Negara G20 Investasi 20 Miliar Dolar per Tahun Demi Eliminasi Tuberkulosis 2030

Investasi tersebut untuk riset mengenai Tuberkulosis dan juga vaksin TB serta pengobatannya.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 31 Mar 2022, 05:30 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2022, 05:30 WIB
Dante Saksono Harbunowo, G20, KTT G20, TB, Tuberkulosis, TBC
Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbunowo dalam Side Event Tuberkulosis G20 Indonesia 2022 di DI Yogyakarta pada 29 s/d 30 Maret 2022 (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, DI Yogyakarta - Wakil Menteri Kesehatan Republik Indonesia, dr Dante Saksono Harbunowo, menekankan bahwa sebenarnya Tuberkulosis (TB) sudah menjadi salah satu penyakit yang paling mematikan sebelum COVID-19 ada. TB ada di seluruh dunia dan angka kematiannya sangat besar.

Itu mengapa, kata Dante, salah satu komitmen dari pertemuan Side Event Tuberkulosis G20 Indonesia 2022 di DI Yogyakarta pada 29 s/d 30 Maret 2022 adalah membuat komitmen bersama melakukan investasi untuk TB.

"Dan, kita sepakat untuk melakukan investasi sebanyak 20 miliar dolar per tahun dari 2023 sampai 2030," kata Dante kepada Health Liputan6.com di sela-sela acara.

Menurut Dante, investasi tersebut digunakan untuk penggunaan pelayanan vaksin, penggunaan obat-obatan, dan ditambah lagi untuk penelitian (research). 

"Itu kira-kira 4 miliar dolar setahun, khusus untuk riset," Dante menambahkan. 

Saat ditanya apakah investasi sebesar itu adalah komitmen negara-negara G20 atau global, Dante, menjawab,"Ajakan kita yang dimotori G20 dan ini akan di-sounding dan dibuat noice ke WHO global, para pendonor, dan mereka yang berkecimpung di dunia Tuberkulosis.".

Semua itu dilakukan agar angka kematian TBC tidak menjadi momok di seluruh dunia. "Dan, kia harapkan kita bisa melakukan eradikasi angka Tuberkulosis di tahun 2030 di seluruh dunia," katanya.

 

Beban TB Dunia

Warga Binaan Melakukan Pemeriksaan Tuberkulosis di LP Cipinang
Aktivitas warga binaan yang terkena penyakit Tuberkulosis di Balai Pengobatan Lapas Cipinang, Jakarta, (24/2/2015). Catatan WHO, kasus TB di lembaga pemasyarakatan di Indonesia, 11 hingga 81 kali dari populasi umum. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Bidang Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI, Prastuti Soewondo menjelaskan bahwa negara-negara anggota G20 --- terutama negara dengan tingkat pendapatan rendah dan menengah --- berkontribusi pada 50 persen beban TB dunia.

Meski begitu pada 2019 s/d 2020, kurang dari 50 persen kebutuhan pengobatan dan pencegahan serta penelitian dan pengembangan TBC yang terpenuhi, sebagaimana dimandatkan pada deklarasi UNHLM. 

Hal ini, kata dia, membuat para pemimpin negara perlu memobilisasi sumber daya empat kali lipat dari sebelumnya bagi pengobatan dan pencegahan TBC sebesar 9,8 miliar dolar dan penelitian dan pengembangan sebesar 2,4 miliar dolar setiap tahunnya.

"Kurangnya investasi pada TBC, bahkan pada saat sebelum pandemi, berdampak pada hilangnya 1,5 juta nyawa dan kerugian sebesar 17,5 triliun dolar dari 2020 s/d 2050," katanya.

Oleh sebab itu, biaya yang ditimbulkan TBC dapat menjadi sangat besar jika diperlakukan secara business as usual.

Lebih lanjut dia, mengatakan, pembiayaan penanggulangan TBC memerlukan upaya multisektor dan sistematik untuk dapat mencapai populasi berisiko yang menjadi komponen fundamental dalam penyediaan jaminan sosial yang efektif.

 

Penanggulangan TBC Dunia

Warga Binaan Melakukan Pemeriksaan Tuberkulosis di LP Cipinang
Seorang warga binaan mendapatkan perawatan penyakit tuberkulosis (TB) di Lapas Cipinang, Jakarta, Selasa (24/2/2015). Catatan WHO, kasus TB di lembaga pemasyarakatan di Indonesia, 11 hingga 81 kali dari populasi umum. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Di sesi ke-1 Side Event Tuberkulosis G20 Indonesia 2022, Director WHO TB Programme, Tereza Kasaeva juga menyinggung perihal penanggulangan TBC secara global yang mengalami penurunan selama pandemi COVID-19.

Tereza bilang mayoritas pendanaan penanggulangan Tuberkulosis di dunia sebesar 81 persen berasal dari sumber daya domestik.

"Ini menunjukkan bahwa investasi lebih besar dibutuhkan, baik melalui sumber daya domestik, bilateral, maupun multilateral," katanya.

Dalam penjelasannya Tereza memaparkan tiga alasan investasi pada TB penting untuk dilakukan, yaitu:

1. Terhindar dari hilangnya nyawa dan biaya penanggulangan TBC yang signifikan

2. Memerkuat sistem kesehatan dan meningkatkan kesiapan pandemi.

3. Investasi pada TBC dapat menyelesaikan persoalan-persoalan ketimpangan sosial.

4. Vaksin TBC baru dibutuhkan untuk meniadakan epidemi Tuberkulosis secara keseluruhan.

 

Menyudahi TB di 2030

Ilustrasi tuberkulosis
Ilustrasi tuberkulosis Foto oleh Anna Shvets dari Pexels

Dilanjutkan Global Co-Chair, Global Tb Caucus - Lord Herbert of South Downs, kebutuhan pendanaan TBC hingga saat ini belum terpenuhi. Upaya pendanaan --- baik domestik, bilateral, maupun multilateral --- merupakan cerminan dari kemuan dan komitmen politik guna memerangi TB.

Menurutnya, peran parlemen sangat penting karena anggota parlemen memiliki fungsi penganggaran dan legislasi. Fokus pada TB bukan untuk berkompetisi dengan penyakit lainnya, tetapi untuk mengatasi semua penyakit secara bersamaan.

"Parlementer bisa menjadi sangat efektif dalam membukakan jalan bagi banyak pihak atas pendanaan atas upaya penanggulangan TBC," katanya.

"Salah satu potensi yang perlu mulai dilakukan adalah parlemen bekerja sama dengan sektor swasta untuk memenuhi kebutuhan pendanaan TBC," pungkasnya.

 

 

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19

Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Ayo Jadikan 2022 Tahun Terakhir Indonesia dalam Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya