Pengakuan Agen CIA yang Tangkap Che Guevara: Dia Kriminal

Pada 9 Oktober 1967, hari ini 46 tahun lalu, Che Guevara dieksekusi mati. Ini kesaksian agen CIA.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 09 Okt 2013, 17:59 WIB
Diterbitkan 09 Okt 2013, 17:59 WIB
guevara-131009c.jpg
Pada 9 Oktober 1967, 46 tahun lalu, sebuah perintah dikeluarkan Presiden Bolivia Rene Barrientos. Ia memerintahkan Che Guevara dibunuh.

Mario Teran, seorang sersan yang kecanduan alkohol dan diliputi dendam karena 3 rekannya tewas di tangan tentara gerilya Guevara, menawarkan diri jadi eksekutor. Ia memasuki pondok tempat Che ditahan.

Dikisahkan, Che kala itu berdiri, mengucap kalimat terakhirnya: "Aku tahu kau datang untuk membunuhku. Tembak. Lakukan. Tembak, pengecut! Kau hanya akan membunuh seorang pria."

Teran akhirnya melepas tembakan dari senapan semi-otomatis M1 Garand di tangannya. Pertama di lengan dan kaki Che -- yang menggeliat dan menggigit pergelangan tangannya menahan sakit. Tembakan kembali diletuskan, di dada, juga tenggorokan. Total 9 tembakan. Che Guevara dinyatakan meninggal dunia pada pukul 13.10 waktu setempat. Di usia 39 tahun.

Meski berakhir tragis, Che menjadi legenda, tokoh revolusi dan perlawanan, hingga simbol dalam budaya populer. Namun, hingga saat ini, mantan agen CIA yang ikut menangkap Guevara tetap berpendapat, revolusioner Marxis itu tak layak dipuja.

Felix Rodriguez -- nama agen CIA itu -- mengatakan, Che tak lebih dari kriminal dan pembunuh.

"Aku yakin pada akhirnya orang akan tahu siapa dia sebenarnya. Dia seorang pembunuh," kata dia seperti dikabarkan situs Newsmax, 8 Oktober 2013. "Dia hanya punya sedikit penghargaan pada hidup. Ia menikmati membunuh orang."

Dalam wawancara dengan Newsmax, Rodriguez -- sebagai orang pertama -- menyampaikan detil penangkapan hingga eksekusi Guevara.

Rodriguez, keturunan Kuba-Amerika kala itu direkrut dan dilatih sebagai ketua tim pelacakan Guevara -- yang menjadi instrumen Revolusi Kuba Fidel Castro. Ia mengaku secara langsung berbicang dengan militer yang pernah melatih Che.

"Kami mendapatkan kisah dari orang yang pernah melatihnya di Meksiko, dia orang Kuba," kata dia. Kata orang itu Che suka membunuh. "Suatu hari Guevara bertanya, 'Bagaimana rasanya menembak orang dan melihat darah mengalir dari tubuhnya'," kata Rodriguez.

Pengejaran berakhir Minggu 8 Oktober. Diawali baku tembak yang melukai kaki kanan Che. Terluka, lalu tertangkap, menurut Rodriguez mengatakan, Guevara masih ingin menyelamatkan dirinya sendiri.

"Tentara yang menangkapnya mengatakan, saat Guevara bertatap muka dengan mereka, ia berkata, 'Jangan tembak, aku Che. Aku lebih berharga untukmu hidup-hidup daripada mati'," kata Rodriguez.

Jelang Eksekusi Mati

Guevara lalu ditangkap dan dibawa ke Prado, tempat dia ditahan di sebuah gedung sekolah tua. Rodriguez akhirnya naik helikopter untuk menemuinya.

"Perasaanku campur aduk saat itu...saat aku melihatnya untuk kali pertamanya. Aku merasa kasihan," kata dia. "Ia seperti pengemis. Tak pakai seragam, tak pakai sepatu, hanya selembar kulit di tubuhnya. Jauh dari penampilannya saat berkunjung ke Uni Soviet dan China."

Kolonel Zenteno yang pergi bersama Rodriguez, menginterogasi Guevara. Namun Che tak menjawab. Ia ada di lantai dalam kondisi terikat, jasad 2 gerilyawan Kuba ada di depannya.

"Aku berdiri di depannya dan berkata, 'Che Guevara, aku datang untuk bicara denganmu'," kata Rodriguez.

Rodriguez mengatakan Che punya alasan memilih Bolivia sebagai tempat gerilya. "Satu, itu jauh dari Amerika Serikat. Kedua, itu adalah negara yang sangat miskin sehingga ia tidak merasa bahwa Amerika Serikat akan memiliki banyak kepentingan dengan Bolivia, dan ketiga dan yang paling penting baginya, itu berbatasan dengan lima negara yang berbeda." Setelah Bolivia, Guevara mengincar Argentina, Brasil, Chili, Peru.

Sebagai agen CIA, Rodriguez diperintahkan menjaga Che Guevara tetap hidup. Namun, kemudian ia mendapat perintah dengan kode rahasia: 500 dan 600. '500' adalah kode untuk Guevara, sementara '600' artinya bunuh dia!

Rodriguez mengatakan, saat Guevara tahu ia akan dieksekusi, wajahnya menjadi putih pucat. Dan ia berkata, "Lebih baik seperti ini, aku seharusnya tidak pernah ditangkap hidup-hidup."

Che lalu menarik pipa dari punggung, mengatakan, ingin memberikannya pada tentara yang memperlakukannya dengan baik.

Saat ditanya, apa pesan terakhirnya, Rodriguez mengatakan, Che menjawab, "Jika kau bisa, katakan pada Fidel (Castro), ia segera akan menyaksikan kemenangan revolusi di Amerika."

Lalu, Rodriguez menambahkan, ekspresi Che berubah. Dan ia berkata, "Jika bisa, katakan pada istriku untuk menikah lagi dan mencoba untuk hidup bahagia." Itu kata-kata terakhirnya Guevara pada Rodriguez.

"Ia mendekatiku, kami bersalaman, dan berpelukan. Dia lalu berdiri, mengira aku akan menembaknya," kata Rodriguez.

Perkirakaannya salah, Rodriguez meninggalkan ruangan, dan 2 menit kemudian suara tembakan terdengar.

Guevara akhirnya tewas. Ia yang tak percaya Tuhan, diberkati oleh seorang imam Katolik.

Sehari setelahnya, sebuah rapat digelar militer Bolivia, dipimpin Jenderal Ovando Candia. Salah satu kolonel mengatakan, Castro tak percaya Guevara tewas dan meminta agar kepalanya dipenggal dan diawetkan dalam formalin.

Tapi Rodriguez menolak. "Aku berkata saat itu, 'jangan jenderal, Anda tak bisa melakukannya'." Jenderal itu balik bertanya mengapa tidak? Apalagi Castro selalu membantah.

"Anda tak bisa memenggal kepala seorang manusia dan menjadikannya bukti," jawab Rodriguez kala itu. Lalu ia menyarankan untuk memotong salah satu jari Che sebagai bukti mencocokkan sidik jari. Tapi sang jenderal malah memutuskan untuk memutilasi dua tangannya. Guevara dikubur tanpa tangan.

Rodriguez menyayangkan bagaimana Guevara lantas menjadi ikon budaya populer, gambar di kaus dan stiker. Anak-anak muda memakainya tanpa tahu siapa dia.

"Di Paris, misalnya, ada pemuda memakai kaus Che Guevara, saat ditanya siapa yang terpampang di pakaiannya, ia menjawab, 'Penyanyi rock'," kata Rodriguez.

Ia melanjutkan, "Padahal orang ini (Che) adalah kriminal. Ada banyak catatan yang bisa dicek, ia berkata berulang kali, seandainya dia punya bom atom ia akan melemparkan ke New York. Untuk menerapkan sosialisme di AS, dia menilai, layak untuk mengorbankan jutaan rakyat AS" (Ein/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya