Hasil Sidang MK Sistem Pemilu yang Wajib Disimak, Gunakan Sistem Proporsional Terbuka

Sidang MK sistem pemilu memutuskan akan menggunakan sistem proporsional terbuka.

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 30 Jan 2024, 19:35 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2024, 19:35 WIB
Sidang Perdana Sengketa Pemilu
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perdana perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) pada Pemilu Legislatif 2014 hari ini.

Liputan6.com, Jakarta Sidang MK sistem pemilu menjadi perhatian utama bagi pemilih di Indonesia. Dalam sidang ini, MK akan meninjau lebih dalam mengenai prosedur dan aturan, terkait dengan pemilihan umum yang akan dilaksanakan pada tahun 2024. Keputusan yang dihasilkan dari sidang ini, akan mempengaruhi seluruh proses pemilihan umum di masa depan, termasuk bagi para pemilih yang memiliki hak suara di Indonesia.

Sidang MK sistem pemilu memungkinkan pemilih di Indonesia menaruh harapan besar, terkait dengan transparansi dan keadilan. Menurut Anggota MPR dari DPD, Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH, MH, mengatakan semua pihak harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi (MK), bahwa Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional terbuka. Keputusan itu final dan mengikat, sehingga stabilitas tetap terjaga dan persiapan pemilu bisa berjalan lancar.

Melalui sidang MK sistem pemilu 2024, diharapkan bahwa para pemilih di Indonesia akan mendapatkan kejelasan mengenai mekanisme pemilihan umum, prosedur pemungutan suara, perhitungan suara, serta semua aspek terkait dengan proses demokrasi di Indonesia. Keputusan yang dihasilkan ini, akan menentukan arah demokrasi di Indonesia. Berikut hasil sidang MK sistem pemilu yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Selasa (30/1/2024). 

Sidang Putusan MK Terkait Sistem Pemilu

Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Batas Usia Capres/Cawapres
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membacakan hasil putusan sidang penetapan batas usia Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (16/10/2023). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Sidang putusan sistem pemilu 2024 telah menjadi topik hangat di Indonesia. Sidang tersebut dihadiri oleh 8 hakim konstitusi yang akan memutuskan, tentang sistem pemilu dalam pemilihan umum tahun 2024. Sidang ini sangat penting karena sistem pemilu yang akan digunakan akan memengaruhi pemilihan umum di masa depan. Perludem, sebagai lembaga riset dan advokasi yang berfokus pada pemilu dan demokrasi di Indonesia, mengajukan gugatan terhadap sistem pemilu yang akan digunakan pada pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Perludem mempertanyakan dampak dari sistem pemilu terhadap kepentingan pemilih di Indonesia. Sistem pemilu yang digunakan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap partisipasi dan representasi politik masyarakat. Oleh karena itu, perubahan dalam sistem pemilu perlu diperhitungkan dengan seksama. Perludem menekankan bahwa MK perlu mengkaji mendalam perubahan-perubahan yang diusulkan dalam sistem pemilu, sehingga dampaknya terhadap pemilih bisa dipahami secara menyeluruh.

Perludem juga menyoroti pentingnya melibatkan pemilih dalam proses perubahan sistem pemilu. Dalam konteks demokrasi, kepentingan pemilih harus diletakkan di garis depan dalam setiap perubahan kebijakan terkait dengan pemilu. Dalam sidang terbuka yang digelar di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Kamis (15/6/2023), MK menolak gugatan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Salah satu kesimpulan yang menjadi dasar penolakan lantaran hakim konstitusi menganggap gugatan tidak beralasan menurut hukum.

Hasil sidang MK terkait sistem Pemilu 2023 memutuskan bahwa sistem Pemilu 2024 akan tetap dilaksanakan secara proporsional terbuka atau coblos caleg (calon legislatif). Hal ini disampaikan Ketua MK Anwar Usman. Sebelumnya, gugatan terkait sistem Pemilu dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 itu didaftarkan oleh 6 orang pada 14 November 2022 lalu. Mereka berharap MK mengembalikan ke sistem Pemilu proporsional tertutup. Proses persidangan sendiri telah berlangsung secara maraton hingga 16 kali sidang. Di luar sidang, 8 fraksi DPR menolak MK mengembalikan Pemilu ke sistem proporsional tertutup.

Sistem Pemilu Proporsional Terbuka

Sidang Kode Etik Penyelenggara Pemilu
Persidangan yang beragendakan pemeriksaan saksi ahli yang dihadirkan pihak pengadu dan teradu ini terkait dugaan pelanggaran kode etik anggota KPU karena telah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Dalam karyanya "Le Contract Social," Jean Jacques Rousseau menyajikan konsep kontrak sosial sebagai bentuk perjanjian antara penguasa atau pemerintah dengan rakyatnya. Kontrak sosial ini menjadi dasar bagi terbentuknya republik demokratis, di mana pemilihan umum menjadi manifestasi nyata dari kontrak tersebut. Rousseau menggambarkan bahwa melalui pemilihan umum, rakyat memiliki kekuasaan untuk memilih wakil yang akan menjadi perwakilan dalam mengalirkan aspirasi mereka, yang pada akhirnya menentukan arah masa depan suatu negara.

Pemilihan Umum (Pemilu) sebagai proses seleksi pemimpin, dalam konteks mewujudkan demokrasi diharapkan dapat menjadi representasi yang sejati dari suara rakyat. Pemilu merupakan serangkaian kegiatan politik yang bertujuan untuk menampung beragam kepentingan masyarakat, di mana selanjutnya diartikulasikan dalam bentuk kebijakan. Dengan kata lain, pemilu menjadi instrumen demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang berlandaskan pada kedaulatan rakyat dan prinsip musyawarah perwakilan sesuai dengan Undang-Undang Dasar.

Dari tahun 1955 hingga 2021, pemilu telah dilaksanakan sebanyak dua belas kali, mencakup periode pemilihan tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Perlu dicatat bahwa pasca reformasi 1998, pemilu telah diadakan sebanyak lima kali, yaitu pada tahun 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019. Pemilu tahun 2019 menjadi catatan sejarah, karena dilaksanakan secara serentak dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden untuk pertama kalinya dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Sistem proporsional terbuka menjadi landasan sistem pemilihan yang diterapkan sejak Pemilu 1999 dan 2004. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kewenangan untuk memilih calon anggota legislatif secara langsung dari partai politik peserta pemilu. Hal ini memungkinkan masyarakat untuk secara langsung mengidentifikasi kandidat melalui nama atau foto dalam proses pencoblosan.

Suara pemilih dihitung oleh panitia pemilu, dan kandidat yang meraih suara terbanyak akan menjadi anggota DPR dan DPRD terpilih. Sistem ini masih digunakan dalam Pemilu 2019 dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Sistem proporsional berdasarkan presentase kursi parlemen yang diberikan kepada partai politik peserta pemilu. Dengan kata lain, partai politik memperoleh kursi sesuai dengan jumlah suara yang diperoleh di seluruh wilayah negara. Sistem ini dianggap demokratis karena semua partai terwakili, namun kepemimpinan partai sangat menentukan siapa yang menduduki kursi parlemen. Meskipun demikian, sistem ini memastikan representasi yang adil bagi berbagai pandangan di masyarakat dan membuat badan perwakilan sebagai wadah aspirasi seluruh rakyat.

Pentingnya Sidang MK dalam Konteks Pemilu

Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materi batas usia capres-cawapres di Jakarta, Senin (16/10/2023). (
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang putusan uji materi batas usia capres-cawapres di Jakarta, Senin (16/10/2023). (Liputan6.com/ Nanda Perdana Putra)

Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat diabaikan dalam konteks pemilu di Indonesia, mengingat peran strategisnya dalam menjaga integritas dan keberlanjutan proses demokratis. Beberapa aspek yang mempertegas pentingnya sidang MK dalam pemilu meliputi:

1. Perlindungan Hak-hak Konstitusional

Sidang MK berfungsi sebagai penjaga utama hak-hak konstitusional warga negara terkait pemilu. Melalui pemeriksaan yang cermat, sidang MK memastikan bahwa setiap individu memiliki hak untuk memilih dan dipilih, akses terhadap informasi yang akurat, dan partisipasi penuh dalam proses politik.

2. Penegakan Aturan Hukum

Sebagai lembaga peradilan tertinggi, MK memiliki tanggung jawab untuk menegakkan aturan hukum yang berkaitan dengan pemilu. Setiap tahap pemilu, dari perencanaan hingga pelaksanaan, menjadi objek pemeriksaan teliti guna memastikan kesesuaian dengan ketentuan konstitusi dan undang-undang.

3. Penyelesaian Sengketa Pemilu

Sidang MK bukan hanya sebagai pengawas, tetapi juga sebagai mekanisme penyelesaian sengketa pemilu. Pihak-pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan ke MK, menciptakan jalur hukum yang adil dan transparan untuk menyelesaikan perselisihan.

4. Legitimasi Hasil Pemilu

Putusan MK terkait hasil pemilu memberikan legitimasi pada proses demokratis. Keputusan ini tidak hanya menciptakan keyakinan masyarakat terhadap keadilan dan transparansi, tetapi juga memperkuat legitimasi pemerintahan yang terpilih.

5. Pencegahan Kecurangan

Melalui analisis dan pemeriksaan yang seksama, sidang MK berperan aktif dalam mencegah terjadinya kecurangan dalam pemilu. Keberadaannya menjadi garda terdepan dalam memastikan pelaksanaan pemilihan yang bersih dan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi.

6. Pengawasan Terhadap Penyelenggara Pemilu

Sidang MK menjalankan fungsi pengawasan terhadap penyelenggara pemilu, termasuk Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dengan memberikan sorotan pada keputusan dan tindakan penyelenggara, MK memberikan kontribusi signifikan pada peningkatan akuntabilitas dan kualitas penyelenggaraan pemilu.

7. Pemberian Keadilan

Sidang MK mendasarkan langkah-langkahnya pada prinsip keadilan. Setiap individu atau kelompok yang terlibat dalam pemilu berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan proporsional sesuai dengan norma-norma hukum dan prinsip-prinsip demokrasi.

8. Pemicu Reformasi Pemilu

Sidang MK, dalam mengevaluasi proses pemilu, dapat menjadi pemicu untuk mereformasi peraturan atau mekanisme pemilu. Langkah ini mendorong terciptanya sistem pemilu yang lebih efisien, inklusif, dan memenuhi tuntutan perkembangan demokrasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya