Mau Pakai Silikon? Pilih yang Bisa Bersahabat dengan Tubuh

Kalau ditanya boleh apa tidak memakai silikon, jawabannya tergantung. Ada yang iya dan ada juga yang enggak.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 26 Mei 2014, 19:00 WIB
Diterbitkan 26 Mei 2014, 19:00 WIB
Mau Pakai Silikon? Pilih yang Bisa Bersahabat dengan Tubuh
Kalau ditanya boleh apa tidak memakai silikon, jawabannya tergantung. Ada yang iya dan ada juga yang enggak.

Liputan6.com, Jakarta Pro dan kontra dalam penggunaan silikon masih terus terjadi pada masyarakat kita. Segelintir orang percaya bahwa menggunakan silikon adalah dosa. Di sisi lain, ada juga yang menganggap penggunaan silikon dapat dibenarkan asalkan sesuai dengan keperluan.

"Kalau ditanya boleh apa tidak, itu tergantung. Ada yang iya dan ada juga yang enggak," kata Konsultan Bedah Plastik Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta, Dr. Irena Sakura Rini, Sp.BP-RE(K) dalam diskusi bertema `Perkembangan Dunia Bedah Plastik Rekonstruksi & Estetik di Indonesia` di Ruang Nias, Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Senin (26/5/2014)

Kalau penggunaan silikon untuk kepentingan medis seperti mengganti bagian yang hilang, misalnya tulang dan jaringan, Irena mengatakan itu merupakan suatu tindakan yang sah dan tidak menyalahi kodrat. Apalagi, bila silikon yang digunakan mampu `bersahabat` dengan tubuh si pasien.

"Tapi, kalau silikon yang digunakan sudah berubah peran dan mengandung bahan kimiawi, maka itu yang tidak boleh," kata Irena menambahkan.

Bagi pasien yang gemar suntik silikon cair, Irena mengatakan, ada baiknya untuk menghentikan kebiasaan buruknya itu. Pasien harus tahu bahwa silikon cair adalah minyak yang biasa digunakan untuk mesin, bukan untuk dimasukkan ke dalam tubuh manusia.

Salah sekali bila masyarakat menganggap minyak tersebut boleh digunakan untuk tubuh manusia. "Sehingga, kalau dimasukkan secara paksa ke dalam tubuh, dia akan bereaksi seumur hidup menjadi iritan. Menjadi benda asing yang tidak berteman oleh tubuh," kata Irena menjelaskan.

Tapi, kalau bentuk silikon itu adalah gel, yang mana bisa dicetak menjadi lembaran halus, tipis, dan ditempelkan pada luka yang ada di tubuh kita, maka tidak masalah sama sekali. Apalagi, bila sifat dari gel itu mampu membuat luka tenang, bisa dicuci dan dipakai lagi.

Dalam kesempatan itu Irena juga menjelaskan, pasien yang mengalami keloid tidak bisa disembuhkan hanya menggunakan silikon gel saja. Karena sifatnya yang kuat, keras, gatal, dan membuat si pasien merasakan sakit, atau bahkan nyeri saat digerakkan, maka dokter akan menambahkan pemberian suntikan dalam proses pengobatan.

"Nama suntikan itu adalah kortikosteroid. Pemberiannya dalam dosis tertentu, dan tidak dapat diberikan secara sembarangan. Yang melakukannya pun hanya boleh dokter. Tidak boleh perawat, mantri, atau orang yang belum terlatih," kata Irena menerangkan.

Irena mengatakan, masyarakat juga harus paham suatu kondisi dapat disebut dengan keloid. Bila pasien mengalami luka akibat besatan pisau dan lima hari kemudian luka itu menebal, itu bukanlah kelodi. Melainkan, bekas luka yang menebal.

Sampai terjadinya kondisi keloid, proses terjadi selama enam bulan, dan luka tidak berubah bentuk dan justru semakin membesar. Besaran ukurannya pun, melebihi ukuran semula.

"Bila pasien mengecek ke dokter dan mengatakan itu keloid, butuh waktu bagi dokter bedah untuk benar-benar dapat mengatakan kondisi itu adalah keloid. Bila selama enam bulan dilakukan pengecekan, dan perangainya sudah menetap, barulah itu disebut dengan keloid," kata dia menjelaskan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya