Kenali Perbedaan Gejala Kanker Paru dengan COVID-19

Dokter spesialis paru Sita Laksmi Andarini menyampaikan bahwa kanker paru adalah kanker yang paling banyak diidap di Indonesia terutama bagi laki-laki jika dibandingkan dengan kanker lainnya.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 09 Agu 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2020, 07:00 WIB
Ilustrasi paru-paru/credit pixabay/oracast
Ilustrasi paru/credit pixabay/oracast

Liputan6.com, Jakarta Dokter spesialis paru Sita Laksmi Andarini menyampaikan bahwa kanker paru adalah kanker yang paling banyak diidap di Indonesia terutama bagi laki-laki jika dibandingkan dengan kanker lainnya.

Di masa pandemi COVID-19, beberapa orang merasa kebingungan membedakan gejala COVID-19 dengan gejala kanker paru, katanya.

Menurut Sita, COVID-19 biasanya menimbulkan gejala akut seperti demam tinggi. Riwayat kontak erat pun bisa menjadi penambah kemungkinan orang yang demam itu terjangkit COVID-19.

“Definisi kontak erat adalah 15 menit tanpa masker, kalau kita minum kopi bareng itu sudah 15 menit tanpa masker,” kata Sita dalam diskusi daring CISC, Sabtu (8/8/2020).

Selain demam tinggi, gejala lain COVID-19 juga dapat berupa batuk kering, nyeri otot, diare, dan kehilangan penciuman.

“Sedangkan kalau kanker paru gejalanya pertama dari faktor risiko, yang kita curigai sebagai faktor risiko yaitu laki-laki di atas 40 tahun dengan riwayat merokok dan gejala respirasi.”

Batuk, sesak, nyeri dada, batuk darah yang tidak kunjung sembuh dalam waktu dua minggu juga dapat menjadi gejala kanker paru.

“Kalau 2 minggu sudah ke dokter tapi tak kunjung sembuh, mohon foto toraks dan CT scan.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Berikut Ini:


Sejalan Dengan Prevalensi Merokok

Ilustrasi rokok.
Ilustrasi rokok. (iStockphoto)

Kanker paru berhubungan erat dengan risiko merokok. Bila Mmelihat prevalensi merokok Indonesia menduduki peringkat ketiga dunia setelah China dan India maka angka kasus kanker paru di Indonesia tinggi.

“Jadi jika kita lihat, dengan tingginya angka merokok maka ke depannya kanker paru akan semakin meningkat sejalan dengan prevalensi merokok," kata Sita.

Pada pria, kanker paru memang paling banyak diderita. Berbeda halnya pada perempuan kanker ini bukan terbanyak kasusnya.

“Sedangkan untuk perempuan kanker paru itu di peringkat ketiga setelah kanker payudara dan serviks,”

Untuk kanker payudara dan yang lainnya bisa dilakukan deteksi dini, tambahnya. Contoh, kanker payudara dapat dilakukan pemeriksaan pada payudara. Sedang, foto toraks tidak cukup membantu untuk deteksi dini kanker paru.

“Memang untuk diagnosis dini adalah CT scan, tapi apakah CT scan efektif untuk dilakukan setiap orang? Itu memang agak sulit.”

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya