Liputan6.com, Tbilisi - Presiden dan perdana menteri Georgia pada Minggu (26/5/2024) saling lempar kecaman. Mereka ribut lantaran sebuah undang-undang kini menjadi pembahasan di negara tersebut.
Pasalnya, UU ini dinilai bisa memengaruhi kebebasan media dan merusak upaya Georgia untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Baca Juga
Undang-undang yang kini tengah menjadi pembahasan tersebut mewajibkan kantor media dan organisasi non-pemerintah untuk mendaftarkan diri sebagai badan yang menjalankan kepentingan asing jika mereka menerima lebih dari 20 persen anggarannya dari luar negeri.
Advertisement
Para penentang aturan tersebut mengecamnya dan menyebut aturan ini serupa dengan hukum Rusia. Pasalnya, peraturan serupa juga berlaku di negara yang dipimpin oleh Vladimir Putin itu.
Protes besar berulang kali digelar di ibu kota Tbilisi saat undang-undang tersebut lolos dari parlemen, dikutip dari laman VOA Indonesia, Rabu (29/5/2024).
Setelah legislatif meloloskan RUU tersebut, Presiden Salome Zourabichvili memveto RUU tersebut pada 18 Mei 2024.
Namun, partai Impian Georgia yang dipimpinan Perdana Menteri Irakli Kobakhidze dan para pendukungnya memiliki suara yang cukup di parlemen untuk mengesampingkan veto tersebut.
"Ketika momok Rusia membayangi kita, kemitraan dan pemulihan hubungan dengan Eropa adalah jalan yang benar untuk melestarikan dan memperkuat kemerdekaan dan perdamaian Georgia. Mereka yang menyabotase dan merusak jalan ini menginjak-injak dan merusak masa depan yang damai dan aman di negara kita. Mereka menghalangi jalan untuk menjadi anggota sepenuhnya dari dunia yang bebas dan demokratis," kata Zourabichvili pada hari perayaan ulang tahun ke-106 deklarasi kemerdekaan Georgia dari Rusia.
Lempar Kecaman
Pada kesempatan yang sama, Kobakhidze memuji perkembangan Georgia dan mengecam keras Zourabichvili.
"Persatuan dan langkah-langkah yang masuk akal dari rakyat dan pemerintah terpilihlah yang memberi kita kesempatan untuk mempertahankan perdamaian di negara ini dalam dua tahun terakhir. Meskipun terdapat ancaman dan berbagai pengkhianatan, termasuk pengkhianatan oleh presiden Georgia," katanya.
Pada malam harinya, ribuan penentang undang-undang tersebut berbaris di sepanjang area di salah satu jalan utama ibu kota. Beberapa demonstrasi sebelumnya yang digelar untuk menentang undang-undang tersebut telah menyebabkan bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi.
Badan kebijakan luar negeri Uni Eropa mengatakan bahwa pengesahan undang-undang tersebut berdampak negatif terhadap kemajuan Georgia menjadi anggota Uni Eropa.
Sejumlah kritikus mengatakan, undang-undang itu mungkin didorong oleh Rusia untuk menggagalkan peluang Georgia berintegrasi dengan Barat lebih jauh.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken pada Kamis (23/5) mengumumkan bahwa larangan perjalanan akan diberlakukan kepada para pejabat Georgia yang bertanggung jawab atau terlibat dalam merongrong demokrasi di Georgia,
Blinken juga berharap bahwa para pemimpin Georgia akan mempertimbangkan kembali rancangan undang-undang tersebut dan mengambil langkah-langkah untuk bergerak maju dengan aspirasi demokratis dan Euro-Atlantik negara mereka.
Advertisement