El Nino di Indonesia 2023, Wilayah yang Terdampak dan Antisipasinya

Fenomena El Nino di Indonesia diprediksi terjadi pada tahun 2023.

oleh Laudia Tysara diperbarui 10 Mei 2023, 15:05 WIB
Diterbitkan 10 Mei 2023, 15:05 WIB
Pengiriman bantuan air bersih pada kemarau 2015 di Patimuan, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Pengiriman bantuan air bersih pada kemarau 2015 di Patimuan, Cilacap. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indonesia ungkap setelah 3 tahun berturut-turut terjadi La Nina sejak tahun 2020, diprediksi pada tahun 2023 akan terjadi fenomena El Nino di Indonesia. El Nino akan memicu terjadinya penurunan curah hujan atau menuju kemarau.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan persnya di laman website resmi BMKG, menyampaikan untuk segera melakukan antisipasi adanya fenomena El Nino di Indonesia ini.

“Perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir,” ungkapnya.

Dampak El Nino perlu diwaspadai. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia dalam keterangan resminya dikutip pada Rabu (10/5/2023), ungkap El Nino di Indonesia memicu kekeringan, minimnya curah hujan akan meningkatkan jumlah titik api, sehingga rawan menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.

Sementara itu, pada kesempatan yang berbeda Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa melalui akun Instagram resminya saat rapat bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo di Jakarta, ungkap El Nino di Indonesia akan terjadi pada tahun 2024 dan membahayakan bagi petani.

Berikut Liputan6.com ulas lebih mendalam tentang El Nino di Indonesia, Rabu (10/5/2023).

Wilayah yang Terdampak

Masuk Musim Kemarau, Suhu Panas Melanda Bali
Rata-rata suhu udara maksimum berdasarkan empat pengamatan stasiun di Bali pada bulan April 2023 berkisar antara 30,5 hingga 32,7 derajat celcius. (merdeka.com/Arie Basuki)

BMKG memperkirakan bahwa musim kemarau 2023 karena fenomena El Nino di Indonesia akan dimulai pada bulan April, Mei, dan Juni.

Menurut Dwikorita, wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih awal pada bulan April meliputi Bali, NTB, NTT, dan sebagian besar Jawa Timur. Sedangkan wilayah yang memasuki musim kemarau pada Mei 2023 meliputi sebagian besar Jawa Tengah, Yogyakarta, sebagian besar Jawa Barat, sebagian besar Banten, sebagian Pulau Sumatera bagian selatan, dan Papua bagian selatan.

Dalam prakiraannya, wilayah yang baru memasuki musim kemarau pada Juni 2023 meliputi Jakarta, sebagian kecil Pulau Jawa, sebagian besar Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, sebagian besar Riau, sebagian besar Sumatera Barat, sebagian Pulau Kalimantan bagian selatan, dan sebagian besar Pulau Sulawesi bagian utara.

Adapun sifat hujan pada periode musim kemarau 2023 karena El Nino diprakirakan bawah normal 327 ZOM (47 persen), normal 327 ZOM (47 persen), dan atas normal sebanyak 45 ZOM (6,4 persen).

Dalam prakiraan dinamika atmosfer-laut, Dwikorita menyebutkan bahwa kondisi ENSO (El Nino Southern Oscillation) hingga akhir Februari 2023 berada pada fase La Nina lemah. La Nina diprediksi akan segera beralih ke fase netral pada periode Maret 2023 dan bertahan hingga semester pertama 2023.

Sedangkan pada semester kedua, terdapat peluang sebesar 50-60 persen bahwa kondisi Netral akan beralih menuju Fase El Nino. Indian Ocean Dipole (IOD) saat ini berada pada kondisi netral dan diprediksi akan bertahan hingga akhir 2023.

Antisipasinya

Kemarau Panjang, Kali Bekasi Hampir Kering
Warga menjala ikan di aliran Kali Bekasi yang menyurut di kawasan Margahayu, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (8/10/2019). Menurunnya debit air mengakibatkan banyak ikan mati dan rawan tercemar limbah karena Kali Bekasi menjadi sumber air baku utama bagi PDAM Tirta Patriot. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Dalam situasi ini, BMKG menghimbau Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal.

Imbauan yang sama disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan melalui akun Instagram resminya pada Jumat (28/4/2023).

“Saya meminta seluruh K/L terkait juga pemerintah daerah untuk mulai bersiap sejak dini, memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk delapan tahun lalu tidak terulang kembali. Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino,” katanya.

Wilayah yang terdampak El Nino di Indonesia, diprediksi mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan air bersih. Oleh karena itu, perlu aksi mitigasi secara komprehensif untuk mengantisipasi dampak musim kemarau yang diperkirakan akan jauh lebih kering dari tiga tahun terakhir.

Pemerintah Daerah dan masyarakat dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan. Hal ini dapat membantu mengurangi dampak bencana meteorologis El Nino di Indonesia.

Peluang Terjadinya

FOTO: Warga Manfaatkan Aliran Sungai Cipamingkis
Warga mandi di Sungai Cipamingkis, Desa Jagaita, Jonggol, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis (29/7/2021). BMKG menjelaskan, saat ini 70 persen wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, 30 persen lainnya masih dalam musim peralihan. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Peneliti Ahli Utama Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer, BRIN, Erma Yulihastin, memperkirakan adanya potensi El Nino di Indonesia terjadi pada pertengahan April hingga Juli dengan peluang sebesar 60 persen.

Namun, peluang terjadinya El Nino di Indonesia tersebut semakin meningkat hingga mencapai 90 persen pada Juni hingga September 2023.

Menurut Erma, peluang yang semakin membesar tersebut menunjukkan bahwa tingkat kepercayaan pada prediksi tersebut semakin tinggi, khususnya pada bulan Agustus-September dengan peluang mencapai 90 persen.

"Jadi dengan peluang yang semakin membesar ya, artinya 90% itu peluangnya tinggi di bulan Agustus- September.  Kalau bulan Juli masih 60 persen," kata Erma saat dihubungi Liputan6.com, pada Jumat (28/4/2023).

Diterangkan olehnya, model prediksi yang dilakukan pada periode Maret, April, Mei, atau spring time memiliki tingkat kepercayaan yang paling rendah ketika model tersebut dikeluarkan pada periode-periode saat ini. Hal ini karena terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dinamika atmosfer alami pada periode tersebut.

Meski peluang terjadinya El Nino semakin meningkat, tetap perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dan pengamatan yang teliti terhadap kondisi atmosfer dan laut untuk memastikan kebenaran prediksi tersebut.

Pada tahun 2015, El Nino di Indonesia berdampak cukup signifikan yang menyebabkan kekeringan di beberapa wilayah. Dampaknya terasa luas, termasuk di sektor ekonomi karena menimbulkan kekeringan pada tanaman padi dengan luas 597 ribu hektare di seluruh wilayah Indonesia.

“Penurunan tersebut berkisar antara 1 hingga 5 juta ton, tergantung pada intensitas terjadinya El Nino,” ucap Menteri Bappenas dilansir dari Antara.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya