Liputan6.com, Jakarta Kata healing rasa-rasanya karib di telinga ya. Kata ini kerap sekali digunakan beberapa waktu belakangan.
Healing memiliki makna pemulihan dari kejenuhan, stres, atau capek psikis. Lalu, apa iya harus diwujudkan dengan berlibur ke tempat-tempat wisata atau menginap di hotel?
Baca Juga
Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Galang Lufityanto mengatakan konsep healing saat ini kebanyakan dimaknai dengan liburan atau staycation. Padahal, healing adalah proses penyembuhan diri secara psikologis.
Advertisement
"Healing itu proses membuat psikologis kita jadi sehat lagi atau proses menyembuhkan, mengobati diri secara psikologis," kata Galang mengutip Antara.
Hal terpenting ketika ingin pulih dari rasa jenuh atau stres ya dengan mengetahui masalah lalu mencari penyelesaiannya.
"Cari dulu masalahnya apa, baru healing. Misalnya karena ada masalah dengan rekan kerja atau atasan maka healing dengan liburan atau staycation jadi tidak cocok. Ini malah seperti melarikan diri," katanya di Yogyakarta.
Tidak Selalu Healing dengan Liburan
Menurutnya, iburan bisa menjadi pilihan healing apabila persoalan yang dihadapi terkait dengan padatnya pekerjaan sehingga tidak punya waktu untuk beristirahat. Dalam kondisi tersebut, healing dengan liburan atau staycation menjadi cara yang pas untuk mengurai kelelahan kerja.
Namun healing tidak selalu identik dengan hal mahal. Termasuk tidak harus selalu dengan berlibur atau staycation di hotel mewah.
Healing bisa dilakukan di rumah sesederhana mengerjakan hobi."Bisa dilakukan dengan membuat proyek-proyek kecil di rumah. Misalnya mengerjakan hobi seperti merancang, memasak, menjahit, dan lainnya," kata dia.
Dengan melakukan aktivitas ringan yang bisa menghasilkan sesuatu dengan cepat, ujar Galang, hal ini memunculkan perasaan lebih bahagia karena mampu mencapai tujuan.
Selain itu, dapat pula dengan mindfulness, yakni teknik melatih fokus untuk memahami diri sendiri dengan apa yang dirasakan dan dialami.
"Mindfulness ini adalah salah satu teknik healing yang cukup efektif. Contohnya bisa dengan relaksasi seperti meditasi maupun mengatur pernapasan," katanya.
Advertisement
Healing Libatkan 3 Aspek
Senada dengan Galang, psikolog klinis Nirmala Ika mengatakan bahwa healing mencakup beberapa hal.
"Healing tidak sesederhana jalan-jalan ke alam. Untuk bicara tentang healing sebenarnya harus mencakup tiga hal,” kata Nirmala kepada Health Liputan6.com, bebeapa waktu lalu. (Baca: Tak Sesederhana Jalan-Jalan di Alam, Ini 3 Hal yang Mencakup Proses Healing)
Ketiga hal yang dimaksud Nirmala adalah level kognisi, level emosi, dan level perubahan perilaku. Setiap level membutuhkan cara healing yang berbeda-beda. Dari level kognisi bisa dengan konseling, coaching, mendengar motivator, dan membaca kata-kata motivasi.
Di level emosi, seseorang dapat diproses secara khusus dengan ahli. Sedangkan, di level perubahan perilaku ada hal-hal yang perlu dilakukan seperti jika masalah yang dihadapi adalah kurang produktif di lingkungan kerja maka perubahan perilaku yang dapat dilakukan adalah mencoba belajar membuat jadwal.
“Alam adalah salah satu caranya karena dengan alam kita dapat energi dan ketenangan. Memang ada terapi di alam dan menurut teori alam memang baik, tapi enggak semua orang juga bisa ke alam.”
Jika Healing Tidak Terlaksana
Jjika proses healing tidak dilaksanakan maka akan ada isu yang tak terselesaikan.
“Kalau healing tidak terlaksana bisa dibilang kita punya isu yang tak selesai-selesai dan ini bisa terbawa sampai tua bahkan bisa diturunkan ke anak-anak,” kata Nirmala,
Ia memberi contoh isu yang tidak terselesaikan dapat berdampak pada model pengasuhan anak di kemudian hari. Misalnya, orangtua selalu menerapkan cara pengasuhan pada anak sesuai dengan pengasuhan yang ia terima ketika masih kecil.
“Misalnya ada istilah, ‘dulu mama atau papa lebih berat dari pada ini’ atau ‘dulu kakekmu lebih kasar, dan yang mama lakuin sekarang tuh baik’ ini menunjukkan masih ada isu yang belum selesai dan dia melimpahkan kepada anaknya.”
Selain berdampak pada pengasuhan, isu yang tak selesai juga bisa terbawa ke lingkungan kerja. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana seseorang memperlakukan orang lain di lingkungan kerja.
Misal, atasan yang memperlakukan bawahan dengan seenaknya karena ia pun mengalami hal tersebut di masa lalu.
Advertisement