Jika Terjadi Perselisihan Hasil Pemilu, Maka Penyelesaiannya Dilakukan oleh Lembaga MK

Terhadap pelanggaran pemilu dan sengketa proses pemilu menurut UU 7/2017, diselesaikan oleh Panitia Pengawas Pemilu dan Mahkamah Agung (dalam hal ini Bawaslu secara berjenjang).

oleh Silvia Estefina Subitmele diperbarui 06 Feb 2024, 00:07 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2024, 20:00 WIB
Ilustrasi aturan, regulasi, hukum
Ilustrasi aturan, regulasi, hukum. (Photo by Tingey Injury Law Firm on Unsplash)

Liputan6.com, Jakarta Pemilihan umum adalah proses demokratis yang penting dalam sistem pemerintahan di suatu negara. Namun, tidak jarang terjadi perselisihan terkait hasil pemilu, baik antara peserta pemilu maupun pihak-pihak yang terlibat. Jika terjadi perselisihan hasil pemilu, maka penyelesaiannya dilakukan oleh lembaga Bawaslu, MK juga PTUN.

Jika terjadi perselisihan hasil pemilu, maka penyelesaiannya dilakukan oleh lembaga? Lembaga yang bertanggung jawab menyelesaikan perselisihan hasil pemilu di Indonesia adalah Mahkamah Konstitusi (MK). MK memiliki kewenangan dalam menyelesaikan sengketa hasil pemilu, baik tingkat nasional maupun lokal. Proses penyelesaian sengketa pemilu oleh MK mengacu pada perundang-undangan yang berlaku, di mana memastikan keadilan dalam proses pemilihan.

Jika terjadi perselisihan hasil pemilu, maka penyelesaiannya dilakukan oleh lembaga? Selain Mahkamah Konstitusi, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga berperan dalam menyelesaikan sengketa pemilihan umum. Bawaslu memiliki fungsi untuk mengawasi jalannya pemilu dan menyelesaikan sengketa yang terkait dengan pelanggaran pemilu. Dengan adanya peran Bawaslu, diharapkan proses pemilihan umum dapat berjalan secara fair dan transparan.

Berikut ini lembaga penyelesaian perselisihan pemilu yang Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Senin (5/2/2024). 

Lembaga Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilu

Ilustrasi pemilu
Tata cara pemilu 2019. (Foto: merdeka.com)

Pelaksanaan pemilu di Indonesia seringkali disertai dengan berbagai sengketa dan pelanggaran yang dilakukan oleh berbagai pihak. Dengan lahirnya Undang-Undang Pemilu terbaru, yaitu UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, terjadi perubahan dalam penyelesaian sengketa yang perlu dipahami oleh semua pihak, termasuk masyarakat. Untuk sengketa proses pemilu, lembaga yang berwenang adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), MK dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Bawaslu sebagai lembaga yang mengawasi penyelenggaraan pemilu di seluruh Indonesia, memiliki tugas dalam pencegahan dan penindakan sengketa proses pemilu. Ini mencakup identifikasi potensi kerawanan, koordinasi dengan instansi terkait, serta penanganan permohonan penyelesaian sengketa proses pemilu. Bawaslu juga dapat melakukan mediasi antar pihak yang bersengketa dan memutus penyelesaian sengketa proses pemilu.

Pada tingkat berikutnya, PTUN berperan dalam penyelesaian sengketa proses pemilu setelah upaya administrasi di Bawaslu telah digunakan. PTUN memiliki tugas dan kewenangan memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara, termasuk sengketa dalam bidang tata usaha negara pemilu.

Namun, untuk perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), lembaga yang berwenang hanyalah Mahkamah Konstitusi (MK). MK, sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman, memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus perselisihan antara KPU dan peserta pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil pemilu secara nasional.

Putusan MK bersifat final dan mengikat, kecuali untuk kasus-kasus tertentu seperti verifikasi partai politik, penetapan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, serta penetapan pasangan calon. Jika putusan MK tidak diterima oleh pihak-pihak yang bersengketa, mereka dapat mengajukan upaya hukum kepada PTUN. Selain itu, Mahkamah Agung (MA) juga memiliki peran dalam menyelesaikan sengketa administrasi, terutama terkait pelanggaran hasil keputusan KPU. MA telah mengeluarkan peraturan untuk mengatur penyelesaian sengketa administrasi pemilihan umum.

