Menyibak Peran BRIN dan NOAA dalam Perubahan Iklim, Polusi Plastik, dan Ilmu Kelautan

Acara bertajuk perubahan iklim serta polusi plastik yang ada di laut diselenggarakan di @america, Pacific Place Mall, Kamis (19/04/2024), oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat di Indonesia yang menghadirkan Wakil Menteri Perdagangan untuk Kelautan dan Atmosfer dan Administrator NOAA, Dr. Richard Spinrad, dan Dr. Intan Suci Nurhati, Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

oleh Fitria Putri Jalinda diperbarui 20 Apr 2024, 12:12 WIB
Diterbitkan 20 Apr 2024, 12:12 WIB
Acara di @america bersama BRIN dan NOAA
Gelombang untuk Bumi: Menjelajahi Perubahan Iklim, Polusi Plastik, dan Ilmu Kelautan, @america, Pacific Place Mall, Kamis (19/04/2024). (Liputan6.com/Fitria Putri Jalinda).

Liputan6.com, Jakarta - Kedutaan Besar AS di Jakarta mengadakan diskusi dengan Wakil Menteri Perdagangan untuk Kelautan dan Atmosfer dan Administrator (NOAA), Dr. Richard Spinrad, yang bertanggung jawab untuk mengembangkan program dan layanan untuk mengatasi krisis iklim, meningkatkan kelestarian lingkungan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi perkembangan, dan juga dihadiri oleh Dr. Intan Suci Nurhati, Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). 

Acara bertajuk perubahan iklim serta polusi plastik yang ada di laut ini diselenggarakan di @america, Pacific Place Mall, Kamis (19/4/2024). 

Dalam acara tersebut, diulas bahwa polusi plastik berada pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan dan hal tersebut tentunya mengancam kesejahteraan semua makhluk hidup di bumi terutama makhluk-makhluk yang ada di laut

Dalam membahas hal ini, Dr. Intan Suci Nurhati, Kepala Pusat Penelitian Laut Dalam, Badan Riset dan Inovasi Nasional atau BRIN menyampaikan bagaimana pengalaman dan penelitian yang ia lakukan dalam mengatasi permasalahan sampah yang ada terutama yang berada di sungai dan lautan. 

"Kami benar-benar turun ke lapangan dan benar-benar memungut semua sampah dan mengkategorikannya, dan pada dasarnya lebih dari 50% sampah yang ada di sungai-sungai di Jakarta adalah sampah plastik," ujar Dr. Intan Suci Nurhati.

Dr. Intan Suci Nurhati juga menambahkan bahwa ini adalah masalah nyata, dan ia mempelajari bahwa tindakan lokal sangat penting dalam mengatasi masalah sampah yang ada saat ini. 

"Jadi jika kota tersebut memiliki pengelolaan sampah yang baik, hal ini akan terlihat dalam data sehingga tindakan yang dilakukan itu benar-benar penting." 

Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan untuk Kelautan dan Atmosfer dan Administrator Amerika Serikat, Dr. Richard Spinrad menambahkan dengan adanya kemajuan teknologi dalam beberapa tahun terakhir, manusia bisa menjelajahi bagian terdalam lautan dan sangat disayangkan bahwa adanya temuan sampah plastik di sana.

Kesadaran Masyarakat Tentang Sampah Plastik

Acara di @america bersama BRIN dan NOAA
Gelombang untuk Bumi: Menjelajahi Perubahan Iklim, Polusi Plastik, dan Ilmu Kelautan, @america, Pacific Place Mall, Kamis (19/04/2024). (Liputan6.com/Fitria Putri Jalinda).

Untuk mengetahui bagaimana kesadaran masyarakat dalam menghadapi 'ancaman' sampah yang sangat banyak dan menumpuk, BRIN pun melakukan survei untuk mengetahui seberapa kesadaran masyarakat Indonesia.

"Jadi pada dasarnya, menurut saya masyarakat Indonesia sangat mencintai lingkungan, dan secara teknis banyak masyarakat Indonesia yang sangat sadar dan sangat peduli serta ingin berkontribusi," ujar Dr. Intan Suci Nurhati. 

"Namun, terkadang ketika kami (BRIN) benar-benar bertanya kepada mereka dengan pertanyaan, apakah mereka bersedia untuk melakukan ini (kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan), menurut data kami, hampir separuh dari mereka tidak mau," tambahnya. 

"Itu adalah separuh data yang sangat memilukan, dan hal ini masih termasuk ke dalam level umum."

Sementara itu, Dr. Richard Spinrad menambahkan bahwa melakukan tindakan akan berdampak pada sebuah perubahan. 

"Jika kita punya 1.000 orang yang sadar dan hanya 10% dari mereka yang mengambil tindakan? Itu lebih baik daripada meminta 50 orang mengambil tindakan dari 50 orang," ujar Wakil Menteri Perdagangan untuk Kelautan dan Atmosfer dan Administrator tersebut.

"Pada dasarnya alasan yang sama mengapa kita menggunakan plastik, yaitu karena nyaman. Tapi, menurutku kita juga harus melihat diri kita sendiri," ujar Dr. Intan Suci Nurhati. 

Dr. Richard Spinrad menambahkan alasan mengapa masih banyak orang yang sulit melakukan tindakan dalam mengurangi sampah plastik adalah karena mereka tidak melihat dampaknya secara langsung. "Dan bagian dari hal ini adalah untuk menunjukkan bahwa jika mereka tidak mengambil tindakan, ada kemungkinan besar mereka tidak akan bisa membeli ikan favorit mereka di pasar atau mereka harus membayar dua kali lipat karena tidak ada banyak ikan di luar sana," ujarnya lagi. 

Peran BRIN dan NOAA

Acara di @america bersama BRIN dan NOAA
Gelombang untuk Bumi: Menjelajahi Perubahan Iklim, Polusi Plastik, dan Ilmu Kelautan, @america, Pacific Place Mall, Kamis (19/04/2024). (Liputan6.com/Fitria Putri Jalinda).

Dalam menanggulangi polusi sampah plastik, baik BRIN maupun NOAA tentunya memiliki peran khusus. 

Dr. Intan Suci Nurhati mengatakan bahwa BRIN memiliki beberapa peran, BRIN melakukan penelitian dan mencoba mencari berbagai macam data dari berbagai macam sumber. 

"Tidak hanya ilmu dasar dan ilmu teknik, ilmuwan sosial juga merupakan bagian yang sangat penting dalam ekosistem ini, hal lainnya tentu saja kami (BRIN) mepunyai data dan apa yang akan kita lakukan selanjutnya," ujarnya. 

"Kamu melakukan penelitian dan mempengaruhi konferensi di Jakarta untuk lebih memperhatikan berbagai jenis plastik dan mendorong peraturan atau kesadaran yang lebih ketat, setidaknya tentang bagaimana menjadi lebih sadar akan plastik yang digunakan."

Sementara itu, NOAA melakukan peran melalui 'kecerdasan lingkungan'.

Menurut Dr. Spinrad "kami (NOAA) mengumpulkan data, kemudian kami mengembangkannya dan kami menyebutnya sebagai produk prakiraan, yaitu prediksi tentang bagaimana segala sesuatu kemungkinan berubah dalam sepekan."

Dr. Spinrad juga menambahkan dari sisi kebijakan pemerintah, "menurut saya, salah satu hal terpenting yang dapat dilakukan lembaga pemerintah adalah menetapkan  prioritas," "jadi jika dipikir-pikir kita sedang membicarakan masalah krisis plastik dan bukan satu-satunya masalah di lautan." 

"Seseorang harus menetapkan kebijakan yang menyatakan bahwa dana pemerintah yang akan dibelanjakan dengan prioritas tinggi untuk menyelesaikan masalah plastik," tambah Dr. Spinrad. 

"Jadi kami bekerja untuk pemerintah federal yang dapat mengatakan bahwa upaya terakhir adalah memahami dan melakukan penelitian tentang plastik, yang lebih penting daripada beberapa hal lainnya." 

3,6 Juta Ton Sampah Plastik Dihasilkan Indonesia di 2022

Membuang Sampah Sembarangan
Ilustrasi sampah/credit: unsplash.com/Jasmin

Di Indonesia, dari 19,45 juta ton timbulan sampah pada 2022, 18,4 persennya adalah sampah plastik. Sementara, hanya 9 persen sampah plastik yang bisa didaur ulang, sisanya dibakar dan hampir 80 persen berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dan mencemari lingkungan.

Prima Mayaningtyas, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat mengingatkan bahwa masalah persampahan tengah terjadi di semua provinsi di Indonesia dan sangat mendesak untuk segera ditangani. "Upaya pengurangan sampah harus dilakukan di hulu sebesar 30 persen, sementara 70 persen akan dilakukan penanganan sampah di hilir," ujarnya dalam dialog lintas sektor bertajuk Dorong Ekonomi Sirkular Lewat Pengumpulan dan Pemrosesan Sampah Plastik digelar pada Senin, 5 Juni 2023.

Prima berargumen bahwa masalah pengelolaan sampah plastik masih belum teratasi dengan baik. Salah satu jawaban pengelolaan sampah yang bijak adalah melalui penerapan ekonomi sirkular, suatu pendekatan ekonomi untuk mengurangi pemborosan sumber daya alam dan dampak lingkungan.

Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat
Infografis Indonesia Sumbang Sampah Plastik Terbesar Kedua Sejagat. (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya