Misi Rahasia Nazi-Hitler: Menguak Atlantis dan `Holy Grail`

Holy Grail diyakini memiliki kekuatan mistis yang bisa membuat Jerman menang perang. Lalu, untuk apa mencari Atlantis yang hilang?

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 22 Nov 2013, 11:30 WIB
Diterbitkan 22 Nov 2013, 11:30 WIB
hitler-131121d.jpg
Saat Nazi memperkokoh cengkeraman kekuasaannya atas Jerman di tahun 1930-an, seorang pemimpin tentara SS menghadiri sebuah presentasi di Berlin. Heinrich Himmler, bawahan Hitler itu, tak bisa menyembunyikan kegirangannya saat mendengar seorang arkeolog muda menyampaikan presentasi.

Sang arkeolog mengaku mengetahui lokasi kota mistis Atlantis, di mana ras unggulan pernah hidup di dalamnya, sebelum pulau 'surga' yang konon berperadaban tinggi itu hilang ditelan lautan. Ia mengklaim, sejumlah orang Atlantis berhasil melarikan diri dan menyebar ke sudut-sudut Bumi --menabur benih-benih peradaban mereka .
 
Bagi Himmler dan para kroninya, klaim itu adalah solusi jitu. Untuk memperkuat jantung kredo Nazi, yakni keyakinan bahwa ras Arya adalah bangsa unggul yang punya akar dari Atlantis. Masalahnya sama sekali tak ada bukti keberadaan kota berperadaban maju itu, jangan-jangan cuma mitos. [Lihat: Ahli Kuak Benua Hilang di Asia, Lebih Tua dari `Misteri` Atlantis]

Selama dekade berikutnya, Himmler memimpin proyek bayangan yang ditujukan untuk membuktikan teori aneh itu.  Sebuah unit khusus SS dibentuk. Namanya Ahnenerbe (Warisan Leluhur)  -- yang beranggotakan arkeolog dan ilmuwan.

Tugas mereka adalah menjelajah dunia untuk berburu bukti ras Arya di Atlantis. Juga melakukan misi rahasia lainnya: menemukan Holy Grail. Cawan Suci. Demikian diungkap dalam film dokumenter terbaru Channel 5.

Kerja diam-diam Ahnenerbe terungkap pada 1945 saat tentara AS menemukan ribuan dokumen di sebuah gua di Jerman tengah. Isinya juga menjelaskan, mengapa Nazi memulai Holocaust.

Dokumen tersebut juga mengungkap arkeolog yangmengopor-ngompori ekspedisi itu: Herman Wirth, ahli agama-agama kuno.

Dalam paparannya, ia yakin, temuan simbol yang terlihat sama di sejumlah bagian dunia yang terpisah, sama sekali bukan kebetulan.

Ia berargumen, itu terkait ras tunggal yang tinggal di Atlantis di Samudra Atlantik -- di suatu tempat di antara Portugal dan Inggris. Wirth mengusulkan sebuah ekspedisi untuk membuktikan bahwa mereka yang selamat dari malapetaka Atlantis lari ke tempat-tempat paling tinggi di muka Bumi. Ia bahkan yakin, sejumlah keturunan Atlantis tinggal di Tibet. Wirth pun menemukan sponsornya: Heinrich Himmler.

Mencari Jejak  Atlantis di Himalaya

Pada 1938, 5 ilmuwan SS dikirim ke Himalaya. "Nazi melihat sejarah dunia dalam cara pandang perjuangan antar-ras dan survival of the fittest. Mereka pikir semua ras lebih rendah daripada bangsa Arya," kata Sir Richard Evans, sejarawan Cambridge University, seperti Liputan6.com kutip dari Express.co.uk, 21 November 2013.

Lebih jauh lagi, Heinrich Himmler diduga ingin mendirikan agama baru, termasuk penyembahan pada dewa matahari dan dewa-dewa kuno. "Ia ingin SS semacam sekte atau aristokrasi Arya."

Dalam hitungan mundur menuju Perang Dunia II, sejumlah ekspedisi untuk membuktikan teori Arya dilakukan. Selain Tibet, ilmuwan SS juga pergi ke Swedia, Skotlandia,  Islandia, dan Prancis.

Di Tibet, tim SS melakukan studi pada penduduk lokal. Menggunakan checklist fitur wajah, mereka menyimpulkan bahwa warga Tibet benar keturunan Arya. Saat pulang dari ekspedisi dan tiba di Munich beberapa minggu kemudian, tim dielu-elukan bak pahlawan.

"Hitler dan para antropolognya mengira dengan mengukur besar kepala seseorang, kau bisa menebak ras mereka," kata Sir Richard. "Yang membuat gagasan ini begitu jahat adalah ide hierarki sosial di mana Arya dianggap paling unggul. Di mata Nazi, percampuran ras adalah jalan menuju malapetaka."

Mencari Holy Grail

Himmler juga meminta Otto Rahn, seorang sejarawan yang terpesona oleh legenda Raja Arthur. Rahn yang dijuluki 'Indiana Jones-nya Nazi' adalah inspirasi tokoh film besutan Steven Spielberg "Last Crusade" -- untuk menemukan Cawan Suci (Holy Grail) yang disebut-sebut sebagai cawan atau cangkir yang digunakan Yesus dalam Perjamuan Terakhir. Sebagian orang meyakini, benda itu memiliki kekuatan mistis.

Rahn mempelajari cerita soal Raja Arthur untuk mencari petunjuk dan menyimpulkan bahwa Holy Grail berada di reruntuhan kastil, Montsegur di Pyrenees Perancis. Dia telah mengabdikan hidupnya untuk mengungkap Grail tapi sudah kehabisan dana.

Pada 1934, Rahn diundang Himmler dan setuju untuk bergabung dengan SS, dengan syarat Nazi menyediakan uang tunai untuk melanjutkan pencarian.

Himmler juga dikabarkan mengunjungi lokasi yang mungkin jadi tempat Grail yang lain yakni Montserrat Abbey dekat Barcelona, pada tahun 1940.

Mengapa Himmler ngotot mendapatkan Grail?

Ia yakin, Holy Grail bisa memberi kekuatan super untuk membantu Jerman memenangkan perang. Saking percaya dirinya bakal menemukan Grail, ia bahkan menyiapkan kastil khusus, Wewelsburg di Westphalia, untuk menyimpan Cawan Suci.

Tim Hitler juga berusaha mencuri kain kafan Turin atau Shroud of Turin diyakini sebagai pembungkus jasad Yesus pasca penyaliban. Di lembaran kain tua itu, tercetak citra samar dari darah yang mengering: seorang pria tinggi berambut panjang dan berjenggot. [Lihat: Paus Fransiskus Bicara Soal Misteri 'Kain Kafan Yesus']

Namun, baik misi mencari jejak Atlantis dan Holy Grail, gagal total. Himmler yang lelah dengan kinerja Herman Wirth memecatnya. Nasib Otto Rahn lebih buruk. Ia tak bisa lepas dari bayang-bayang SS.

Himmler yang frustasi dengan kegagalan Rahn pun menghukumnya, dengan menjadikannya penjaga di salah satu kamp konsentrasi pertama. Suatu hari, Rahn mengambil segenggam pil tidur dan berjalan sendirian ke pegunungan Alpen.

Di sana, ia duduk dan akhirnya membeku. Mati. (Ein/Yus)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya