itu, di bidang ilmu sosial, peneliti juga dapat melakukan penelitian etnoastronomis, terkait bagaimana budaya yang timbul di masyarakat terkait adanya gerhana matahari hibrida.

"Adanya momen ini membawa kesempatan untuk melakukan kolaborasi lintas disiplin," pungkasnya.

Infografis Mengenal Gerhana Matahari
Mengenal Gerhana Matahari (Liputan6.com/Deisy)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya