Aksi Anti-Lockdown Diprediksi Tingkatkan Jumlah Kasus COVID-19 di AS

Beberapa petugas medis dilaporkan ikut turun tangan sebagai penentang aksi anti-lockdown di AS

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 22 Apr 2020, 06:00 WIB
Diterbitkan 22 Apr 2020, 06:00 WIB
Warga AS Unjuk Rasa Tuntut 'Stay at Home' Dicabut
Orang-orang menghadiri demonstrasi untuk menyerukan pencabutan lockdown di State House di Concord, New Hampshire, Sabtu (18/4/2020). Mereka meminta kebijakan yang ditujukan mencegah penyebaran COVID-19 segera dicabut, karena berdampak terhadap perekonomian. (AP/Michael Dwyer)

Liputan6.com, Jakarta Kebijakan lockdown untuk mencegah COVID-19 di beberapa wilayah Amerika Serikat mengundang protes dari beberapa pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan tersebut.

Beberapa aksi demonstrasi menentang kebijakan lockdown dilaporkan terjadi di beberapa negara bagian AS seperti Texas, Wisconsin, Ohio, California, dan Minnesota. Namun, aksi anti-lockdown ini juga mengundang perlawanan, khususnya dari beberapa tenaga kesehatan.

Dikutip dari Aljazeera pada Selasa (21/4/2020), dua orang petugas kesehatan di Denver, Colorado menggunakan masker dan pakaian medis dikabarkan menentang aksi anti-lockdown dengan berdiri diam dan menyilangkan tangan di depan para mobil pendemo. Kejadian ini dilaporkan terjadi pada hari Minggu lalu, waktu setempat.

"Anda bisa bekerja. Kenapa saya tidak bisa pergi bekerja?" seru seorang peserta demonstrasi meneriaki pekerja medis tersebut.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan juga Video Menarik Berikut Ini


Aksi Anti-Lockdown Diprediksi Tingkatkan Angka Penularan

Warga AS Unjuk Rasa Tuntut 'Stay at Home' Dicabut
Pengunjuk rasa berdemonstrasi menentang penanganan Texas terhadap pandemi COVID-19 di Texas State Capitol di Austin, Texas, Sabtu (18/4/2020). Mereka menentang perintah tinggal di rumah yang ditujukan mencegah penyebaran COVID-19 dan berkumpul untuk memprotes peraturan lockdown. (AP/Eric Gay)

Beberapa aksi demonstrasi dikabarkan mengabaikan jaga jarak sosial untuk mencegah COVID-19. Hal ini mengundang prediksi penambahan kasus di AS.

"2.500 anti demonstrasi anti-lockdown di Olympia, Washington," kata Eric Feigl-Ding, pakar epidemiologi dan ahli kesehatan masyarakat di Harvard TH Chan School of Public Health seperti dikutip dari The Guardian.

"Saya memperkirakan lonjakan epidemi baru (waktu inkubasi 5-7 hari sebelum timbulnya gejala, jika ada, dan penularan ke orang lain di sekitar waktu itu, bahkan di antaranya asimptomatik)... jadi meningkat dalam 2-4 minggu dari sekarang," tambahnya.

Kebijakan pembatasan kegiatan di AS mengundang pro dan kontra. Di satu sisi, para ahli sepakat bahwa hal ini memperlambat penyebaran virus. Namun, sebagian menganggap bahwa ini telah menghancurkan ekonomi negara Paman Sam tersebut. Setidaknya, lebih dari 22 juta warga di sana telah mengajukan tunjangan pengangguran dalam sebulan terakhir.

"Mematikan bisnis dengan memilih yang mana menang dan kalah di mana ada yang penting dan tidak penting adalah pelanggaran konstitusi negara bagian dan federal," kata salah seorang penyelenggara demonstrasi di Washington bernama Tyler Miller.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya