Liputan6.com, Jakarta Saat itu, pneumonia membuat Dedi pria asal Surabaya tergolek di rumah sakit selama seminggu. Di hari ketujuh dokter meminta Dedi menjalani tes HIV. Bagai disambar gledek, pada 13 Agustus 2006 hasil tes mengungkapkan dirinya terinfeksi HIV.
Tak hanya dirinya yang kaget, bapak ibu Dedi pun kaget. Bahkan, orangtuanya langsung mempersiapkan tempat peristirahatan terakhir baginya.
Baca Juga
"Ya mungkin orangtua saya belum tahu informasi (HIV) ya Mbak, kalau orang dengan HIV bisa hidup lama. Buktinya, saya masih ada kan ini," tutur pria yang kali ini sedang memakai kaca mata.
Advertisement
Keberhasilannya memiliki hidup berkualitas dengan HIV berkat displin konsumsi obat antiretroviral (ARV). Selain mengonsumsi obat untuk menekan virus HIV, Dedi mencari tahu informasi penyakit yang menyerang sistem imunitas tubuhnya ini. Beruntung, perawat di rumah sakit memberikan harapan baru dengan menyerahkan buku berisi informasi tentang HIV.
"Sejak kecil saya sudah senang membaca buku. Terus pas dikasih buku setebal ini (sekitar 4 cm) saya baca buku itu sampai habis selama dirawat lebih dari sebulan di rumah sakit," tuturnya.
Pengetahuannya tentang HIV meluas. Dirinya makin mantap displin mengonsumsi ARV agar memiliki hidup berkualitas dan berguna bagi orang lain.
Kepada bapak ibu, ia tak banyak bicara mengungkapkan cara dia berjuang melawan penyakitnya. "Bapak ibu saya itu guru, jadi buku itu saya taruh di meja. Mereka membacanya," tutur pria bertubuh tinggi kurus tersebut.
Terinfeksi HIV dari jarum suntik?
Dedi menduga ia tertular HIV dari penggunaan jarum suntik. Ya, dirinya dahulu memang pengguna napza yang dimasukkan ke tubuh lewat jarum suntik.
"Saya (pemakai) napza suntik dari 1997 hingga 2004. Habis itu kan sudah tidak. Terus tahu terinfeksi di 2006," tuturnya.
Namun tidak menutup kemungkinan, kata dia, terinfeksi HIV akibat aktivitas seks berisiko tanpa menggunakan pengaman.
Seiring berjalannya waktu, dari 20 teman-temannya menggunakan napza suntik di desa, kini hanya tersisa dirinya dan satu orang yang masih bertahan hidup. Yang lain meninggal dunia tanpa penyebab jelas. Hal ini membuat pria kelahiran 16 Juni 1978 ini makin yakin terinfeksi akibat penggunaan jarum suntik saat memakai napza.
Berkaca dari pengalaman itulah Dedi merangkul pengguna napza jarum suntik. Kemudian mengedukasi tentang bahaya HIV ke komunitas tersebut.
"Awal-awalnya memang ke penasun (pengguna napza suntik) tapi lama-lama ke semuanya. Mulai dari remaja hingga ibu-ibu," tutur Dedi bersemangat.
Advertisement