Liputan6.com, Jakarta Unmet need atau tak terpenuhinya kebutuhan alat kontrasepsi sehingga bakal terjadi kehamilan yang nantinya memicu bayi lahir stunting. Selain itu, meningkatkan risiko kematian ibu dan bayi.
Hal ini melatarbelakangi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) untuk fokus melayani unmet need dengan sasaran 5,6 juta Pasangan Usia Subur (PUS) di Jawa Tengah.
Baca Juga
Berdasarkan data Sistem Informasi Keluarga (Siga) BKKBN, jumlah PUS di Jawa Tengah per September 2023 sebanyak 5.657.665. Dari jumlah itu, sebanyak 13,1 persen di antaranya adalah unmet need.
Advertisement
“Orang itu kalau ditanya apakah akan hamil lagi, jawabnya tidak. Terus ditanya pake KB engga? Jawabnya juga tidak. Nah itulah yang namanya unmet need, tidak cocok antara kebutuhan dan kenyataan,” ungkap Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo pada kegiatan Workshop Strategi Penurunan Unmet Need dan Peningkatan KB Pasca Persalinan 14 hingga 15 November 2023 di Kota Semarang seperti mengutip keterangan pers.
Hasto menambahkan, pendekatan KB pasca persalinan pada pasangan usia subur penting dilakukan agar jarak antar kehamilan tidak terlalu dekat.
Klinik dan rumah sakit pun perlu terlibat agar mereka memiliki Program Keluarga Berencana Rumah Sakit (PKBRS). Dengan begitu, setiap orang yang melahirkan dapat segera ditawarkan untuk menggunakan alat kontrasepsi.
Risiko Stunting Semakin Meningkat dengan 4T
Selain tak terpenuhinya kebutuhan ber-KB, risiko stunting juga dapat meningkat karena berbagai hal, seperti:
- Ketidaksiapan dalam memberikan asupan gizi optimal kepada anak.
- Kedewasaan yang belum matang.
- Faktor ekonomi yang belum stabil.
“Semua itu terjadi manakala 4T terjadi di masyarakat,” ucap Hasto.
Empat terlalu atau 4T yang dimaksud Hasto yakni:
- Terlalu muda untuk menikah dan melahirkan.
- Terlalu tua melahirkan anak.
- Terlalu Banyak anak.
- Terlalu dekat jarak kehamilan pertama dengan kedua dan seterusnya.
Advertisement
Tekan Dampak 4T dengan KB Pasca Persalinan
Maka dari itu, BKKBN menekan terjadinya 4T dengan berbagai program dan kolaborasi. Salah satunya adalah dengan KB pasca persalinan (KBPP).
Penyuluh KB Utama BKKBN Siti Fathonah menilai bahwa KBPP adalah strategi efektif dalam upaya penurunan unmet need.
Dia juga mengungkap bahwa mayoritas alasan terjadinya unmet need adalah PUS yang sudah tidak menginginkan anak lagi. Kemudian dibarengi masih tingginya mitos penggunaan alat kontrasepsi. Juga kendala akses masyarakat pada pelayanan kesehatan yang menyediakan KB di daerah terpencil.
“KBPP diyakini menjadi solusi efektif dalam menekan terjadinya unmet need di masyarakat. Maka sosialisasi, promosi dan edukasi tentang KB pasca persalinan harus terus disebar luaskan,” kata Siti.
Kendala Pelaksanaan KBPP
Sayangnya, lanjut Siti, masih ada tantangan atau kendala dalam pelaksanaan KB pasca persalinan.
“Tantangan dan Kendala Pelaksanaan KBPP di antaranya minimnya pemahaman regulasi tentang KB Pasca Persalinan. Masih banyak pula ibu hamil yang belum sepenuhnya didukung keluarga untuk melakukan KBPP.”
“Belum optimalnya sosialisasi dan pra konseling di lapangan, juga belum optimalnya peng-input-an pada Sistem Informasi Keluarga (SIGA),” papar Siti Fathonah.
Dari kondisi tersebut, Siti Fathonah kemudian memberikan alternatif strategi penanganan dengan memaksimalkan akses pelayanan KB yang berkualitas. Mengefektifkan komunikasi dan konseling.
Fokus sasaran yang tidak hanya perempuan (istri), tapi juga laki-laki (suami). Serta kolaborasi dengan bentuk pelayanan lain yang fokus pada ibu dan anak.
Advertisement