Peneliti Ini Ciptakan Stiker Pendeteksi Kebohongan, Diklaim Hasilnya Akurat

Stiker ini ditempel pada wajah atau alis untuk mendeteksi kebohongan.

oleh Dyah Mulyaningtyas diperbarui 29 Nov 2021, 14:45 WIB
Diterbitkan 29 Nov 2021, 14:45 WIB
Peneliti Ini Ciptakan Stiker Pendeteksi Kebohongan, Diklaim Hasilnya Akurat
Peneliti Ini Ciptakan Stiker Pendeteksi Kebohongan, Diklaim Hasilnya Akurat (Sumber: Oddity Central)

Liputan6.com, Jakarta Dengan adanya perkembangan teknologi seperti sekarang, seseorang akan lebih mudah untuk mengungkap sesuatu kasus atau melakukan penyelidikan. Terdapat berbagai alat bantu, mulai dari alat perekam suara (voice recorder), kamera pengintai (spy camera recorder) hingga dengan menggunakan alat pendeteksi kebohongan.

Pasalnya, jika seseorang memang salah dalam kasus terntentu, mereka tidak mudah untuk mengakui hal tersebut. Maka dari itu, kebanyakan pihak berwaji seperti kepolisian menggunakan alat pendeteksi kebohingan. Mulut bisa saja bohong, namun tubuh mungkin menyuarakan kebenaran saat dites dengan alat pendeteksi kebohongan.

Biasanya mereka menggunakan alat pendeteksi kebohongan bernama Polygraph. Namun baru-baru ini, tim peneliti Israel mengklaim telah berhasil merancang alat pendeteksi kebohongan yang jauh lebih baik dari yang pernah ada. Berbeda dari yang lain, tim peneliti yang dipimpin oleh Prof. Dino Levy dari Universitas Tel Aviv membuat stiker pendeteksi kebohongan.

Dilansir Liputan6.com dari Oddity Central, Senin (29/11/2021) stiker tersebut berisi elektroda di bagian permukaannya. Elektroda tersebut mampu memantau dan mengukur aktivitas otot dan saraf yang bisa mendeteksi kebohongan. Tanpa disadari, beberapa orang mengaktifkan otot di bagian pipi dan alis mereka saat berbohong.

Diklaim Lebih Akurat Daripada Alat Lainnya

Peneliti Ini Ciptakan Stiker Pendeteksi Kebohongan, Diklaim Hasilnya Akurat
Peneliti Ini Ciptakan Stiker Pendeteksi Kebohongan, Diklaim Hasilnya Akurat (Sumber: Freepik)

Berdasarkan uji coba, tingkat keberhasilan kebohongan yang terdeteksi mencapai 73 persen. Di mana, angka tersebut terbilang cukup besar dibandingkan dengan alat-alat pendeteksi lainnya yang sudah ada sebelumnya.

"Detektor kebohonga yang ada dan sudah banyak digunakan sebenarnya sangat tidak dapat diandalkan, sehingga hasilnya tidak dapat diterima sebagai bukti di pengadilan" kata Prof. Dino Levy

"Alasannya karena hampir semua orang dapat mempelajari cara mengendalikan denyut nadi dan menipu alat yang ada," lanjutnya.

Alat pendeteksi kebohongan berupa stiker itu ditempel pada pipi dan alis. Kemudian saat dites, orang tersebut akan berhadapan dengan penguji sambil mengucapkan serangkaian kata, beberapa benar dan beberapa Salah. Salah satu dari mereka memakai headphone dan harus mengulangi kata-kata yang diucapkan, meski terkadang harus berbohong.

Terus Melakukan Perkembangan

Lalu saat mengucapkan kalimat yang tidak sesuai dengan fakta, maka secara alami orang tersebut akan memunculkan reaksi berupa otot wajah yang berkerut. Hal itu dianggap sebagai respon kebohongan.

Untuk saat ini, para peneliti sedang berupaya menghilangkan elektroda dan melatih algoritme AI untuk mendeteksi kontraksi otot halus hanya dengan menganalisis rekaman kamera resolusi tinggi. Setelah tingkat deteksi kebohongan tumbuh cukup, teknologi dapat digunakan dalam interogasi polisi, di bandara, atau dalam wawancara kerja online, di antara aplikasi lainnya.

Namun, menariknya apakah seseorang dapat mengontrol otot-otot wajah mereka dengan cara yang sama? Seperti mengontrol detak jantung mereka untuk mengelabui detektor kebohongan konvensional.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya