Bahagia atau Tidak, Tak Pengaruhi Kesehatan?

Penelitian terkini di Inggris menunjukkan bahwa kebahagiaan dan ketidakbahagiaan tidak berdampak kepada kesehatan ataupun tingkat kematian.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 14 Des 2015, 19:00 WIB
Diterbitkan 14 Des 2015, 19:00 WIB
Bahagia Ataupun Tidak Bahagia, Tidak Pengaruhi Kesehatan?
Ilustrasi Wanita Bahagia. (Sumber Colin Anderson/Blend Images/Corbis via Lancet)

Liputan6.com, Oxford - Banyak orang memasukkan kebahagiaan sebagai bagian dari kehidupan yang baik dan, sebaliknya, memandang ketidakbahagiaan sebagai sesuatu yang buruk. Tapi, penelitian terkini di Inggris menunjukkan bahwa keduanya tidak berdampak kepada kesehatan ataupun tingkat kematian.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kebahagiaan berkaitan dengan serangkaian keadaan kesehatan, semisal penyakit kardiovaskular dan berbagai kekurangan. Suatu penelitian baru-baru ini yang menunjukkan bahwa para pasien penderita kanker kepala dan leher yang mengalami depresi memberikan hasil perawatan yang lebih buruk.

Namun demikian, dikutip dari UPI pada Senin (14/12/2015), para peneliti di Oxford University mengatakan bahwa stress dan penderitaan tidak menjurus kepada keadaan kesehatan yang buruk, demikian berdasarkan penelaahan dalam penelitian yang melibatkan satu juta orang wanita di Inggris, sebagaimana diterbitkan dalam jurnal Lancet.

“Sakit membuat seseorang tidak berbahagia, tapi ketidakbahagiaan itu sendiri tidak dengan sendirinya membuat seseorang menjadi sakit,” kata Dr. Bette Liu, penulis utama penelitan itu, yang sekarang ini sekaligus menjadi profesor di Universty of New South Wales.

Selanjutnya dalam terbitan pers olehnya, “Kami mendapati tidak ada dampak langsung ketidakbahagiaan atau stress dengan tingkat kematian, bahkan melalui penelitian 10 tahun terhadap 1 juta wanita.”

Para peneliti Oxford menggunakan data dari 719.671 wanita dengan usia median 59 tahun yang ikut serta dalam Million Women Study. Para wanita itu mengikuti penelitian antara tahun 1996 dan 2001 dengan wawancara lanjutan yanhg dilakukan kira-kira 10 tahun setelah masing-masing ikut serta.

Di antara para wanita itu, 39% melaporkan bahwa mereka lebih banyak berbahagia, 44% mengatakan mereka biasanya bahagia, dan 17% mengatakan mereka tidak berbahagia. Selama 10 tahun setelah survey mula-mula, ada 4% dari para peserta yang meninggal dunia.

Memang benar, kesehatan buruk yang dikeluhkan sendiri terkait erat dengan ketidakbahagiaan, para peneliti—setelah menyesuaikan dengan darah tinggi, diabeters, asma, artritis, depresi, kecemasan, dan faktor-faktor gayahidup semisal merokok, kurang tidur, dan BMI—mendapati bahwa ketidakbahagiaan tidak berurusan dengan tingkat kematian oleh sebab manapun.

Sebagaimana pengantar terbitan penelitian ini dalam jurnal The Lancet, para peneliti mengakui adanya celah dalam penelitian ini, misalnya dampak ketidakbahagiaan pada persoalan kognitif dan caranya kebahagiaan berdampak kepada perkembangan di masa kanak-kanak.

Karena sudah ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kebahagiaan dan ketidakbahagiaan berdampak kepada kesehatan, terutama dalam dua dekade terakhir, para peneliti mengatakan bahwa percobaan acak yang terkendali perlu dilakukan dengan pasien-pasien yang sehat maupun yang klinis untuk menentukan dampak sebenarnya tingka kebahagiaan pada kesehatan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya