Liputan6.com, Jakarta - Menurut pandangan mazhab Maliki dan Syafii, membaca doa Qunut sholat Subuh tidak diwajibkan, namun hanya dihukumi sebagai sunnah. Hal ini berarti bahwa umat muslim yang mengikuti kedua mazhab tersebut dapat memilih untuk membaca atau tidak membaca doa Qunut sholat Subuh.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Apabila memilih untuk membaca doa Qunut sholat Subuh, umat muslim dapat melakukannya sebelum atau sesudah rukuk pada rakaat kedua. Hal ini tergantung pada preferensi masing-masing individu atau mazhab yang dianut. Namun, bagi mereka yang mengikuti mazhab Syafii dan Maliki, membaca doa Qunut tidak akan mempengaruhi sah atau tidaknya sholat Subuh yang mereka lakukan.
Sementara itu, menurut pandangan Imam An-Nawawi, membaca doa Qunut sholat Subuh dihukumi sebagai sunnah muakkad atau sangat dianjurkan. Hal ini menunjukkan keutamaan dan pentingnya melakukan doa Qunut dalam ibadah sholat. Simak penjelasan lengkapnya.
Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang doa Qunut sholat Subuh, Jumat (28/4/2023).
Tidak Wajib atau Sunnah
Doa Qunut Sholat Subuh wajib atau tidak?
Membaca doa Qunut sholat Subuh merupakan salah satu amalan yang dilakukan oleh umat muslim dalam ibadah sholat Subuh. Meskipun demikian, ada perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai status hukum dari amalan tersebut.
Menurut sebagian ulama mazhab tertentu, membaca doa Qunut sholat Subuh bukanlah kewajiban, melainkan sunnah. Hal ini berdasarkan pada interpretasi mereka terhadap sumber-sumber hukum Islam.
Mazhab Syafii dan Maliki, misalnya, memandang bahwa membaca doa Qunut sholat Subuh tidak termasuk dalam kewajiban sholat Subuh. Namun, mereka tetap menganjurkan umat muslim untuk membacanya dalam sholat Subuh.
Advertisement
1. Menurut Imam Maliki
Hal tersebut didasarkan pada hadits-hadits yang menceritakan bahwa Nabi Muhammad SAW membaca doa Qunut sholat Subuh pada beberapa kesempatan tertentu. Dari Muhammad, ia berkata: Saya bertanya kepada Anas bin Malik:
“Apakah Rasulullah Saw membaca qunut pada sholat subuh?” Ia menjawab: “Ya, setelah rukuk, sejenak”. (HR. Muslim)
Dalam buku berjudul Fiqih Islam oleh Wahbah Az-Zuhaili, disebutkan bahwa menurut Imam Malik, membaca doa Qunut sholat Subuh adalah sunah. Selain itu, doa Qunut sholat Subuh ini boleh dibaca dengan suara rendah, baik oleh imam, makmum, maupun secara munfarid.
Meskipun boleh dibaca setelah rukuk, tetapi afdhalnya doa Qunut sholat Subuh dibaca sebelum rukuk pada rakaat kedua. Hal ini juga sejalan dengan pandangan Imam Malik terkait pelaksanaan doa Qunut sholat Subuh.
2. Menurut Imam Syafii
Menurut Imam Asy-Syafii, doa Qunut sholat Subuh dilakukan setelah rukuk pada rakaat kedua. Menurutnya, hukum dari membaca doa Qunut sholat Subuh adalah sunnah abadh. Ini berarti bahwa meskipun dianjurkan, tidak termasuk dalam kewajiban sholat Subuh.
Jika seseorang lupa membaca doa Qunut sholat Subuh, hal ini tidak akan membatalkan sholatnya. Namun, ia harus melakukan sujud sahwi sebagai pengganti. Hal ini juga berlaku jika seseorang tidak membaca doa Qunut sholat Subuh karena mengikuti imam yang bermazhab Hanafi, yang tidak membaca doa qunut, atau jika imamnya tidak membaca doa qunut tetapi dia sendiri membacanya.
3. Menurut An-Nawawi
Sedangkan menurut Imam An-Nawawi, membaca doa Qunut sholat Subuh tidak termasuk dalam kewajiban sholat Subuh. Meskipun demikian, ia menghukuminya sebagai sunnah muakkad atau sangat dianjurkan.
An-Nawawi berpendapat bahwa membaca doa Qunut sholat Subuh merupakan amalan yang baik dan dapat menambah keutamaan ibadah sholat Subuh.
Dalam buku Koreksi Doa dan Zikir Antara yang Sunnah dan Bid’ah oleh Bakr bin Abdullah Abu Zaid, dijelaskan bahwa ada tiga jenis bacaan qunut yang diajarkan dalam Islam.
Pertama, qunut subuh yang dibaca setiap kali melaksanakan sholat Subuh. Kedua, qunut witir separuh akhir Ramadan yang dibaca pada malam-malam terakhir Ramadan dalam sholat witir. Ketiga, qunut nazilah yang dibaca dalam sholat pada saat terjadi bencana atau musibah.
Doanya
اَللّهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِى فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قَضَيْتَ فَاِ نَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَاِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ وَاَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِّ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ
Allaahummahdinaa fii man hadaiit, wa aafinii fii man aafaiit, wa tawallanii fi man tawallaiit, wa baarik lii fiimaa a'thaiit. Wa qinii syarra maa qadhaiit. Fa innaka taqdhii wa laa yuqdhaa 'alaiik. Innahu laa yadzillu maw waalaiit.
Wa laa ya'izzu man 'aadaiit. Tabaarakta rabbanaa wa ta'aalait. Fa lakal-hamdu 'alaa maa qadhaiit, Astaghfiruka wa atuubu ilaik wa shallallahu 'ala sayyidina muhammadin nabiyyil ummuyyi wa 'alaa aalihii wa shahbihii wa sallam.
Artinya:
"Ya Allah, berilah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk. Berilah aku kesehatan seperti orang yang telah Engkau beri kesehatan. Pimpinlah aku bersama-sama orang-orang yang telah Engkau pimpin. Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau pimpin.
Berilah berkah pada segala apa yang telah Engkau berikan kepadaku. Dan peliharalah aku dari kejahatan yang Engkau pastikan. Karena sesungguhnya Engkau-lah yang menentukan dan tidak ada yang menghukum (menentukan) atas Engkau. Sesungguhnya tidaklah akan hina orang-orang yang telah Engkau beri kekuasaan."
Advertisement