Liputan6.com, Jakarta - Gedung Serba Guna di Komplek Perkantoran Terpadu Tanjung Senai menjadi saksi semarak dan haru dalam Wisuda Akbar Sekolah Lansia Kabupaten Ogan Ilir, Selasa (14/4/2025). Sebanyak 305 siswa sekolah lansia dari tujuh sekolah berbeda menuntaskan masa belajarnya dengan penuh semangat. Di antara mereka, 275 orang resmi diwisuda dari Sekolah Lansia Standar I (S1), sementara 30 siswa dari Sekolah Lansia BKL Nurul Persada bersiap melanjutkan ke jenjang Standar II (S2).
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag., M.Pd, hadir langsung memberikan penghargaan kepada Bupati Ogan Ilir atas dukungannya terhadap program Sekolah Lansia Tangguh.
Dalam sambutannya, Menteri Wihaji menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada seluruh pihak yang telah bergandengan tangan mewujudkan program Lansia Berdaya (SIDAYA).
Advertisement
“Peningkatan jumlah lansia dapat memberikan keuntungan jika dikaitkan dengan adanya bonus demografi,” ujar Menteri Wihaji optimistis.
Ia menekankan bahwa ageing population bukanlah beban, tetapi potensi. Indonesia kini memasuki struktur penduduk tua, dengan lansia mencapai 12% dari total populasi pada 2024—naik dari 10,82% di tahun 2021. Bahkan, Provinsi D.I. Yogyakarta telah mencatatkan 16,28% penduduknya sebagai lansia, sementara Sumatera Selatan berada di posisi ke-18 dengan 10,23%.
“Ageing population Indonesia dideskripsikan sebagai keadaan ketika proporsi penduduk usia tua semakin banyak, namun masih produktif dan memberikan sumbangan bagi perekonomian negara,” jelasnya.
Di sisi lain, realita kehidupan para lansia pun masih diwarnai tantangan. Menurut proyeksi 2045, jumlah lansia akan mendominasi komposisi penduduk, menyebabkan rasio ketergantungan lansia semakin tinggi. Tahun ini saja, setiap satu lansia didukung oleh enam penduduk usia produktif.
Kehidupan Lansia Masih Diwarnai Tantangan
Namun di samping itu, tak hanya sebagai individu, lansia juga sering masih memegang peran vital di dalam keluarga. Data BPS 2024 menyebutkan 53,91% lansia di Indonesia menjadi Kepala Rumah Tangga (KRT), dan di Sumatera Selatan angkanya mencapai 51,36%. Peran ini, menurut Menteri Wihaji, tak hanya berdampak ekonomi, namun juga psikologis.
“Padahal seharusnya, lansia dapat menikmati hari tua tanpa beban yang berat,” imbuhnya.
Lebih dari itu, banyak lansia menghadapi tantangan kesepian. Di Sumatera Selatan, 3,79% lansia tinggal sendiri, 19,33% hanya bersama pasangan, dan sisanya tersebar dalam struktur keluarga yang beragam. Situasi ini rentan menimbulkan tekanan psikologis dan menurunnya kualitas kesehatan mental.
“Lansia juga tidak luput dari gangguan kesehatan mental. Penyebabnya biasanya karena para lansia seringkali merasakan kesendirian atau kekosongan,” tutur Wihaji dengan empati.
Advertisement
Cegah Lansia Depresi dan Kesepian
Ia menegaskan, untuk menghindari depresi dan kesepian, lansia butuh interaksi sosial yang sehat, teman bercerita, dan kegiatan yang menyenangkan. Di sinilah peran Sekolah Lansia menjadi sangat penting.
Sekolah Lansia bukan sekadar tempat belajar, tetapi wadah untuk merawat kebahagiaan dan harga diri para lansia. Mereka tidak hanya belajar tentang kesehatan, keterampilan, dan spiritualitas, tapi juga menemukan kembali semangat hidup di usia senja.
“Peran Kemendukbangga/BKKBN hadir dalam mewujudkan lansia yang berdaya—yaitu lansia sehat, aman, dan dapat berpartisipasi untuk keluarga maupun masyarakat,” tegas Menteri Wihaji.
Dengan hadirnya Sekolah Lansia di berbagai daerah, Indonesia tak hanya mempersiapkan masa tua yang sehat dan bermartabat, tetapi juga membangun ruang yang manusiawi bagi generasi yang telah berjasa membangun negeri ini.
