Liputan6.com, Kabupaten Musi Rawas Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy menanggapi rekomendasi Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) yang memberhentikan permanen Terawan Agus Putranto dari anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Bahwa pemberhentian dokter Terawan dari keanggotaan dinilai agak berlebihan. Semestinya, masalah adanya pelanggaran etika kedokteran bisa diselesaikan melalui rembugan secara baik-baik.
Advertisement
Baca Juga
"Pak Menkes (Budi Gunadi Sadikin) sudah berbicara dengan saya mengenai langkah yang akan dilakukan (menyelesaikan permasalahan antara Terawan dan IDI). Nanti akan kita tindak lanjuti," ujar Muhadjir di sela-sela kunjungan di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan pada Kamis, 31 Maret 2022.
Lebih lanjut, Muhadjir mengakui dirinya telah bertemu dengan Ketua Umum Pengurus Besar IDI Periode 2022-2025 yang baru dikukuhkan, Adib Khumaidi. Dari hasil pertemuan dengan Adib, Muhadjir mendapat penjelasan rinci.
"IDI pada prinsipnya terbuka dan akan berusaha mencari titik temu berkait dengan pelanggaran kode etik yang menimpa dokter Terawan," lanjutnya melalui pernyataan resmi yang diterima Health Liputan6.com.
Pemberhentian Terawan Sudah Dilakukan dengan Pertimbangan
MKEK IDI merekomendasikan pemberhentian mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dari keanggotaan IDI, yang disampaikan dalam Muktamar IDI ke-31 yang digelar di Banda Aceh, Aceh pada 21 - 25 Maret 2022.
Dari hasil Muktamar ke-31, bukan kali pertama MKEK menjatuhkan sanksi pemberhentian kepada Terawan. Pada tahun 2018 lalu, sempat juga beredar surat keputusan pemberhentian sementara karena Terawan dinilai menyalahi kode etik kedokteran melalui metode Digital Subtraction Angiography (DSA) atau lebih dikenal dengan cuci otak.
Pada konferensi pers PB IDI, Ketua MKEK IDI, Djoko Widyarto menjelaskan, pemberhentian Terawan dari keanggotaan IDI sudah dilakukan dengan segala pertimbangan.
"Kaitannya dengan kasus sejawat dokter Terawan, pertimbangannya cukup luas. Kalau saya baca apa yang diputuskan di dalam sidang ke kemahkamahan pada tahun 2018 yang lalu, pertimbangannya cukup banyak," beber Djoko, Kamis (31/3/2022).
"Kita pahami bersama, apa yang dilakukan di dalam Muktamar IDI ke-31 kemarin itu tidak serta merta, tapi itu merupakan sebuah proses panjang karena Muktamar IDI di Samarinda tahun 2018 juga ada satu keputusan. Bahwa untuk kasus dokter terawan ini, kalau tidak ada indikasi itikad baik mungkin ada diberikan pemberatan untuk hukumannya untuk sanksinya."
Advertisement