Pasien Hepatitis Akut, Perlukah untuk Lakukan Transplantasi Hati?

Transplantasi hati umumnya dilakukan untuk pasien hepatitis yang sebelumnya pernah ada.

oleh Diviya Agatha diperbarui 14 Mei 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi hepatitis akut misterius pada anak. Foto: Pixabay
Ilustrasi hepatitis akut misterius pada anak. Foto: Pixabay

Liputan6.com, Jakarta Hepatitis merupakan suatu kondisi yang menyebabkan adanya peradangan di hati. Biasanya, pasien-pasien hepatitis bisa melakukan transplantasi hati bila mengalaminya.

Namun bagaimanakah dengan acute hepatitis of unknown aetiology atau hepatitis akut yang belum diketahui penyebabnya ini?

Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Mohammad Syahril mengungkapkan bahwa pasien hepatitis misterius mungkin saja melakukan transplantasi hati.

Seperti pada kasus-kasus hepatitis di Indonesia, Syahril menuturkan bahwa transplantasi umum dilakukan untuk pasien hepatitis.

"Tidak menutup kemungkinan kelak pasien hepatitis (akut) ini juga akan mendapatkan transplantasi hati," ujar Syahril dalam konferensi pers Update Perkembangan Kasus Hepatitis Akut di Indonesia ditulis Sabtu (14/5/2022).

Sebelumnya, Syahril juga mengungkapkan bahwa hepatitis merupakan penyakit yang bisa disembuhkan. Bahkan ketika sembuh, pasiennya bisa kembali seperti biasa tanpa ada gejala yang menetap.

"Penyakit ini penyakit yang juga bisa sembuh. Maka ketika dia dinyatakan sembuh, dia bisa kembali seperti biasa, tidak ada gejala yang menetap atau bahkan menjadi tambah berat," kata Syahril.

"Tetapi kemungkinan untuk dia kena lagi, bisa. Apabila dia kontak lagi pada orang atau pasien yang kena hepatitis akut," tambahnya.

Sejauh ini berdasarkan data Kemenkes, hingga Jumat (13/5), pasien dengan dugaan hepatitis akut sudah mencapai 18 orang. Ketujuh diantaranya telah meninggal dunia.

Hal tersebut lantaran pasien kebanyakan datang sudah dalam kondisi yang berat atau terlambat untuk tertangani.

Pasien Meninggal Datang dengan Kondisi Berat

Syahril menuturkan, terdapat pasien yang sudah tiba di rumah sakit dalam keadaan kejang, kesadaran sudah menurun. Sehingga pihak rumah sakit tidak memiliki waktu yang cukup untuk melakukan tindakan pertolongan lebih lanjut.

Maka berkaitan dengan hal tersebut, Syahril menyarankan orangtua untuk lebih peduli pada kesehatan anak. Terutama bila sudah ada gejala yang muncul.

"Untuk itu kita mengingatkan care (peduli) dengan keadaan ini karena cepat sekali ya hepatitis ini. Jangan sampai menunda gejala berat (baru ke RS)," ujar Syahril.

Gejala awal yang berkaitan dengan hepatitis akut sejauh ini berupa sakit perut, mual, muntah, dan diare.

Tak hanya itu, hepatitis akut juga memiliki gejala lanjutan seperti area mata dan kulit yang menguning, perubahan warna feses menjadi putih, dan perubahan warna air kencing hingga berwarna pekat seperti teh.

Maka, orangtua juga diminta untuk tidak menunggu anak menunjukkan adanya gejala kuning, kejang, atau bahkan tidak sadar baru membawa anak ke dokter.

"Supaya cepat ditangani. Supaya tidak berlanjut lebih berat," kata Syahril.

Jangan Tunggu hingga Anak Kuning

Bila anak atau orang sekitar menunjukkan gejala yang serupa dengan hepatitis akut, maka disarankan untuk langsung memeriksakan kondisi ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat.

"Kita mengingatkan agar masyarakat lebih peduli terhadap kejadian ini karena kejadiannya cepat sekali, maka kita tidak boleh menunda sampai ada gejala-gejala yang berat," ujar Syahril.

"Jangan menunggu sampai mata atau kulit kuning, sampai tidak sadar dan kejang-kejang. Tapi mulai dari gejala-gejala awal seperti mual, muntah diare harus segera ditangani agar tidak berlanjut ke gejala yang lebih berat," Syahril menuturkan.

Sejauh ini, dari 18 kasus yang ada di Indonesia, sembilan diantaranya masuk dalam status pending classification, tujuh discarded (sembuh), satu dalam proses verifikasi, dan satu probable.

Ketujuh kasus discarded yang ada terdiri dari 1 orang positif Hepatitis A, 1 orang positif Hepatitis B, 1 orang positif Tifoid, 2 orang demam berdarah dengue, 2 lainnya berusia lebih dari 16 tahun.

Selain itu, dari hasil investigasi kontak tidak ditemukan adanya penularan langsung dari manusia ke manusia.

Faktor Risiko Hepatitis Misterius

Dalam kesempatan berbeda, Ketua Unit Kerja Koordinasi Gastrohepatologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Muzal Kadim, SpAK mengungkapkan bahwa faktor risiko terbesar yang menyebabkan seseorang terinfeksi virus seperti hepatitis adalah imunitas lemah.

"Misalnya pada kondisi gizi kurang, gizi buruk. Pada kondisi anak yang mendapatkan obat-obatan tertentu yang menekan sistem imun," kata Muzal dalam diskusi media Hepatitis Akut yang Belum Diketahui Etiologinya pada Sabtu, 7 Mei 2022.

"Pada kondisi anak yang HIV atau kondisi tertentu yang menyebabkan sistem imunnya berkurang," Muzal menjelaskan.

Namun pada beberapa kasus diduga hepatitis misterius yang ada, justru tidak ditemukan permasalahan imunitas lemah tersebut.

"Justru itu makanya agak aneh, unik. Kasusnya berat, tapi pada anak-anak yang tidak mempunyai faktor risiko immunocompromised (sistem imun yang lemah) tersebut. Jadi saat ini masih dicari ya," ujar Muzal.

Berkaitan dengan hal tersebut, Kemenkes RI dan IDAI saat ini juga telah melakukan investigasi lebih lanjut terkait hepatitis misterius.

infografis journal
infografis journal Kenapa Hepatitis Misterius Menyerang Anak-Anak?. (Liputan6.com/Trie Yasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya