Liputan6.com, Jakarta MSG adalah singkatan dari Monosodium Glutamat, sebuah senyawa kimia yang sering digunakan sebagai penguat rasa dalam makanan. MSG terbentuk dari asam glutamat, yaitu salah satu jenis asam amino, dan natrium. Asam glutamat sendiri adalah asam amino nonesensial, yang dapat ditemukan secara alami dalam banyak makanan.
Baca Juga
Advertisement
MSG adalah penguat rasa dalam makanan untuk meningkatkan rasa umami. Rasa umami adalah salah satu dari lima rasa dasar, selain manis, asin, pahit, dan asam. MSG memberikan karakteristik rasa yang kaya, dan memperkuat citarasa makanan.
Meskipun MSG dapat ditemukan secara alami dalam beberapa jenis makanan seperti tomat, keju, dan daging, MSG juga diproduksi secara sintetis dalam skala industri. MSG adalah penyedap rasa yang proses produksinya, melibatkan fermentasi bakteri atau proses kimia tertentu.
Penggunaan MSG telah menjadi topik kontroversi di kalangan masyarakat, karena beberapa klaim yang tidak didukung ilmiah. Meskipun demikian, banyak penelitian ilmiah dan lembaga kesehatan dunia telah menyatakan bahwa MSG aman untuk dikonsumsi dalam jumlah yang wajar.
Berikut ini penjelasan tentang penggunaan MSG yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (5/12/2023).
Memahami Apa itu MSG
Monosodium Glutamat (MSG) adalah penguat rasa, yang telah menjadi familiar di kalangan masyarakat. Biasanya berbentuk kristal putih, MSG dibuat dari ekstrak bahan alami seperti tetes tebu, yang kemudian mengalami proses fermentasi. Mengutip dari laman Kementerian Kesehatan, MSG dirancang khusus untuk memperkuat rasa di mana kandungan zat terdiri dari asam glutamat (78%), natrium (12%), dan air (10%).
Asam glutamat sebagai asam amino, sebenarnya tidak berbeda dengan asam amino yang terdapat secara alami dalam makanan sehari-hari, seperti tomat, keju, dan daging. Penelitian yang menghasilkan Konsensus Monosodium Glutamate, menyimpulkan bahwa total asupan glutamat dari makanan di negara-negara Eropa umumnya stabil, berkisar antara 5-12 gram per hari. Penggunaan MSG secara umum dianggap aman untuk populasi secara keseluruhan, jika pemakaian sewajarnya.
Dengan dasar aturan kesehatan, seperti Peraturan Menteri Kesehatan No. 033 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No. 23 Tahun 2013, MSG diizinkan dikonsumsi dalam takaran yang sesuai, dan dianggap sebagai salah satu bahan tambahan pangan penguat rasa yang paling aman.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas asupan harian MSG, yang dapat diterima oleh tubuh manusia adalah 0-120 mg per kilogram berat badan. Meskipun MSG dianggap aman, perlu bijaksana dalam mengatur asupan harian agar tidak melebihi batas maksimal yang disarankan, dan menghindari potensi efek merugikan yang mungkin timbul dari konsumsi MSG yang berlebihan.
Advertisement
Keamanan Konsumsi MSG
Dalam tubuh manusia dewasa, terdapat total glutamat bebas sekitar 10 g, dengan kandungan tertinggi terdapat pada otot dan otak masing-masing sekitar 6 g dan 2,3 g. Manusia tidak dapat membedakan glutamat dari sumber alami makanan dan bumbu, sehingga MSG dianggap bukan elemen baru dalam diet manusia. MSG adalah molekul sodium yang digabungkan dengan asam glutamat.
Sodium digunakan untuk menstabilkan glutamat, sedangkan asam glutamat berperan sebagai penyedap rasa. Meskipun dianggap aman oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) di Indonesia, penggunaan MSG masih menjadi topik kontroversial. Penelitian pada hewan menunjukkan bahwa MSG dapat memiliki dampak negatif pada kesehatan, termasuk peningkatan risiko obesitas, penyakit jantung, diabetes, dan tekanan darah tinggi.
Secara alami, sekitar 8-10% sumber protein makanan mengandung asam amino glutamat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat. Protein nabati menjadi sumber asam glutamat terbesar, sedangkan jumlah asam amino glutamat dalam protein hewani cenderung lebih rendah. Makanan yang mengandung asam glutamat alami antara lain jamur, tomat, kacang polong, olahan kedelai, keju, kerang-kerangan, tuna, daging sapi, ekstrak ragi, air susu ibu, susu sapi, dan lainnya.
MSG, sebagai pemberi rasa umami, juga dikenal sebagai substansi seperti inosine 5’-monophosphate (IMP) dan guanosine 5’-monophosphate (GMP), yang banyak terdapat dalam daging olahan, sayuran kaleng, saus, dan makanan ringan kemasan. Setelah dikonsumsi secara oral, MSG dipecah menjadi glutamat dan ion natrium dalam saluran pencernaan. Dalam usus, glutamat diabsorpsi melalui transpor aktif dan dibawa ke dalam lumen melalui membran apikal dengan bantuan transporter seperti excitatory amino acid transporter (EAAC-1) dan sodium carboxylate transporter (NaCDC-1).
Berbagai Efek Samping Konsumsi MSG Berlebihan
Efek samping konsumsi MSG pada manusia pertama kali dilaporkan pada tahun 1968, yang dikenal sebagai Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Mengonsumsi MSG secara berlebihan dapat menimbulkan sejumlah efek samping, antara lain:
- Sakit kepala
- Tubuh menjadi lemas
- Kulit menjadi merah
- Tekanan atau rasa kencang pada wajah
- Keringat berlebih
- Mati rasa, kesemutan, atau sensasi terbakar di bagian tubuh tertentu, misalnya leher dan wajah
- Detak jantung yang cepat
- Nyeri dada
- Mual
Selain itu, kandungan garam dalam monosodium glutamat dapat memperburuk hipertensi maupun gagal jantung. Sehinga, diet garam dianjurkan bagi pasien hipertensi dan juga pasien gagal jantung.
Untuk menghindari risiko efek samping MSG tersebut, disarankan untuk menggunakan alternatif penyedap rasa yang lebih sehat. Beberapa pilihan penyedap yang dapat meningkatkan rasa umami secara alami meliputi kecap, kecap asin, tomat, jamur, minyak zaitun, saus tiram, dan rumput laut. Meskipun menambahkan sedikit MSG ke dalam masakan tidak masalah sebagai penyedap rasa, pastikan penggunaannya tidak melebihi batas konsumsi harian yang dianjurkan.
Jika Anda mengalami efek samping setelah mengonsumsi makanan yang mengandung MSG, seperti sakit kepala, berkeringat, dan mual, sebaiknya batasi asupan MSG dan segera berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Advertisement