Liputan6.com, Jakarta Dalam perkembangan ekonomi global yang dinamis, BRICS telah menjadi kekuatan yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebagai blok ekonomi yang beranggotakan negara-negara berkembang terkemuka, BRICS telah membuktikan dirinya sebagai alternatif yang kuat terhadap dominasi ekonomi Barat. Dengan bergabungnya beberapa negara baru, termasuk Indonesia yang baru saja resmi menjadi anggota pada awal 2025, BRICS semakin menunjukkan pengaruhnya dalam tatanan ekonomi global.
Keberadaan BRICS sebagai aliansi ekonomi strategis semakin diperhitungkan seiring dengan meningkatnya kontribusi blok ini terhadap perekonomian dunia. Dana Moneter Internasional (IMF) mencatat bahwa BRICS menyumbang 37,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto global pada 2024, melampaui kontribusi G7 yang hanya mencapai 30 persen. Pencapaian ini membuktikan bahwa BRICS telah berhasil mengubah lanskap ekonomi global dan menjadi kekuatan penyeimbang bagi dominasi negara-negara maju.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Perkembangan BRICS dari sekadar slogan investasi menjadi blok ekonomi yang berpengaruh menunjukkan transformasi signifikan dalam tata kelola ekonomi global. Dengan masuknya Indonesia ke dalam keanggotaan BRICS, blok ini semakin memperkuat posisinya sebagai representasi negara-negara berkembang yang berjuang untuk reformasi sistem keuangan internasional. BRICS kini tidak hanya menjadi forum kerja sama ekonomi, tetapi juga menjadi simbol pergeseran kekuatan ekonomi global dari Barat ke Timur.
Lebih lengkapnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi lengkap seputar apa itu BRICS, pada Rabu (8/1).
Sejarah dan Perkembangan BRICS
BRICS memiliki sejarah yang menarik dalam pembentukannya. Awalnya, istilah BRIC dicetuskan oleh Jim O'Neill, seorang ekonom dari Goldman Sachs Group Inc pada tahun 2001. Pencetusannya dilatarbelakangi oleh keinginan untuk menarik perhatian terhadap tingkat pertumbuhan yang kuat di Brasil, Rusia, India, dan China di tengah keraguan pasar pasca serangan teroris 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Gagasan ini kemudian berkembang menjadi kenyataan ketika keempat negara tersebut mulai bekerja sama dalam berbagai forum internasional, termasuk Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pertemuan pertama tingkat menteri luar negeri BRIC diadakan oleh Rusia pada tahun 2006 di sela-sela Sidang Umum PBB, yang kemudian dilanjutkan dengan KTT pertama yang melibatkan para pemimpin negara pada tahun 2009.
Afrika Selatan bergabung dengan kelompok ini pada akhir 2010, mengubah akronim menjadi BRICS. Penambahan Afrika Selatan memperkuat representasi geografis kelompok ini dengan memasukkan benua Afrika ke dalam aliansi. Sejak saat itu, BRICS terus berkembang dan memperluas pengaruhnya dalam ekonomi global.
Pada tahun 2024, BRICS kembali memperluas keanggotaannya dengan bergabungnya Iran, Mesir, Etiopia, dan Uni Emirat Arab sebagai anggota penuh. Ekspansi ini menandai fase baru dalam perkembangan BRICS sebagai blok ekonomi yang semakin inklusif dan berpengaruh.
Advertisement
Fungsi dan Peran BRICS dalam Ekonomi Global
BRICS memiliki beberapa fungsi strategis dalam sistem ekonomi global. Salah satu prestasi terbesar BRICS adalah di bidang keuangan, di mana negara-negara anggota telah sepakat untuk mengumpulkan dana sebesar $100 miliar yang dapat dipinjamkan antar anggota dalam keadaan darurat. Inisiatif ini menunjukkan komitmen BRICS dalam membangun sistem pendukung finansial yang mandiri.
Pembentukan Bank Pembangunan Baru (New Development Bank) pada tahun 2015 menjadi tonggak penting dalam sejarah BRICS. Bank ini telah menyetujui lebih dari US$30 miliar pinjaman untuk berbagai proyek infrastruktur, termasuk proyek air dan transportasi. Keberadaan bank ini menjadi alternatif penting bagi lembaga keuangan internasional yang selama ini didominasi negara-negara Barat.
BRICS juga berperan penting dalam mendorong reformasi tata kelola global yang lebih inklusif dan representatif. Kelompok ini aktif menyuarakan kepentingan negara-negara berkembang dalam forum-forum internasional dan berupaya membangun sistem ekonomi multipolar yang lebih adil.
Dalam hal perdagangan internasional, BRICS telah menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Dari tahun 2000 hingga 2023, pangsa ekspor barang global BRICS meningkat dari 10,7 persen menjadi 23,3 persen, sementara pangsa G7 justru mengalami penurunan dari 45,1 persen menjadi 28,9 persen.
Potensi dan Tantangan BRICS
Potensi BRICS sangat besar dalam membentuk lanskap ekonomi global masa depan. IMF memproyeksikan bahwa negara-negara BRICS akan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi global, dengan China saja diperkirakan akan menyumbang 22 persen dari pertumbuhan global dalam lima tahun ke depan.
Goldman Sachs memprediksikan bahwa BRICS akan melampaui G7 dalam hal PDB pada tahun 2050, bahkan tanpa memperhitungkan anggota baru. Prediksi ini semakin mungkin terwujud dengan bergabungnya anggota-anggota baru yang memiliki potensi ekonomi besar. Secara kolektif, negara-negara BRICS mencakup sekitar 30% dari permukaan bumi dan 45% populasi global, menjadikannya kekuatan ekonomi yang sangat diperhitungkan.
Namun, BRICS juga menghadapi beberapa tantangan signifikan. Perbedaan kepentingan politik dan keamanan di antara negara anggota, termasuk hubungan dengan Amerika Serikat, serta sistem pemerintahan dan ideologi yang berbeda menjadi hambatan dalam pengambilan keputusan bersama. Contohnya, hubungan perdagangan antara India dan China yang relatif lemah akibat persaingan politik dan perselisihan wilayah.
Tantangan lain muncul dari dominasi ekonomi China yang PDB-nya lebih dari dua kali lipat dibandingkan gabungan keempat anggota awal lainnya. Meski demikian, India yang kini memiliki populasi lebih besar dari China mulai menjadi penyeimbang dalam dinamika internal BRICS. Hal ini terlihat dari struktur kepemilikan Bank Pembangunan Baru yang tidak memiliki pemegang saham dominan, hasil dari kesepakatan antara Beijing dan New Delhi.
Advertisement
Indonesia dan BRICS
Bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS membuka babak baru dalam sejarah diplomasi ekonomi Indonesia. Keputusan ini disampaikan secara resmi oleh Menteri Luar Negeri Sugiono dalam KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada Oktober 2024. Pengajuan keanggotaan tidak hanya disampaikan secara lisan, tetapi juga melalui surat resmi kepada Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov.
Bagi Indonesia, keanggotaan dalam BRICS membawa beberapa keuntungan strategis. Pertama, akses ke sumber pendanaan baru melalui Bank Pembangunan Baru BRICS untuk proyek-proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan. Kedua, peluang untuk memperluas pasar ekspor ke negara-negara anggota BRICS yang mencakup hampir setengah populasi dunia.
Indonesia juga dapat berperan aktif dalam mendorong reformasi sistem multilateral agar lebih inklusif dan representatif. Menlu Sugiono menekankan pentingnya kerja sama dengan negara-negara BRICS dan negara-negara dunia selatan dalam penegakan hak atas pembangunan berkelanjutan.
Inovasi Keuangan BRICS
Salah satu inisiatif paling ambisius BRICS adalah upaya untuk menciptakan alternatif terhadap dominasi sistem keuangan global yang berbasis dolar AS. Pada KTT BRICS 2023 di Afrika Selatan, negara-negara anggota berkomitmen untuk mempelajari kelayakan mata uang bersama baru. Inisiatif ini bertujuan untuk memfasilitasi perdagangan internasional yang lebih efisien dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS.
BRICS juga mengembangkan sistem pembayaran alternatif melalui BRICS Pay, yang dimulai pada KTT BRICS 2015 di Rusia. Sistem ini dirancang sebagai alternatif terhadap SWIFT, dengan tujuan awal untuk beralih ke penyelesaian transaksi dalam mata uang nasional masing-masing negara anggota. Bank Sentral Rusia menekankan manfaat sistem ini sebagai cadangan jika terjadi gangguan pada sistem SWIFT.
Pengembangan instrumen keuangan baru ini mencerminkan ambisi BRICS untuk menciptakan arsitektur keuangan global yang lebih seimbang. Meskipun masih dalam tahap pengembangan, inisiatif ini menunjukkan potensi BRICS untuk mengubah lanskap keuangan internasional secara fundamental.