Studi: Obat COVID-19 Paxlovid Tidak Tunjukkan Manfaat Signifikan pada Kelompok Usia Ini

Sebuah studi menemukan bahwa Paxlovid lebih bermanfaat bagi lansia atau orang dengan masalah imunitas. Namun tidak begitu bermanfaat bagi orang dewasa muda.

oleh Diviya Agatha diperbarui 26 Agu 2022, 17:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2022, 17:00 WIB
Obat COVID-19 Paxlovid buatan Pfizer
Obat COVID-19 Paxlovid buatan Pfizer. (Dok. Pfizer)

Liputan6.com, Jakarta Sebuah studi yang dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine mengungkap informasi baru terkait efektivitas obat COVID-19 buatan Pfizer, Paxlovid. Obat antivirus satu ini ternyata tidak menunjukkan manfaat yang signifikan pada orang dewasa muda.

Studi yang dipublikasikan pada Rabu 24 Agustus 2022 tersebut menemukan, Paxlovid lebih efektif pada lansia untuk mengurangi risiko rawat inap dan kematian. Paxlovid diketahui mengurangi persentase rawat inap sebanyak 75 persen pada orang berusia 65 tahun keatas.

Namun pada orang-orang dengan usia 40-65 tahun, tidak terlihat adanya manfaat yang terukur dari catatan medis para pasien. Temuan tersebut juga mencerminkan sifat pandemi COVID-19 yang kini telah mengalami perubahan.

"Paxlovid akan tetap penting bagi orang-orang dengan berisiko tinggi pada keparahan COVID-19, seperti lansia dan untuk mereka yang memiliki sistem kekebalan terganggu," ujar peneliti dan dokter University of Minnesota, David Boulware mengutip Channel News Asia pada Jumat, (26/8/2022).

"Tapi pada sebagian besar orang Amerika yang sekarang telah memenuhi syarat vaksinasi, ini tidak terlalu memberikan manfaat bagi mereka," tambahnya.

Selama ini, Paxlovid telah banyak digunakan untuk pengobatan COVID-19 termasuk di Amerika Serikat. Bahkan, pemerintahan Joe Biden telah menghabiskan uang lebih dari 10 miliar USD untuk membeli Paxlovid dan membuatnya tersedia pada ribuan apotek.

Sebagian besar masyarakat kini dianggap telah terlindungi dari vaksinasi atau infeksi COVID-19. Pada orang dewasa muda khususnya, vaksinasi dapat mengurangi risiko komplikasi dan keparahan yang diakibatkan oleh virus SARS-CoV-2 ini.

 

Keterbatasan Penelitian

Ilustrasi Penelitian
Ilustrasi Penelitian. Credit: pexels.com/Thunder

Di sisi lain, penelitian ini mengaku memiliki kekurangan yakni keterbatasan dalam hal partisipan. Para peneliti melakukan uji pada 109.000 pasien di Israel dan tidak menggunakan partisipan secara acak dari daerah lainnya.

Berdasarkan standar, penelitian medis dapat dikatakan akurat jika menggunakan partisipan secara acak yang tersebar dalam macam-macam daerah. Juru bicara Pfizer sendiri hingga kini masih menolak untuk memberikan komentar terkait temuan dalam penelitian satu ini.

Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) Amerika Serikat telah mengizinkan penggunaan Paxlovid pada akhir tahun lalu untuk orang dewasa dan anak-anak berusia 12 tahun ke atas yang dianggap berisiko tinggi.

Risiko tinggi tersebut termasuk pada orang dengan obesitas, diabetes, dan penyakit jantung. Hal tersebut lantaran lebih dari 42 persen orang dewasa AS dianggap obesitas, mewakili 138 juta orang Amerika, menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC).

Saat memberikan keputusan tersebut, FDA diketahui tidak memiliki pilihan lain untuk mengobati COVID-19 dari rumah. Sehingga Paxlovid dianggap penting untuk membatasi jumlah rawat inap dan kematian pada gelombang kedua pandemi COVID-19.

Penting untuk Orang yang Belum Vaksinasi dan Risiko Tinggi

Ilustrasi obat COVID-19
Photo by freestocks on Unsplash

FDA mengungkapkan bahwa keputusannya mengizinkan Paxlovid digunakan didasari oleh studi Pfizer soal pasien berisiko tinggi yang belum divaksinasi atau dirawat karena infeksi COVID-19 sebelumnya.

"Orang-orang itu (berisiko tinggi dan belum vaksinasi) memang ada. Tetapi mereka relatif jarang karena kebanyakan orang sekarang sudah divaksinasi atau mereka sudah pernah terinfeksi COVID-19," ujar David.

Pfizer sendiri sebagai perusahaan yang memproduksi Paxlovid melaporkan pada awal musim panas ini bahwa Paxlovid pada orang dewasa yang sehat, divaksinasi da tidak divaksinasi tidak menunjukkan manfaat apapun yang signifikan. Namun, hasil dari penelitian tersebut belum dipublikasi pada jurnal medis.

Berdasarkan catatan, lebih dari 3,9 juta resep untuk Paxlovid telah terisi sejak obat tersebut disahkan. Selama ini penggunaan Paxlovid dianjurkan sebanyak dua kali sehari selama lima hari.

Didukung Penggunaannya oleh Gedung Putih

Gedung Putih (White House)
Gedung Putih (White House)

Seorang juru bicara Gedung Putih, Kevin Munoz menunjuk beberapa makalah baru yang mengungkapkan bahwa Paxlovid tetap bermanfaat untuk membantu mengurangi rawat inap diantara orang berusia 50 tahun keatas.

"Risiko untuk hasil yang parah dari COVID-19 ada di sepanjang gradien, dan semakin banyak bukti menunjukkan bahwa individu antara usia 50 dan 64 juga dapat mengambil manfaat dari Paxlovid," kata Kevin Munoz dalam sebuah pernyataan.

Pejabat administrasi pun telah bekerja selama berbulan-bulan untuk meningkatkan penggunaan Paxlovid, membuka ribuan situs di mana pasien yang dites positif dapat mengisi resep.

Bulan lalu, pejabat AS juga memperluas akses lebih lanjut dengan mengizinkan apoteker meresepkan obat. Bahkan, Gedung Putih mengisyaratkan bahwa mereka akan segera berhenti membeli vaksin, obat-obatan, dan tes COVID-19 untuk dialihkan ke pihak asuransi swasta.

Di bawah skenario itu, perusahaan asuransi dapat menetapkan kriteria baru kapan mereka akan membayar pasien untuk menerima Paxlovid.

Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Meroketnya Harga Obat dan Asupan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya