Kemenkes Sebut 200 Fomepizole dari Jepang Akan Tiba di Indonesia Pekan Depan

Menurut keterangan Juru Bicara Kemenkes RI dr M Syahril, Indonesia akan mendapat 200 vial Fomepizole dari Jepang dalam waktu dekat.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 27 Okt 2022, 15:00 WIB
Diterbitkan 27 Okt 2022, 15:00 WIB
Ilustrasi Fomepizole
Kondisi 10 pasien gagal ginjal yang dirawat di RSCM membaik setelah diberi Fomepizole. (pexels.com/Polina Tankilevitch)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Kesehatan RI akan mendatangkan lebih banyak Fomepizole guna mengatasi kasus gangguan ginjal akut di Tanah Air.

Menurut keterangan Juru Bicara Kemenkes RI dr M Syahril, Indonesia akan mendapat 200 vial Fomepizole dari Jepang dalam waktu dekat.

"InsyaAllah dalam waktu dekat kita sudah mendapatkan kesanggupan obat antidotum Fomepizole ini sebanyak 200 vial lagi yang akan didatangkan dari Jepang yang merupakan donasi dari perusahaan Takeda," ujar Syahril dalam konferensi pers Kamis, 27 Oktober 2022.

Antidotum donasi dari Takeda Jepang itu diperkirakan akan tiba pada pekan depan dan akan didistribusikan ke sejumlah rumah sakit pemerintah.

Selain itu, Indonesia juga akan kembali menerima 70 vial obat Fomepizole dari Singapura.

"Jadi mudah-mudahan pengadaan obat antidotum ini dapat mempercepat untuk pengobatan sebagai penawar dari pasien-pasien gagal ginjal," kata Syahril.

Dalam kesempatan yang sama Syahril kembali menegaskan bahwa Fomepizole diberikan secara gratis kepada pasien gagal ginjal akut. Menurutnya hal itu sebagai bagian dari tanggung jawab Pemerintah dalam menangani kasus tersebut. 

Hingga Rabu, 26 Oktober 2022, Kemenkes mencatat jumlah pasien gagal ginjal akut mencapai 269 anak. Ada kenaikan 18 kasus dari sejumlah 241 kasus yang dilaporkan per 24 Oktober 2022.

Syahril mengungkapkan bahwa dari 269 kasus gagal ginjal akut, terdapat 73 anak yang masih dalam proses perawatan. Serta, 157 anak meninggal dunia dan 39 anak dinyatakan sembuh.

"Pada tanggal 24 Oktober, ada 241 kasus, sehingga ada kenaikan 18 kasus. Namun kami ingin sampaikan, dari 18 kasus ini yang betul-betul baru setelah tanggal 24 atau setelah edaran dari Kementerian Kesehatan untuk melarang obat sirup itu hanya 3 kasus," ujar Syahril.

"Sementara yang 15 adalah kasus yang baru dilaporkan, yang terjadi pada akhir September sampai pertengahan Oktober. Jadi yang betul-betul penambahan 3 kasus."

 

30 Fomepizole dari Singapura dan Australia Sudah Didistribusikan

Pemerintah mengupayakan Fomepizole setelah berdiskusi dengan Organisasi Kesehatan Dunia dengan berkaca pada kasus serupa di Gambia.

Obat penawar tersebut diketahui memberi respons positif pada pasien gangguan ginjal akut. Kondisi beberapa pasien mengalami perbaikan setelah diberikan Fomepizole.

Antidotum itu pun kemudian didatangkan secara bertahap dari beberapa negara.

"Bebagai upaya kami laporkan telah dilakukan oleh pemerintah dalam menangani gagal ginjal akut ini. Sebanyak 30 antidotum Fomepizole sudah didatangkan ke Indonesia secara bertahap dari Singapura," ujar Syahril.

Lebih lanjut Syahril mengatakan, 20 vial Fomepizole tiba pada tanggal 10 dan 18 Oktober 2022. Jumlah tersebut kemudian dipakai untuk pasien gagal ginjal akut di RSCM Jakarta.

"Dimana digunakan untuk pengobatan pasien yang ada di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Antidotum ini sebagai zat penawar ya," lanjutnya.

Selain dari Singapura, Pemerintah juga mendatangkan Fomepizole dari Australia sebanyak 16 vial. Antidotum tersebut tiba pada 22 Oktober 2022 dan didistribusikan rumah sakit-rumah sakit di beberapa daerah di Indonesia.

"16 vial yang didatangkan dari Australia pada tanggal 22 Oktober telah didisribusikan kepada Rumah Sakit M Djamil Padang, RS Dr Soetomo Surabaya, RS Adam Malik Medan, dan RS Zainoel Abidin Aceh.

53 Persen Pasien GGA Alami Gejala Berat

Syahril menjelaskan, 269 kasus gagal ginjal akut tersebut dilaporkan dari 27 provinsi di Indonesia. DKI Jakarta menjadi provinsi dengan kasus gagal ginjal akut tertinggi yakni sebanyak 57 anak, disusul dengan Jawa Barat sebanyak 36 kasus, dan Aceh dengan 30 kasus.

Berdasarkan data yang diperoleh Kemenkes, sebagian besar anak mengalami gejala gangguan ginjal akut berat anuria. Kondisi tersebut terjadi ketika anak sama sekali tidak mengeluarkan urine. Sekitar 53 persen atau 143 dari 269 anak mengalami gejala anuria.

"Kalau dia sudah sama sekali tidak buang air kecil disebut dengan anuri. Ini berarti stadiumnya sudah stadium 3, stadium berat. Dari data yang ada itu 143 atau 53 persen itu dia anuria," ujar Syahril.

Selanjutnya, 58 anak atau sekitar 22 persen mengalami gejala oliguria atau penurunan urine, dan 68 anak atau sekitar 25 persen tidak mengalami anuria maupun oliguria.

 

Gejala Awal Sebelum Timbul Gejala Khas

Selain itu Syahril menjelaskan, sebelum munculnya gejala khas yang berkaitan dengan produksi urine, anak-anak itu mengalami gejala prodromal atau gejala awal selama 1-5 hari yang cukup beragam. Namun diantara semuanya, demam menjadi gejala yang paling banyak dialami.

"Di sini terlihat ada demam, nafsu makan turun, kemudian anaknya tidak begitu bergairah, ada diare, mual-mual, dan ada gangguan saluran pernapasan. Jadi ada dua gejalanya, yang khas dan gejala awalnya," ujar Syahril.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya