Ramai Cuitan Twitter Soal Seramnya Kehidupan Pernikahan, Begini Tanggapan BKKBN

Viral sebuah cuitan di Twitter tentang alasan orang yang sudah berumah tangga menyarankan agar jangan buru-buru menikah. Netizen pun setuju bahwa pernikahan memang menyeramkan. Benarkah demikian?

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Des 2022, 20:00 WIB
Diterbitkan 21 Des 2022, 20:00 WIB
Arti Mimpi Menikah dengan Seseorang yang Pernah ada dalam Hidup Kita
Ilustrasi Pernikahan Credit: pexels.com/Julie

Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini viral sebuah cuitan di Twitter soal alasan mengapa orang yang sudah berumah tangga gemar memberi wejangan atau nasihat pada orang lain agar jangan buru-buru menikah.

Dalam sebuah tweet, seorang pengguna Twitter menulis, "Kenapa ya rata-rata orang yang sudah menikah ngasih wejangan untuk tidak buru-buru menikah?"

Cuitan ini pun ramai dengan respons warganet lantaran banyak juga yang setuju bahwa menikah itu rumit dan tidak seindah kelihatannya sehingga perlu pertimbangan yang panjang untuk memutuskan melakukannya.

"Yaa emang begitu kenyataannya... Nikah itu ribet... Ribet dengan prinsip 2 orang yang berbeda dituntut supaya sepemikiran dalam segala hal. Banyak pencitraan di hadapan banyak orang.... Ya begitulah kiranya dunia pernikahan yang penuh dengan keindahan semu," komentar @jo***1.

"Lah iya banget wkwk, hampir semua teman-temanku, partner kerja, teman kerja, teman kenalan semuanya begitu. Nikmatin, puas-puasin, nabung yang lebih banyak lagi," cuit akun @pi***_ menyetujui.

Ada juga yang berpendapat bahwa hal ini tergantung dari masing-masing individu yang menjalin hubungan, apakah mereka menikmati kehidupan pernikahannya atau tidak.

"Bener banget, tapi menurutku ini tergantung orangnya, kalo orang yang menikah dengan orang yang tepat mereka pasti selalu menyarankan “lebih baik segera menikah, gausah banyak ketakutan” tapi kalo menikahnya dengan yang tidak tepat pasti selalu bilang “jangan buruburu menikah”," tulis akun @sa***i.

Pernikahan

10 Tahun Menikah, Intip Potret Harmonis Astrid Tiar dan Suami yang Berprofesi Dokter
10 tahun pernikahan, Astrid dan suami hidup harmonis dan jauh dari berita miring. Keharmonisan tersebut juga kerap mereka unggah di media sosial masing-masing. Tidak hanya saat liburan saja, keduanya juga mengabadikan momen manis sesaat setelah beribadah maupun acara penting di gereja. (Liputan6.com/IG/@astridtiar127)

Menikah memang menjadi tanda bahwa dua orang yang saling mencintai ingin menjalin hubungan yang lebih serius. Ikrar suci yang diucapkan jadi janji untuk saling menemani sehidup semati.

Namun, meski saling cinta, kehidupan pernikahan kerapkali dianggap sulit dan menyeramkan. Banyak orang yang masih takut untuk berkomitmen dengan satu orang selama sisa hidupnya. Mengingat banyaknya kasus pernikahan yang gagal, pemikiran tentang kehidupan pernikahan yang hancur serta perceraian rasanya terus menggentayangi orang-orang yang sedang menyiapkan diri untuk menikah.

"Pernikahan itu adalah mempertemukan 2 individu yang berbeda, berbeda segala halnya," ucap Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo.

Dengan ini saja tentunya dapat diketahui bahwa untuk membangun bahtera rumah tangga yang dibutuhkan bukan hanya perasaan saling suka antara 2 orang. Untuk menyatukan 2 individu yang berbeda ini memang butuh perjuangan yang luar biasa untuk belajar memberikan toleransi, tutur Hasto.

Pernikahan membutuhkan kesiapan serta usaha dari 2 belah pihak untuk saling memahami. "Suami mengasuh istri, istri mengabdi atau meladeni kepada suami, kemudian saling bertoleransi."

Pentingnya Toleransi

Kaesang Pangarep Suami Erina Gudono
Putra bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, memasangkan cincin nikah di jari sang istri, Erina Gudono seusai akad nikah di Pendopo Agung Kedaton Ambarrukmo, Royal Ambarrukmo, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (10/12/2022). Sejumlah pejabat dan tokoh hadir ikut menyaksikan momen sakral tersebut. (FOTO: Agus Suparto/Biro Pers Istana Kepresidenan)

Toleransi yang diperlukan juga berbeda dari toleransi yang biasa dilakukan terhadap orang lain. Misalnya, dalam hubungannya dengan teman atau rekan kerja, Anda hanya perlu bertoleransi ketika di kantor. Di sisi lain, dalam kehidupan pernikahan, toleransi ini harus dilakukan sepanjang waktu.

"Di dapur, di sumur, di kasur, semua harus dengan segenap toleransi."

Inilah mengapa pernikahan memang dapat terlihat seperti beban bagi orang yang belum siap menjalaninya.

"Kalau seandainya orang yang mau nikah itu belum punya niat yang kuat untuk bisa memaklumkan kehadiran orang lain di tengah-tengah kehidupannya, itu memang akan terasa berat," katanya.

Meskipun demikian, berkeluarga adalah bagian dari ibadah. Istri yang meladeni suami, misalnya membuatkan minum sebangun tidur, merupakan bagian dari ibadah. Hasil kerja keras suami yang digunakan untuk menghidupi anak istrinya juga dicatat sebagai suatu amal ibadah.

Jika Anda memiliki keyakinan seperti ini, maka kehidupan pernikahan tidak akan terasa berat. Sebaliknya, Anda akan menikmatinya dan merasa bahagia.

"Keluarga bukan hanya ikatan emosional seks, ya, tetapi keluarga ikatan emosional yang sifatnya religius, dan juga keluarga tentu punya ikatan kebersamaan," tutur Hasto. "Seperti membangun visi bersama."

 

(Adelina Wahyu Martanti)

Infografis 5 Tips Cegah Covid-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Tips Cegah Covid-19 Saat Beraktivitas dengan Orang Lain. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya