Liputan6.com, Jakarta - Serangan ransomware terhadap Pusat Data Nasional Sementara (PDSN) membawa kekhawatiran akan adanya serangan lanjutan pada data kesehatan.
Ransomware adalah varian malware (perangkat lunak pemerasan) berbahaya yang digunakan oleh peretas untuk mengunci akses ke data korban dan meminta uang tebusan untuk pemulihannya.
Baca Juga
Guna mencegah serangan yang mungkin datang di masa yang akan datang, Asisten Profesor dan Koordinator Program Magister Keamanan Siber Monash University, Indonesia, Dr. Erza Aminanto mengatakan pentingnya memperkuat keamanan siber.
Advertisement
Menurutnya, menerapkan seluruh langkah keamanan siber tidaklah mudah, karena diperlukan investasi besar dalam infrastruktur, teknologi, dan sumber daya manusia.
Di sisi lain, ancaman ransomware terus berkembang, dan para peretas selalu mencari cara baru untuk menembus pertahanan. Oleh karenanya, pendekatan proaktif, adaptif, dan kolaboratif sangatlah penting dilakukan sejak dini.
Upaya tersebut juga perlu didukung oleh kolaborasi sektor swasta dan publik, di mana pemerintah harus bekerja sama dengan perusahaan teknologi dan organisasi non-pemerintah untuk berbagi informasi dan sumber daya dalam menghadapi ancaman siber.
“Inisiatif yang dilakukan dapat mencakup pembentukan pusat tanggap nasional untuk serangan siber, program pelatihan keamanan siber, dan kampanye layanan masyarakat,” kata Aminanto mengutip keterangan pers, Rabu (3/7/2024).
Perlu Siapkan Teknologi dan SDM yang Lebih Mumpuni
Ransomware sendiri hanyalah salah satu dari sekian banyak potensi serangan terhadap data penting suatu negara.
Dalam kasus Indonesia, Aminanto mengatakan pemerintah harus mempersiapkan teknologi dan sumber daya manusia yang lebih mumpuni untuk menghadapi berbagai serangan. Mulai dari pelanggaran keamanan siber kecil hingga perang siber besar.
“Dalam konteks ini, pemerintah harus memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan machine learning (ML) untuk meningkatkan keamanan siber. Kecanggihan AI dan ML dapat digunakan untuk menganalisis pola lalu lintas jaringan, mendeteksi anomali, dan merespons insiden secara otomatis.”
“Teknologi tersebut juga dapat membantu forensik siber mengidentifikasi sumber serangan dan memitigasi risiko lebih lanjut. Kini, seiring semakin luasnya pemanfaatan AI dan ML, peraturan dan kebijakan keamanan siber pun harus terus diperbarui untuk mengatasi ancaman yang terus berkembang,” papar Aminanto.
Advertisement
Pengingat Soal Rentannya Infrastruktur Digital Indonesia
Pemerintah, lanjut Aminanto, harus memastikan peraturan ini tidak hanya mencakup sektor publik tetapi juga sektor swasta, termasuk usaha kecil dan menengah yang sering menjadi target serangan siber.
“Serangan ransomware terhadap PDNS merupakan pengingat akan kerentanan infrastruktur digital kita. Namun, dengan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, dan upaya nyata meningkatkan kesadaran akan ancaman siber, kita dapat memperkuat pertahanan dan mengurangi risiko serangan di masa depan,” papar Aminanto.
“Inisiatif ini penting tidak hanya untuk keamanan data, tetapi juga untuk memulihkan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan sektor swasta dalam mengelola dan melindungi informasi,” imbuhnya.
Butuh Kolaborasi Kuat dan Investasi Tepat
Membangun ketahanan dan keamanan ekosistem digital memerlukan kolaborasi, investasi, dan komitmen berkelanjutan, kata Aminanto.
“Dengan kolaborasi yang kuat, investasi yang tepat, dan komitmen berkelanjutan, kita dapat membangun ekosistem digital yang lebih aman dan tangguh. Ini tugas bersama yang memerlukan partisipasi semua pihak, mulai dari individu, dunia usaha, hingga pemerintah.”
“Hanya melalui upaya-upaya seperti inilah kita dapat mengatasi ancaman ransomware dan memastikan masa depan digital yang aman dan terjamin,” tutupnya.
Advertisement