PKJS-UI: Dana Bagi Hasil Cukai Rokok Sebaiknya Dialokasikan untuk Upaya Preventif Kesehatan

Para akademisi dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) meyakini bahwa kenaikan cukai rokok sangat memengaruhi jumlah perokok dan kesejahteraan petani.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 28 Okt 2020, 09:00 WIB
Diterbitkan 28 Okt 2020, 09:00 WIB
Ilustrasi Rokok
Ilustrasi Rokok. Foto: Ade Nasihudin (15/9/2020).

Liputan6.com, Jakarta Para akademisi dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) meyakini bahwa kenaikan cukai rokok sangat memengaruhi jumlah perokok dan kesejahteraan petani.

Per 1 Januari 2020, Pemerintah Indonesia telah menaikkan tarif cukai produk tembakau yang bertujuan mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia. Hingga saat ini, pemerintah masih mempertimbangkan untuk kembali menaikkan cukai produk hasil tembakau di tahun 2021 mendatang.

Kenaikan cukai produk hasil tembakau juga meningkatkan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) yang diterima oleh daerah, di mana salah satunya dimanfaatkan untuk peningkatan kualitas bahan baku.

Namun, sejauh ini petani mengaku belum pernah menerima bantuan yang berasal dari DBH CHT, sehingga pemanfaatan DBH CHT untuk petani masih perlu dioptimalkan.

Menurut Direktur SDM Universitas Indonesia, Abdillah Ahsan, “Penggunaan DBH CHT dan pajak rokok akan lebih efektif jika dipergunakan untuk upaya promotif preventif kesehatan dan membantu pihak-pihak yang terdampak, seperti petani tembakau.” Seperti dikutip dari keterangan pers, Selasa (27/10/2020).

Tohjaya, perwakilan dari Direktorat Dana Transfer Umum, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan RI (Kemenkeu) menyampaikan bahwa Kemenkeu berharap DBH CHT lebih memberikan kontribusi peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat, terutama petani tembakau dan mengurangi dampak negatif dari konsumsi rokok.

Menurut Tri Endah Retnowati perwakilan Direktorat Tanaman Lada, Pala, dan Cengkeh, Kementerian Pertanian RI, saat ini Kementerian Pertanian sedang mengupayakan agar DBH CHT bisa membantu petani.

“Saat ini Kementerian Pertanian sedang mengupayakan agar DBH CHT untuk petani tembakau lebih banyak lagi, sehingga meningkatkan kehidupan mereka.”

Ia menyebutkan peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 7/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dipergunakan salah satunya untuk kegiatan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

“Dalam PMK tersebut, petani tembakau juga bisa menanam kopi dan kakao”, tambahnya.

Simak Video Berikut Ini:

Alokasi DBH CHT untuk Petani Masih Sangat Kecil

Kepala Bidang Perkebunan, Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Cisilia Sunarti dan Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Husnul Fauzi sepakat bahwa sejauh ini, alokasi DBH CHT untuk petani tembakau masih sangat kecil.

Yusmanto, Perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Daerah (Bappeda) Provinsi Jateng mengusulkan adanya proporsi spesifik bagi petani tembakau yang berasal dari DBH CHT untuk mengatasi masalah tersebut.

Selain itu, ia juga menekankan pentingnya keterbukaan informasi kepada petani mengenai jumlah impor tembakau.

“Mereka (para petani) mengeluhkan kenapa impor tembakau diperbolehkan? Sedangkan di negeri sendiri banyak produk tembakau yang tidak dapat terserap”, ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama Konsultan The Union, Fauzi Ahmad Noor, mengusulkan adanya perbaikan sistem tata niaga yang diawasi oleh pemerintah, karena selama ini permasalahan utama yang dihadapi oleh petani tembakau adalah persoalan tata niaga.

Solusi yang ditawarkan oleh pemerintah daerah sejauh ini adalah melakukan kemitraan yang saling menguntungkan dengan perusahaan. Hal ini berlawanan dengan pendapat para akademisi yang menyebutkan kemitraan dengan perusahaan justru membuat petani merugi dan kapok.

“Saat harga (tembakau) naik, petani tetap mendapatkan sesuai dengan harga kontrak yang telah ditetapkan. Ini yang diuntungkan bukan petani, tetapi industri. Jika kualitas tembakau buruk, perusahaan tidak mau membeli, padahal sudah ada kontrak”, menurut Retno Rusdjijati, Ketua Muhammadiyah Tobacco Control Center.

Para akademisi juga sepakat bahwa pemerintah harus hadir ketika ada petani yang ingin alih tanam dengan memberikan bantuan salah satunya dengan memanfaatkan alokasi DBH CHT.

Menurut Gumilang Aryo Sahadewo, Dosen dan Peneliti dari UGM, kenaikan cukai tidak akan banyak berpengaruh pada petani tembakau.

“Pemerintah dapat memanfaatkan DBH CHT atau earmarking cukai rokok untuk program yang mendukung peralihan tanaman alternatif tembakau”, ujarnya.

Hasil Riset

Hasil riset PKJS-UI menunjukkan bahwa petani tembakau lebih banyak mengeluhkan tentang tata niaga tembakau dan faktor cuaca, bukan pada kenaikan cukai.

“Petani ingin kenaikan cukai berdampak langsung pada petani melalui alokasi DBH CHT. Melalui pengelolaan alokasi DBH CHT yang baik, petani dapat memperoleh bantuan seperti alih tanam, diversifikasi, maupun pengolahan tembakau menjadi produk non-rokok. Namun, solusi alih tanam tidak dapat serta merta dipaksakan di seluruh daerah penghasil tembakau karena kondisi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemetaan potensi dan tantangan di masing-masing daerah agar solusi bagi petani tembakau sesuai dengan kondisi di daerah.” Tutup Suci Puspita Ratih, tim peneliti PKJS-UI.

Infografis COVID-19

Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet
Infografis Pro-Kontra Larangan Iklan Rokok di Internet. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya