Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan merokok yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia selama ini banyak dikaitkan dengan tingginya angka kanker paru di tanah air.
"Peningkatan kanker paru juga karena meningkatnya prevalensi merokok di Indonesia," kata dokter spesialis paru Erlang Samoedro, Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia (PDPI) dalam sebuah seminar daring pada Rabu (26/7/2020).
"Jadi kalau mau menurunkan prevalensi kanker paru, prevalensi rokoknya harusnya turun," kata Erlang menambahkan.
Advertisement
Baca Juga
Dalam kesempatan yang sama, Dokter spesialis paru Sita Laksmi Andarini mengatakan rokok memang menjadi faktor risiko terbesar dari kanker paru. Namun, mereka yang bukan perokok aktif pun juga tidak serta merta terhindar dari bahayanya.
"Perokok aktif itu mendapatkan risiko kanker paru 13,6 kali lipat lebih tinggi dibandingkan tidak merokok," kata Sita yang juga Wakil Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PDPI ini.
Simak juga Video Menarik Berikut Ini
Risiko pada Bukan Perokok
Sementara pada perokok pasif, Sita menyebutkan bahwa risiko terkena kanker parunya adalah 4 kali lipat jika dibandingkan mereka yang tidak terpapar asap rokok.
"Yang bukan perokok aktif dan bukan perokok pasif (risiko) mendapatkan kanker tergantung genetic susceptibility. Dalam tanda kutip (seperti) dapat lotre," ungkapnya.
Terkait faktor genetik, Sita mengatakan bahwa sampai saat ini para ahli masih mencari tahu mengenai kerentanan seseorang terhadap kanker paru secara genetik.
"Itu tidak diturunkan. Jadi kanker paru tidak diturunkan tetapi ada genetic suceptibility yang menderita kanker paru," pungkasnya.
Advertisement