Bahas Precision Medicine, Wamenkes Dante Saksono Ungkap Teknis Pengobatan di Masa Depan

Wakil Menteri Kesehatan Prof.dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D. secara resmi menjadi guru besar tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 22 Okt 2022, 16:00 WIB
Diterbitkan 22 Okt 2022, 16:00 WIB
Prof.dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D. dikukuhkan menjadi guru besar tetap Universitas Indonesia
Prof.dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D. dikukuhkan menjadi guru besar tetap Universitas Indonesia

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Kesehatan Prof.dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD-KEMD., Ph.D. menyampaikan  perkembangan teknologi pengobatan di masa depan.

Menurutnya, mendeteksi penyakit berbasis genetik saat ini tengah dikembangkan di Indonesia. Hal ini akan meningkatkan kesembuhan dan menekan biaya pengobatan.

"Kita tahu dulu waktu perkembangan awal-awal ilmu kedokteran ilmu kedokteran itu namanya intuitif medicine, kemudian berkembang menjadi evidence base medicine. Itu semua berpatokan pada penelitian kemudian penelitian itu dianalisis dan setelah dianalisis maka berdasarkan hasil uji statistik baru ditentukan pengobatannya," jelasnya saat acara pengukuhan Prof Dante menjadi Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Sabtu (22/10/2022).

Di masa depan, lanjut Dante, hal itu saja tidak cukup. Ia menyontohkan kasus diabetes yang saat ini terkontrol gula darahnya hanya 30 persen. Padahal obatnya sudah bermacam-macam.

"Kenapa begitu? karena kita tidak melihat respons obat terhadap orang per orang maka berkembang ilmu namanya precision medicine itu yang menggabungkan antara evidence base medicine dengan informasi genetik," katanya.

Genetika inilah yang kemudian dipolakan untuk dilihat mana yang respons terhadap obat A, B dan C, berdasarkan atas pemetaan gen. Jadi lebih tepat obatnya untuk satu orang tertentu, lanjut Dante.

 

Kemudian mengenai komplikasi, tes genetik ini juga memiliki keunggulan. Menurut Dante, genetik ini bisa memprediksi penyakit seseorang di masa depan.

"Dengan pola genetika yang terjaring, maka kita nanti akan menentukan bahwa terapi genetika tersebut bisa memprediksi orang diabetes A akan menuju komplikasinya sakit jantung, orang diabetes B akan jadi sakit ginjal atau jadi stroke dan selanjutnya," katanya.

 

Kendala Genetik Orang Indonesia

 

 

Dante mengungkapkan, walaupun ini precision medicine sangat berpontensi meningkatkan keberhasilan pengobatan namun tantangan terbesar di Indonesia adalah faktor varian genetik masyarakat yang begitu beragam.

"Kalau di Amerika, jelas ya kita bisa memetakan varian Asia-Amerika, Latin-Amerika, Afrika-Amerika. Semua itu bisa dipetakan. Tapi di Indonesia etniknya ini banyak. Kita punya ratusan etnik secara genetik. Dan pola etnik tersebut harus disekuensi dengan tepat," katanya.

Belum lagi, kata Dante, perkawinan antara etnik itu akan menimbulkan perubahan pola genetika. "Tapi kita sudah mulai untuk melakukan pola pemetaan pola tersebut agar nanti akan didapatkan pola Indonesia secara genetik.

"Terapi fokusnya sudah kita tentukan antara lain diabetes kemudian stroke dan penyakit tuberkulosis. Itu yang sudah kita coba untuk petakan pola genetiknya. Sehingga nantinya pendekatan presicion medicine ini menjadi salah satu ujung tombak untuk menentukan secara cost efektif dan pengambilan keputusan yang paling penting, misalnya untuk menentukan obat tertentu," jelasnya.

 

Optimis dengan Pengobatan Modern

Spesialis penyakit dalam sekaligus pakar dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyampaikan kesiapan Indonesia dalam mempersiapkan pengobatan modern di masa depan.

"Jadi kebetulan memang sebelum COVID-19 ini, kami sudah mempunyai fasilitas yang kita sebut Next-Generation Sequencing (NGS). Jadi untuk untuk melakukan pemetaan terhadap genom dari awal yang dari Wuhan sampai varian tertentu, kami juga termasuk siap waktu itu untuk melakukan hal tersebut," jelasnya.

Terkait profil genetik yang disebut Dante sebelumnya, menurut prof Ari, memang sampel orang Indonesia begitu banyak variannya. Ia yang meneliti di bidang penyakit dalam pernah mengambil sampel lambung dari Aceh hingga Papua. 

"Yang menarik, angka kejadian kuman helicobacter pylori itu bervariasi dari satu dari satu etnik ke etnik yang lain gitu ya. Jadi kita temukan waktu itu ada tiga etnik yang ternyata angkanya tinggi dan ini kebetulan kita sekuensing. Terpetakanlah bahwa memang ternyata orang-orang yang di Indonesia ini berasal dari macam-macam gen," jelasnya.

Ke depan, Prof Ari berharap dengan teknologi Biomedical dan Genome Sience Initiative (BGSi), kita dapat mengetahui obat yang apa yang tepat dan kita juga bisa memprediksi kira-kira apa yang terjadi pada orang itu di beberapa tahun yang akan datang di situlah kelebihannya nanti.

Semakin Banyak Penyakit di Indonesia yang Terkuak

Wamenkes Dante menambahkan, dengan profil genetik tersebut ia berharap bisa membantu pengobatan penyakit yang masih belum bisa terkuak di Indonesia. Apalagi penyakit tersebut membutuhkan biaya tinggi.

"Dengan menggunakan precision medicine, kita bisa mematahkan peta genetika. Sehingga seperti cerita Angelina Jolie yang kemudian harus di angkat payudaranya karena pada sekuensi dna-nya ditemukan bukti bahwa dia memiliki gen kanker payudara," ungkapnya.

Begitu pun tentang infertilitas dan sebagainya, itu nanti bisa terdeteksi di masa yang akan datang, katanya.

"Dengan begitu, maka angka harapan hidup menjadi lebih meningkat di Indonesia dan pengobatan lebih murah karena tidak semua obat diberikan tapi dipilih berdasarkan karakter genetika," pungkasnya.

Infografis Gen Z Dominasi Penduduk Indonesia
Infografis Gen Z Dominasi Penduduk Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya