Bak Tradisi Lotus Foot dari China, Indonesia Juga Punya Budaya High Heels

Menurut dokter spesialis orthopedi dan traumatologi Eka Hospital Cibubur, Andi Praja Wira Yudha Luthfi, tradisi lotus foot ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia sekarang.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori Diperbarui 15 Feb 2025, 19:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 19:00 WIB
Bak Tradisi Lotus Foot dari China, Indonesia Juga Punya Budaya High Heels
Dokter spesialis orthopedi dan traumatologi Eka Hospital Cibubur, Andi Praja Wira Yudha Luthfi, dalam temu media di Jakarta, Jumat (14/2/2025). Foto: Liputan6.com/Ade Nasihudin.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Tradisi mengecilkan kaki yang dilakukan perempuan China pada zaman dulu dikenal dengan istilah lotus foot.

Menurut dokter spesialis orthopedi dan traumatologi Eka Hospital Cibubur, Andi Praja Wira Yudha Luthfi, tradisi lotus foot ini mirip dengan yang terjadi di Indonesia sekarang.

“Budaya China zaman dulu lotus foot, pakai sepatu kecil, budaya sekarang kita apa? High heels supaya kakinya cantik,” kata dokter yang akrab disapa Wira kepada Health Liputan6.com dalam temu media di Jakarta, Jumat (14/2/2025).

Lotus foot itu karena memakai sepatu kecil, sempit, akhirnya bentuk kakinya kan seperti itu. Orang pakai high heels yang ujungnya lancip, lama-lama ujung kakinya juga lancip. Akan jadi bermasalah enggak? Akan jadi masalah jadi bengkok, jadi varises, itu budaya kita sekarang, budaya yang menyakiti diri sendiri untuk cantik,” jelas Wira.

Seperti tubuh keseluruhan, kaki juga dapat beradaptasi mengikuti kebiasaan. Apalagi jika kebiasaan memakai sepatu sempit sudah dilakukan sejak usia anak.

“Anak-anak kan tumbuh ya, dari awal udah dikekep begitu aja, jadi dia akan begitu (terbentuk). Banyak yang dulunya pakai high heels, sekarang pensiun dan enggak pakai high heels akhirnya baru muncul tuh penyakitnya, jempol dan kelingking kakinya bengkok,” ucap Wira.

 

Promosi 1

Pakai High Heels Karena Tuntutan Profesi

Sayangnya, dalam kehidupan kerja sehari-hari, banyak pekerja yang diwajibkan mengenakan sepatu high heels.

“Ya memang akhirnya ini banyak yang (harus pakai high heels) khususnya pegawai bank, pramugari, yang enggak bisa kerja kalau enggak pakai high heels, apa yang harus dilakukan? Sering-sering lah peregangan, kalau lagi enggak kerja jangan pakai high heels, dan sering-sering olahraga.”

Olahraga dibutuhkan agar peredaran darahnya lancar dan ototnya bekerja. Pasalnya, saat menggunakan high heels, otot tidak terlalu bekerja karena ditopang oleh sepatu tersebut.

“Otot betisnya tuh enggak terlalu bergerak kalau pakai high heels, akhirnya varises, kaku, makanya pada saat tidak memakai high heels, sering-sering stretching (peregangan),” saran Wira.

 

Sejarah Lotus Foot

Praktik pengikatan kaki di China dilakukan sejak anak-anak menginjak umur 2 tahun. Alasannya, pada saat itu, kaki bocah yang masih mungil mudah dibengkokkan dan dibentuk.

Ritual tersebut dimulai dengan memotong kuku, merendam kaki dalam air hangat -- campuran darah binatang dan herbal -- untuk melunakkan jaringan dan tulang.

“Setelah dipijat dan disiram dengan tawas, semua jari kecuali jempol, dilipat paksa dan dibengkokkan ke telapak bagian bawah. Dibebat dengan kain sutra atau katun,” mengutip Histori Liputan6.com, Sabtu (15/2/2025).

Kain pengikat akan diganti setiap dua hari, untuk dicuci agar mencegah infeksi. Lalu setelah kering cepat-cepat dibebatkan lagi jauh lebih erat dari sebelumnya. Para gadis yang kakinya diikat dipaksa jalan menempuh jarak lumayan jauh, supaya berat tubuh mereka menekan kaki hingga ke bentuk yang diinginkan yakni mirip lotus atau bunga teratai yang masih kuncup.

Ungkapan beauty is pain, cantik itu menyakitkan, tergambar dalam praktik itu. Dalam bentuk paling ekstrem.

Makin kecil bentuknya dianggap makin indah. Bentuk kaki yang dianggap 'Golden Lotus' memiliki panjang hanya 3 inchi atau 7,62 cm. Orangtua dan suami pun kian bangga dibuatnya, meski perempuan yang dianggap cantik itu harus susah payah berjalan. Jangankan melangkah, berdiri pun sulit.

 

Sejarah Larangan Lotus Foot

Suatu hari pada tahun 1900, istri seorang diplomat China sowan ke kediaman Cixi, ibu suri Kerajaan Tiongkok.

Perempuan itu, juga putri-putrinya, tak memakai pakaian tradisional. Mereka mengenakan pakaian ala Barat paling bergaya pada masanya. Penuh renda dan lipit, roknya agak megar.

Di tengah kunjungan, istri diplomat itu berkata, "Praktik mengikat kaki para perempuan China membuat kita jadi bahan tertawaan di dunia."

"Aku sudah dengar," jawab ibu suri. "Bahwa orang asing memiliki kebiasaan yang katanya tidak tercela."

Ia lalu meminta tamunya untuk menunjukkan bagaimana perempuan asing mengikat pinggang mereka. Mumpung tidak ada orang lain di dalam ruangan kala itu. Salah satu putri diplomat kemudian menunjukkan apa yang melilit pinggangnya yang ramping.

"Sungguh menyedihkan apa yang harus dialami wanita asing. (Pinggang) mereka diikat dengan batang baja sampai mereka hampir tidak bisa bernapas. Kasihan, kasihan!," kata ibu suri Cixi.

Meski begitu, seperti dikutip dari situs University of Virginia, pada 1 Februari 1902, Cixi akhirnya melarang praktik tradisi pengikatan kaki para perempuan China atau foot binding.

Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan
Infografis Manfaat Berjalan Kaki Bagi Kesehatan. Source: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya