Harga Maksimal Tes Swab PCR Mandiri Rp900 Ribu, Ini Tanggapan PERSI

Pemerintah kemarin mengumumkan tentang harga maksimal tes swab PCR mandiri untuk mengetahui terinfeksi COVID-19 atau tidak.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 31 Jan 2021, 13:32 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2020, 12:23 WIB
Pemeriksaan Sampel Tes PCR Covid-19 di Labkesda DKI Jakarta
Tim medis memberikan label pada tabung sampel sebelum diuji di laboratorium pemeriksaan Covid-19 di Labkesda DKI Jakarta, Selasa (4/8/2020). Labkesda DKI yang berjejaring dengan 47 lab se-Jakarta dalam sehari mampu menguji hampir 10.000 spesimen Covid-19 dengan metode PCR (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta Ketua Komite Kebijakan Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pemerintah telah menetapkan batasan harga test swab mandiri paling tinggi sebesar Rp900 ribu. Hal itu disampaikan Airlangga pada Jumat (2/10/2020).

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) Lia Partakusuma mengatakan, harga tidak masalah selama mempertimbangkan proses dan kebutuhan dari tes PCR sendiri.

“Harga Rp900 ribu yang penting sudah dihitung seluruh kebutuhan tes. Kami dari rumah sakit, sepanjang harga dari reagensia, peralatan, consumable, dan APD (Alat Pelindung Diri)-nya itu bisa dikendalikan, ya tentu kita bisa ikuti," kata Lia kepada Liputan6.com, Sabtu (3/10/2020).

Ia juga memaparkan berbagai kebutuhan tes PCR COVID-19 yang perlu dipenuhi. Menurutnya, tes PCR adalah pemeriksaan molekuler yang memiliki banyak persyaratan agar tenaga kesehatan yang melakukan tes tetap terjaga.   

“Yang pertama yang dibutuhkan adalah ruangan yang memenuhi persyaratan termasuk safety level dengan tujuan jangan sampai ada penularan yang terjadi dari sampel kepada orang yang melakukan pemeriksaan.” 

Pemeriksaan PCR tidak dapat dilakukan di laboratorium dengan kondisi biasa, tambahnya. Syarat kedua adalah pemenuhan berbagai macam peralatan. Mulai dari alat ketika sampel diekstrak menjadi bahan RNA yang nantinya bisa dideteksi, alat untuk memperbanyak virus, dan alat pembaca virus. Alat ini ada yang tidak automatic dan ada yang automatic.

“Belum lagi pipet-pipet dan bahan-bahan yang akan digunakan dalam pemeriksaan. Ada juga proses consumable medium transport yang ketika orang diambil sampel di hidung dan mulut kemudian dimasukan ke medium itu. Gunanya supaya bahan itu gak mati. Dibutuhkan juga reagensia yang tergantung dari alat.”

Selain itu, APD juga sangat diperlukan di samping biaya operasional lain seperti pembiayaan sumber daya manusia dan kalibrasi peralatan atau pengontrolan kualitas alat.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini:

Pokok yang Harus Dikeluarkan Rata-Rata Lebih dari Rp 900 Ribu

Penumpang KRL Commuter Line di Stasiun Bekasi Ikuti Tes Swab PCR
Petugas medis mengambil sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab dengan metode polymerase chain reaction (PCR) di Stasiun Bekasi, Selasa, (5/5/2020). Pemkot Bekasi melakukan tes swab secara massal setelah tiga penumpang KRL dari Bogor terdeteksi virus corona. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Melihat harga yang begitu bervariasi terkait alat dan kebutuhan PCR, Lia menyebut bahwa pokok yang harus dikeluarkan rumah sakit atau laboratorium untuk mengerjakan PCR ini rata-rata belum sampai Rp 900 ribu, biasanya lebih tinggi dari harga tersebut, katanya.

“Mudah-mudahan dengan dikeluarkannya patokan ini nanti semua yang terkait, misal yang menyediakan reagensia, menyediakan alat, itu bisa menyesuaikan harga sehingga rumah sakit atau lab bisa mengerjakan sesuai yang diinginkan oleh pemerintah.”

Rumah sakit juga menginginkan akses harga murah dari seluruh penyedia. Tidak hanya dari satu atau dua penyedia, namun seluruh penyedia harus memiliki patokan harga yang lebih rendah dari harga tertinggi tes PCR.

“Semua penyedia alat ya harus lebih rendah daripada harga komponen tes PCR ini, itu saja buat kami. Sepanjang kami bisa menjaga keamanan, bisa menjaga mutu pemeriksaan ya tidak masalah. Tapi jangan sampai rumah sakit ditekan untuk harga sekian sementara kita tidak bisa melakukan negosiasi mengenai harga ini tadi, kasihan rumah sakit yang sudah lebih dulu berinvestasi kepada peralatan, reagensia yang saat itu harganya mungkin belum dikendalikan,” pungkasnya. 

Infografis COVID-19

Infografis Menyulap Wisma Atlet Jadi RS Darurat Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Menyulap Wisma Atlet Jadi RS Darurat Corona. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya