Perlukah Menggendong Anak Saat Menangis?

Mengendong anak khususnya oleh seorang ibu adalah perilaku yang bersifat universal. Tidak hanya manusia, banyak binatang yang juga melakukan

oleh Liputan6 diperbarui 18 Agu 2014, 14:00 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2014, 14:00 WIB
Shakria Gendong Milan Usai Tampil di Penutupan Piala Dunia 2014
Shakira langsung menggendong sang putra, Milan usai tampil di acara Penutupan Piala Dunia 2014 Brasil.

Liputan6.com, Jakarta Mengendong anak khususnya oleh seorang ibu adalah perilaku yang bersifat universal. Semua kelompok masyarakat memiliki budaya mengendong anak khususnya saat sang anak berada di masa-masa awal kehidupannya. Tidak hanya manusia, banyak binatang yang juga melakukan perilaku mengendong anaknya meskipun dilakukan dalam cara yang berbeda-beda.

Dari sudut pandang teori evolusi, perilaku mengendong anak merupakan perilaku yang dibutuhkan banyak mahluk hidup untuk melindungi keberlangsungan generasinya dari berbagai ancaman.  Khusus untuk manusia, perilaku mengendong anak menjadi penting dilakukan karena dibanding yang lain, anak manusia merupakan mahluk hidup yang relatif lebih lemah dibandingkan yang lain saat awal-awal masa kelahirannya.

Menjamin pengawasan

Selain melindungi dari berbagai ancaman dari luar, mengendong dapat dilakukan untuk menjamin pengawasan dan tercukupinya berbagai kebutuhan anak baik kebutuhan fisiologis maupun kebutuhan psikologis. Dengan kedekatan secara fisik lewat mengendong anak, orangtua segera mengetahui jika anak dalam kondisi lapar atau haus. Mengendong anak juga berarti memberikan kebutuhan psikologis berupa kehangatan dan ikatan batin antara orangtua dan anak. Hal ini lebih lanjut akan mempengaruhi anak secara positif dalam relasinya dengan orang lain di masa yang akan datang lewat tebangunnya kepercayaan akan kehadiran orang lain.

Perilaku mengendong oleh orangtua di berbagai kultur dapat dilakukan secara intensif hingga anak berusia sekitar 2 sampai 3 tahun. Sesudahnya, anak dapat mulai dilatih untuk lepas dari gendongan orangtuanya dan belajar mandiri. Meskipun demikian, saat mengungkapkan rasa sayang atau saat mengalami kondisi khusus yang mengancam, anak dapat kembali digendong.

Yang sering menjadi diskusi untuk orangtua yang memiliki anak yang sudah relatif bukan batita lagi adalah ancaman semacam apa yang mengharuskan anak untuk kembali digendong dan mana yang tidak? Yang dikhawatirkan adalah banyaknya perilaku mengendong anak justru akan berpengaruh secara negatif yaitu membentuk ketergantungan anak secara berlebihan.

Masalah emosional

Ancaman yang membahayakan anak secara umum akan mengakibatkan munculnya masalah emosional yang misalnya tampak pada perilaku menangis. Akan tetapi, tidak semua masalah emosional disebabkan oleh adanya ancaman yang secara nyata membahayakan. Masalah emosional bisa saja terjadi karena anak menjadi enggan bahkan takut untuk melangkah pada tahap perkembangan yang lebih tinggi yang tentu saja disyaratkan untuk dirinya. Misalnya banyak anak yang belum pernah sekolah akan bermasalah secara emosional saat hari pertama masuk sekolah. Untuk jenis ancaman yang memang membahayakan, perilaku mengendong perlu dilakukan dengan segera. Misalnya saat anak terluka cukup parah, jika memungkinkan, orangtua perlu memberikan perlindungan secara fisik dan emosional dengan mengendongnya.

Akan tetapi, saat anak harus berjuang untuk menjadi mandiri dan kemudian mengalami masalah emosional, perilaku mengendong, seandainya akan dipilih, perlu dilakukan secara sangat berhati-hati. Perilaku ini dalam banyak kasus, justru dapat menguatkan ketergantungan anak sehingga dia semakin memantapkan diri untuk tidak melangkah ke tahap perkembangan berikutnya. Perilaku mengendong dalam kasus semacam ini sebaiknya baru dilakukan saat anak mengalami kesulitan emosi yang tampaknya tidak dapat dia kuasai lagi. Itupun dengan selalu memberikan penjelasan perlunya anak melakukan apa yang menjadi tugas perkembangannya tersebut demi kebaikannya sendiri. Jadi bagi para orangtua, mengendong anakpun, meskipun saat menantangis, ternyata perlu dilakukan secara bijak.

 

Y. Heri Widodo, M.Psi., Psikolog 

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

Pemilik Taman Bemain dan Belajar Kerang Mutiara, Yogyakarta    

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya