Liputan6.com, Jakarta Jurnal ilmiah Morbidity and Mortality Weekly Report 19 Agustus 2022 melaporkan hasil penelitian mereka yang menunjukkan ditemukannya materi genetik cacar monyet pada berbagai permukaan alat/benda di rumah dua pasien cacar monyet di Utah, Amerika serikat.
Kedua pasien ini mendapat cacar monyet sesudah kembali dari perjalanan keluar negeri (sama seperti kasus kita di Jakarta) dan diisolasi di rumahn ya selama 20 hari.
Baca Juga
Sesudah itu maka petugas kesehatan setempat dari “Utah Department of Health and Human Services (UDHHS)” datang kerumah itu untuk mengambil sampel dari 30 obyek di 9 area rumah itu, termasuk pakaian, tempat duduk, selimut, pegangan pintu dll.
Advertisement
Dari 30 spesimen ini, 21 spesimen (70%) ternyata memberi hasil polymerase chain reaction (PCR) positif. Para penelitian kemudian melanjutkan penelitiannya dengan mencoba menumbuhkan virus dari PCR positf itu, tetapi memang ternyata tidak ada yang tumbuh di kultur di laboratorium.
Karena kasus pertama kita juga di isolasi mandiri di rumah, dan sekarang sudah sekitar 10 hari isolasi sesudah kasusnya terkonfirmasi pada 19 Agustus yang lalu, maka sebaiknya pada kasus satu orang kita ini juga dilakukan penelitian di rumahnya sesudah masa isolasi selesai, jadi ada waktu untuk persiapan sejak sekarang.
Bentuk penelitian seperti ini adalah laik laksana di Jakarta, jadi baiknya memang harus dilakukan. Jadi, kita bukan hanya punya data Indonesia, tetapi juga dapat dipublikasi di jurnal internasional untuk memperkaya khasanah ilmu pengetahuan global agar dunia dan kita semua dapat mengendalikan cacar monyet dengan lebih baik. Indonesia memang harus terus menggalakkan riset kesehatan.
Lebih Baik Isolasi Mandiri atau Rumah Sakit?
Kasus pertama cacar monyet di Indonesia, seorang pria berumur 27 tahun asal DKI Jakarta yang baru saja pulang dari luar negeri, menjalani isolasi mandiri di rumah, tidak di rumah sakit.
Sebenarnya setidaknya ada tiga pertimbangan apakah pasien dengan monkeypox perlu diisolasi di rumah sakit atau dapat di rumah saja, yaitu:
1. Seberapa beratnya keluhan dan gejala yang dialami.
2. Apakah pasien memiliki keadaan kesehatan atau faktor risko yang memungkinkan penyakitnya menjadi lebih berat.
3. Apakah pasien memang dapat menjamin meminimalisir kemungkinan penularan ke orang lain kalau dia diisolasi di rumah.
Advertisement
Anjuran WHO
Kalau keputusan akhirnya adalah untuk dilakukan isolasi di rumah, seperti juga kasus pertama kita ini, maka WHO menganjurkan enam hal:
1. Gunakan kamar mandi terpisah, atau bersihkan kamar mandi dan toilet setiap kali habis dipakai.
2. Bersihkan benda-benda yang dipegang pasien dengan air dan sabun atau desinfektan. Disebutkan agar jangan gunakan alat penghisap (vacuum) untuk membersihkan karena partikel virus cacar monyet malah dapat menyebar dan menimbulkan penularan.
3. Gunakan alat makan, handuk, seperai dll. yang terpisah, jangan digunakan bersama orang sehat di rumah.
4. Pasien sebaiknya mencuci sendiri pakaian, seperei, handuk, dan lain-lain yang dia gunakan. Mencucinya jangan terlalu banyak dikucek dan cuci dengan air hangat di atas 60 derajat Celsius.
Kalau terpaksa yang mencuci adalah orang lain maka si pencuci dianjurkan harus memakai masker dan sarung tangan.
5. Bukalah jendela kamar agar terjadi pertukan udara dengan baik.
6. Anjurkan semua orang di rumah untuk selalalu mencuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer.
WHO juga menyebutkan bahwa isolasi perlu dilakukan sampai seluruh kelainan kulit sudah lepas dan baik, serta lapisan kulit baru di bawahnya sudah mulai terbentuk.
7 Hal yang Perlu Diketahui Seputar Cacar Monyet
Pertama, sesuai data resmi World Health Organization (WHO) sampai 17 Agustus 2022, maka sudah ada lebih dari 35.000 kasus cacar monyet dari 92 negara di dunia (kasus di Indonesia belum masuk perhitungan). Lalu, per tanggal itu sudah ada 12 kematian.
Kedua, angka kasus cacar monyet di dunia terus naik dengan peningkatan 20 persen seminggu. Tentu kita perlu amati bagaimana perkembangan kasus di negara kita sesudah adanya laporan kasus pertama pada Sabtu, 20 Agustus 2022.
Ketiga, sejauh ini sebagian besar kasus adalah mereka yang laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. WHO menyampaikan bahwa negara dapat mendesain dan memberi informasi dan pelayanan kesehatan pada kelompok ini, tentu dengan cara yang baik dan sesuai hak asasi, martabat dan kehormatan diri.
Perlu juga ditegaskan bahwa tentu siapapun dapat terkena penyakit ini, apapun latar belakangnya.
Keempat, WHO menyatakan bahwa semua negara, tentu termasuk Indonesia harus siap menghadapi cacar monyet. WHO sudah menyatakan sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD), kalimatnya bukan “Kedaruratan Kesehatan Global”.
Semua perlu melakukan upaya kesehatan masyarakat untuk menghentikan penularan cacar monyet dinegaranya, apalagi kalau sudah ada kasus seperti di negara kita ini.
Kelima, ada sedikitnya enam upaya kesehatan yang harus dilakukan, apalagi kalau sudah ada kasus seperti kita ini. Berikut rinciannya:
- Peningkatan surveilan penyakit
- Penelusuran kasus yang ketat
- Komunikasi risiko yang baik
- Keterlibatan aktif masyarakat
- Upaya penurunan risiko (risk reduction measures)
- vaksinasi.
Kita tentu berharap agar di negara kita setidaknya ke enam upaya kesehatan ini dapat dilakukan dengan maksimal.
Keenam, memang ketersediaan vaksin cacar monyet di dunia saat ini masih terbatas. WHO bahkan menegaskan bahwa mereka khawatir bahwa ketimpangan pemerataan vaksin yang pernah terjadi untuk COVID-19 akan terjadi lagi pada pengendalian cacar monyet ini. Maka dari itu, baik kalau Indonesia segera mengadakan vaksin di lapangan untuk yang membutuhkan.
Ketujuh, WHO sudah memberi penamaan baru untuk clade/galur/jenis cacar monyet. Yang dulu dikenal sebagai clade Congo Basin atau Afrika Tengan kini disebut sebagai clade I, dan yang clade/galur Afrika Barat disebut clade II.
**Penulis adalah Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Mantan DirJen Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan serta Mantan Kepala Balitbangkes
Advertisement