Liputan6.com, Jakarta - Belum selesai kita menghadapi mutasi virus Corona varian Delta yang dianggap cepat menular, kini muncul jenis mutasi lain yang meningkatkan kekhawatiran di seluruh dunia, yaitu varian Lambda.
Mutasi virus penyebab COVID-19 yang dijuluki varian Lambda atau C.37 telah diidentifikasi di banyak negara, terutama di Amerika Selatan.
Baca Juga
Dilansir dari situs Health pada Rabu, 7 Juli 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjelaskan bahwa varian Lambda pertama kali diidentifikasi di Peru pada awal Desember 2020, dan sejak itu telah dilaporkan di 29 negara.
Advertisement
Menurut WHO juga, 81 persen kasus COVID-19 di Peru yang diurutkan sejak April 2021 telah dikaitkan dengan Lambda. Sementara di Chili, virus Corona varian Lambda menyumbang sekitar sepertiga dari kasus berurutan yang dilaporkan dalam 60 hari terakhir.
Â
Simak Video Berikut Ini:
WHO menganggap Lambda sebagai...
WHO pada 14 Juni 2021 menganggap Lambda sebagai variant of interest atau VOI. Artinya, mutasi tersebut diyakini memengaruhi penularan dan tingkat keparahan virus, serta menyebabkan penularan komunitas yang signifikan atau beberapa kluster COVID-19 di banyak negara, sehingga berkembang menjadi risiko yang muncul untuk kesehatan masyarakat di seluruh dunia.
Meski begitu, para ilmuwan tidak dapat mengatakan bahwa varian ini lebih menular meskipun Lambda meningkat di Peru.
"Saat ini tidak ada bukti yang menunjukkan itu lebih agresif daripada varian lain. (Lambda) Mungkin saja memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi, tetapi dibutuhkan lebih banyak penelitian untuk memastikannya," lapor penasihat Organisasi Kesehatan Pan-Amerika (PAHO) Jairo Méndez Rico.
Sementara itu Public Health England (PHE) kemudian menganggap Lambda sebagai variant under investigation atau varian yang sedang diselidiki.
Namun, menurut laporan itu, PHE mencatat bahwa saat ini tidak ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau membuat vaksin yang saat ini digunakan menjadi kurang efektif.
"Pada 25 Juni, PHE melaporkan enam kasus varian Lambda, yang semuanya terkait dengan perjalanan ke luar negeri," tulis laporan pejabat setempat.
Mengutip Livescience, pejabat Inggris sedang memantau varian lambda ini karena membawa sejumlah mutasi yang berpotensi membantu penyebaran virus. Varian ini memiliki tujuh mutasi pada 'protein lonjakan (Spike Protein)' dibandingkan dengan strain asli SARS-CoV-2 yang terdeteksi di Wuhan, Cina.
Beberapa dari mutasi ini berpotensi meningkatkan penularan virus atau mengurangi kemampuan antibodi tertentu untuk menetralisir, atau menonaktifkan virus, menurut WHO.
Misalnya, Lambda memiliki mutasi yang dikenal sebagai F490S yang terletak di domain pengikat reseptor (RBD) protein lonjakan, tempat virus pertama kali berlabuh ke sel manusia.
Sebuah makalah yang diterbitkan dalam jurnal Genomics edisi Juli mengidentifikasi F490S sebagai kemungkinan 'mutasi lolos dari vaksin' yang dapat membuat virus lebih menular dan mengganggu kemampuan antibodi yang dihasilkan vaksin untuk mengenali variannya.
Â
Advertisement
Apakah vaksin saat ini masih mempan?
Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) belum mengidentifikasi Lambda sebagai varian yang menarik. Namun CDC juga mewaspadai virus terus berubah melalui mutasi dan secara rutin memantau varian SARS-CoV-2 di AS.
Beberapa varian COVID-19 yang saat ini beredar di AS naik ke status yang lebih memprihatinkan. Alpha (B.1.1.7) Beta (B.1.351), Delta (B.1.617.2), dan Gamma (P.1) semuanya diklasifikasikan sebagai "variants of concern", yang berarti ada bukti peningkatan penularan dan penyakitnya lebih parah, dikutip dari CDC.
Sementara itu menurut PHE, saat ini tidak ada bukti bahwa varian ini menyebabkan penyakit yang lebih parah atau membuat vaksin yang saat ini digunakan menjadi kurang efektif. Namun diperlukan lebih banyak penelitian untuk melihat apakah mutasi ini benar-benar memengaruhi perilaku virus.
Infografis Yuk Ketahui Perbedaan Gejala Covid-19 Varian Alpha, Beta dan Delta.
Advertisement