Liputan6.com, Jakarta - Berbagai upaya untuk menghindari munculnya gelombang ketiga COVID-19 di Indonesia terus dilakukan. Namun, Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiolog Indonesia (PAEI) Masdalina Pane mengungkapkan potensi gelombang baru ini sebenarnya berbeda dengan yang sebelumnya.
"Saya belum melihat sebenarnya ada kemungkinan untuk gelombang ketiga, kenapa? Karena kondisi hari ini berbeda dengan kondisi tahun lalu. Kalau kita menggunakan data tahun lalu, memang terlihat ada potensi gelombang ketiga. Tapi ada yang berbeda lho," ujar Masdalina pada Health Liputan6.com, Jumat (19/11/2021).
Baca Juga
Cara Gampang Nonton Live Streaming Timnas Indonesia vs Arab Saudi di RCTI - Kualifikasi Piala Dunia 2026
Eliano Reijnders Masuk, Egy Maulana Keluar: Shin Tae-yong Coret 4 Pemain dari Timnas Indonesia Jelang Laga Melawan Arab Saudi
Cara Akses Link Live Streaming Babak Kedua Timnas Indonesia vs Arab Saudi 19 November
Masdalina menjelaskan, perbedaan kondisi tersebut berkaitan dengan vaksinasi yang telah dilakukan di Indonesia. Tahun lalu, Indonesia belum memiliki capaian vaksinasi COVID-19 sebanyak saat ini. Tahun lalu pun testing dan tracing juga belum dilakukan dengan baik.
Advertisement
"Tahun lalu kondisi kita belum terkendali sesuai dengan indikator pengendalian yang ada sekarang, karena indikator yang ada sekarang baru ada mulai bulan Juni 2021 ya. Jadi menurut kami, sebenarnya tidak ada risiko untuk terjadinya gelombang ketiga," kata Masdalina.
Namun, tetap ada pengecualian dalam hal ini. Masdalina menambahkan, kondisi akan berbeda jika pintu perbatasan dibuka dengan selebar-lebarnya. Gelombang ketiga juga berpotensi terjadi apabila varian terbaru AY.4.2 masuk ke Indonesia.
"Yang saat ini kita sedang waspadai kan AY.4.2. Nah kalau dia masuk, ada kemungkinan untuk terjadinya gelombang ketiga. Sepanjang itu tidak masuk, enggak ada risiko untuk gelombang ketiga," ujar Masdalina.
Hal inipun berkaitan dengan rencana Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 3 jelang libur Natal dan tahun baru (Nataru). Menurutnya, upaya tersebut tentu bisa membantu mengurangi mobilitas dan potensi kenaikan kasus aktif di Indonesia.
"PPKM Level 3 itu kan sebenarnya bukan berarti ditutup. Tetapi aktivitas dikurangi gitu ya. Aktivitas sebenarnya tetap bisa berlangsung. Tetapi aktivitasnya dikurangi," kata Masdalina.
"Jam buka tutupnya dikurangi, yang biasanya bisa sampai jam 21.00 malam, ini dikurangi sesuai Level 3 yaitu jam 19.00 malam. Tetapi tetap masyarakat boleh beraktivitas, tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat," tambahnya.
Harus terkontrol dengan baik
Menurut Masdalina, selama pengendalian tersebut berada pada dibawah batas aman atau undercontrol, sebenarnya PPKM Level 3 pun tidak begitu berpengaruh pada sektor pendidikan, ekonomi, dan kehidupan sosial.
"Asalkan dia terkendali. Tetapi ketika kasus itu kemudian meningkat, indikator-indikator kemudian meningkat, di situlah pembatasan-pembatasan mulai dilakukan," ujar Masdalina.
"Jadi pembatasan itu bukanlah upaya untuk membuat warga terkurung. Tapi itu adalah upaya kita untuk bisa hidup bersama COVID-19. Sebenarnya itu," tambahnya.
Masdalina menjelaskan, apabila usaha pemerintah memberlakukan PPKM Level 3 untuk mengurangi mobilitas, itu bisa menjadi sesuatu yang efektif. Namun, untuk menurunkan tingkat jumlah kasus sebenarnya tidaklah setara.
"Yang lebih tepat untuk melakukan penurunan jumlah kasus itu adalah tes yang lebih kuat. Selain lebih kuat, juga harus tepat sasarannya. Lalu dilakukan isolasi dan karantina, itu sebenarnya intervensi utamanya. Ditambah dengan vaksinasi," kata Masdalina.
Advertisement