Proses Penyelesaian Perselisihan

Ilustrasi Pemilu, Kampanye
Ilustrasi pemilu, kampanye. (Image by pch.vector on Freepik)
  1. Langkah awal dalam proses penyelesaian perselisihan adalah pendaftaran gugatan oleh pihak yang merasa dirugikan. Gugatan tersebut harus disusun secara cermat, mencakup klaim yang jelas dan didukung oleh bukti yang relevan. Pendaftaran ini membuka pintu bagi penanganan lebih lanjut oleh Lembaga Penyelesaian Sengketa (LPS).
  2. LPS kemudian melakukan tahap verifikasi dan pemeriksaan awal terhadap gugatan yang diajukan. Proses ini bertujuan untuk memastikan bahwa gugatan tersebut memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dan sesuai dengan regulasi yang berlaku. Pemeriksaan ini juga bisa mencakup langkah-langkah awal penyelidikan untuk memverifikasi keabsahan bukti yang diajukan.
  3. Pihak yang terlibat dalam perselisihan diberitahu secara resmi, mengenai gugatan yang diajukan. Pemberitahuan ini mencakup informasi tentang klaim yang diajukan dan memberikan kesempatan kepada pihak terkait untuk merespon, menyampaikan argumen, serta menyediakan bukti-bukti yang dapat mendukung posisi mereka.
  4. LPS melakukan pemeriksaan mendalam terhadap seluruh bukti dan argumen yang diajukan oleh pihak terkait. Ini melibatkan analisis rinci terhadap dokumen, pemeriksaan saksi dan pengumpulan informasi tambahan yang diperlukan untuk memahami dengan baik konteks perselisihan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses berjalan secara menyeluruh dan objektif.
  5. Pada tahap ini, LPS dapat mengadakan audiensi atau sidang untuk memberikan pihak terkait kesempatan untuk menyampaikan argumen mereka secara langsung. Ini menciptakan platform transparan di mana pihak-pihak yang bersengketa dapat saling berhadapan dan menjelaskan pandangan mereka, yang kemudian dapat membantu LPS dalam pengambilan keputusan.
  6. Setelah mengumpulkan seluruh informasi yang diperlukan, LPS melakukan penilaian mendalam untuk mencapai keputusan yang adil dan akurat. Proses ini melibatkan evaluasi terhadap keabsahan bukti, pertimbangan argumen, dan penerapan prinsip-prinsip hukum untuk mencapai kesimpulan yang tepat.
  7. Keputusan LPS diumumkan secara terbuka kepada publik dan pihak terkait. Pengumuman ini mencakup penjelasan rinci tentang alasan di balik keputusan yang diambil, memberikan transparansi yang penting untuk memahami proses pengambilan keputusan.
  8. Setelah keputusan diambil, LPS bekerja sama dengan lembaga terkait, seperti badan pemilihan umum, untuk memastikan pelaksanaan yang efektif. Ini dapat mencakup pembaruan hasil pemilu atau bahkan pelaksanaan pemilihan ulang, tergantung pada sifat keputusan yang diambil.
  9. Setelah penyelesaian perselisihan, LPS melakukan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh proses. Ini mencakup identifikasi kekuatan dan kelemahan dari penanganan perselisihan tersebut. Proses pembelajaran ini bermanfaat untuk memperbaiki sistem dan prosedur penyelesaian perselisihan di masa mendatang.

Perbedaan Sengketa Proses dengan Sengketa Hasil Pemilu

Ilustrasi pemilu, pemilihan, vote
Ilustrasi pemilu, pemilihan, vote. (Image by macrovector on Freepik)

Proses dan penyelesaian sengketa dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan aspek krusial dalam menjaga integritas dan keadilan proses demokratis. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) di Indonesia, secara tegas menetapkan Pemilu sebagai sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, serta anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Menurut Uu Nurul Huda dalam karyanya yang berjudul "Hukum Partai Politik dan Pemilu di Indonesia," UU Pemilu membedakan empat jenis masalah hukum pemilu, yaitu pelanggaran, sengketa proses, perselisihan hasil pemilu, dan tindak pidana pemilu. Sengketa proses, menurut Pasal 466 UU Pemilu didefinisikan sebagai perselisihan yang timbul antar-peserta pemilu dan peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu sebagai hasil dari keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU), keputusan KPU Provinsi dan keputusan KPU Kabupaten/Kota. Dengan demikian, sengketa proses pemilu dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu sengketa antar peserta pemilu dan sengketa antara peserta pemilu dengan penyelenggara pemilu.

Sementara itu, perselisihan hasil pemilu sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 473 UU Pemilu, adalah perselisihan antara KPU dan Peserta Pemilu mengenai penetapan perolehan suara hasil Pemilu secara nasional. Dalam konteks ini, perselisihan hasil pemilu mencakup perbedaan pendapat antara KPU dan peserta pemilu terkait penetapan perolehan suara anggota DPR, DPD, DPRD, serta hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden.

Lebih lanjut, perselisihan hasil pemilu yang dijelaskan oleh Nurul Huda berkaitan dengan penetapan perolehan suara yang dapat memengaruhi perolehan kursi peserta pemilu serta penetapan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dengan demikian, perselisihan ini menjadi esensial dalam menentukan konfigurasi politik dan perwakilan rakyat di lembaga legislatif dan eksekutif.

Pentingnya sengketa proses dan perselisihan hasil pemilu terletak pada upaya memastikan transparansi, keadilan dan integritas dalam pelaksanaan pemilu. Adanya mekanisme hukum seperti yang diatur dalam UU Pemilu menjadi landasan, untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap proses demokratis dan hasil pemilihan yang dihasilkannya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya