Liputan6.com, Jakarta Hepatitis C sampai saat ini masih menjadi persoalan kesehatan yang sangat serius di Indonesia. Diperkirakan ada lebih dari 3 juta penduduk Indonesia yang terinfeksi virus Hepatitis C.
Ironisnya, banyak diantara penderita belum mengetahui statusnya dikarenakan memang penyakit ini berkembang perlahan sampai akhirnya menjadi kronis dan menyebabkan sirosis dan kanker hati. Setiap tahunnya, Hepatitis C diperkirakan menyebabkan kematian lebih dari 15.000 penduduk Indonesia.
Di dunia, angka pengidap Hepatitis C mencapai lebih dari 140 juta jiwa dan penyakit ini diperkirakan membunuh lebih dari 500 ribu penduduk setiap tahunnya di dunia.
Advertisement
Namun saat ini, Hepatitis C dipandang bukan lagi menjadi penyakit yang menakutkan. Hal ini terjadi sejak ditemukannya obat ajaib bernama Sofosbuvir yang terbukti mampu benar-benar menyembuhkan infeksi Hepatitis C ini dengan tingkat kesuksesan mencapai 99 persen.
Obat Sofosbuvir dengan kombinasi satu obat lainnya, menjadi sebuah Game Changer bagi upaya untuk menurunkan tingkat kematian akibat penyakit Hepatitis C ini.
Obat Sofosbuvir telah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika (FDA) sejak akhir 2013. Sayangnya, versi paten dari obat ini dijual dengan harga sangat mahal yaitu mencapai 1000 dollar per butir atau total akan dibutuhkan uang sebesar USD 84.000 untuk setiap durasi terapinya per satu orang pasien. Mahalnya obat ini menjadi sebuah tantangan baru dalam menyediakan akses bagi setiap pasien yang membutuhkan.
Pada 2015, versi generik dari obat Sofosbuvir ini diproduksi di India serta mendapatkan izin edar. Obat yang dijual dengan harga USD 10 per butir atau 10 persen dari harga obat versi paten, dengan cepat menjadi harapan bagi seluruh pengidap Hepatitis C di seluruh dunia.
Saat ini, obat Sofosbuvir serta satu obat kombinasi lainnya bisa didapatkan dengan harga USD 5 per butir atau total akan dibutuhkan uang sebesar USD 700 per pasien untuk bisa sembuh dari infeksi Hepatitis C.
Pasien di Indonesia sendiri menyambut gembira hadirnya produk generik sofosbuvir di India. Dimotori oleh LSM Indonesia AIDS Coalition (IAC), para pasien ini kemudian membentuk sebuah Buyers Club untuk secara kolektif membeli obat ini secara langsung dari India.
"Sejak pertengahan 2015, kami menginisiasi Buyers Club dan mulai secara teratur melakukan pembelian obat sofosbuvir generik ini dari India. Karena kami meyakini bahwa sudah bukan saatnya lagi pasien Hepatitis C harus meninggal karena ketiadaan obat," ujar Direktur Eksekutif dari LSM Indonesia AIDS Coalition / IAC, Aditya Wardhana, melalui siaran pers, Senin (11/7/2016).
Selain melakukan upaya melalui Buyers Club ini, LSM IAC juga melakukan negosiasi dengan Kementerian Kesehatan, Badan POM, Kimia Farma serta perusahaan farmasi di India untuk sesegera mungkin mengeluarkan izin edar bagi obat yang dibutuhkan 3 juta penduduk Indonesia ini.
"Negosiasi ini awalnya berjalan sangat alot. Pemerintah di awal-awal belum melihat bahwa Hepatitis C adalah sebuah persoalan sangat serius yang harus segera di respon," kata staf bagian advokasi LSM Indonesia AIDS Coalition, Sindi Putri.
Satu tahun setelah melakukan inisiatif Buyers Club, akhirnya pemerintah Indonesia melalui BPOM kemudian memberikan izin edar bagi obat Hepatitis C generik Sofosbuvir ini.
"Ini adalah sebuah kemenangan besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Akhirnya, pemerintah Indonesia mau berdiri bersama kita semua dan mengambil langkah pemberian izin edar bagi obat Sofosbuvir generik ini sebab kita tidak bisa lagi melihat ada satu pun penduduk Indonesia yang harus mati karena epidemi hepatitis C," kata Aditya.Â
Dia pun mengajak dokter-dokter untuk mulai meresepkan obat generik Sofosbuvir ini bagi pasien Hepatitis C yang ditanganinya sebab obat ini sangat efektif menyembuhkan, efek sampingnya rendah serta sekarang harganya terjangkau dan bisa didapatkan di apotek-apotek Kimia Farma terdekat.
Aditya pun mendorong Menteri Kesehatan, Nila Moeloek untuk menepati komitmennya dengan menempatkan obat sofosbuvir generik ini di dalam pertanggungan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sehingga semua penduduk Indonesia bisa benar-benar punya akses terhadap obat yang menyelamatkan nyawa ini.