Pernikahan Usia Anak Berisiko Kualitas Hidup Menurun

Pernikahan usia anak sesungguhnya memiliki banyak kerugian, di antaranya menurunkan kualitas hidup.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 07 Feb 2017, 18:00 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2017, 18:00 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pernikahan usia anak atau di bawah umur masih marak terjadi di Indonesia. Pada 2012 saja ada 1.348.886 anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun, berdasarkan data yang dipublikasikan Badan Pusat Stastik dengan dukungan UNICEF.

Pernikahan usia anak sesungguhnya memiliki banyak kerugian, di antaranya menurunkan kualitas hidup dalam hal kesejahteraan individu tersebut, seperti dikatakan Asdep Perlindungan Anak dari Eksploitasi Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Rini Handayani.

Salah satu kerugian yang akan dihadapi individu yang melakukan pernikahan usia anak adalah kurangnya kesejahteraan ekonomi. Anak perempuan yang menikah sebelum usia 18 tahun setidaknya berpeluang enam kali lebih besar untuk tidak menyelesaikan pendidikan. Dengan begitu, dia cenderung tidak bekerja. Jika pun dia bekerja, cenderung di bidang informal. Oleh karenanya tak heran bila hasil data BPS juga menyebutkan pernikahan usia anak menurunkan 1,7 persen PDB.

"Perlu diingat juga, kesejahteraan bukan hanya ekonomi. Pernikahan usia anak juga berpengaruh pada menurunnya kesejahteraan moral," kata Rini.

Pernikahan usia anak juga rentan terhadap menurunnya kualitas hidup anak yang kemudian dilahirkan.

"Anak-anak itu kan masih labil dan masih suka main bersama teman-temannya. Terus anak yang punya anak ini, karena emosinya masih labil ya tidak terlalu memikirkan anaknya dikasih ASI atau tidak. Hal ini membuat anaknya jadi tidak diperhatikan," kata Rini dalam acara yang digelar Jaringan Peduli Anak Indonesia dan Wahana Visi di Jakarta Pusat, Selasa (7/2/2017).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya