Liputan6.com, Jakarta - Kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Rusia disebut memasuki babak baru yang menjanjikan.
Ketua Kadin Komite Rusia Didit Ratam menekankan pentingnya momentum saat ini sebagai "awal dari operasi ekonomi baru” yang berpotensi membawa kedua negara ke level kemitraan strategis yang lebih erat.
Baca Juga
Didit menyatakan bahwa pemerintah Indonesia di bawah Presiden Prabowo Subianto menunjukkan proaktif dalam memperkuat hubungan luar negeri. Hal itu terlihat dari keikutsertaan Indonesia dalam forum-forum penting seperti KTT Kazan, serta langkah bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS dalam kurun waktu kurang dari 100 hari setelah resmi menjabat.
Advertisement
Lebih jauh, ia menyebut Indonesia sedang menanti penandatanganan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Ekonomi Eurasia (UEE), yang diharapkan dapat terjadi dalam beberapa bulan ke depan.
"Peristiwa-peristiwa ini menandakan kedekatan hubungan dan potensi yang dapat muncul dari kedekatan ini," ujar Didit dalam panel diskusi "Rusia-Indonesia Business Forum" 2025 yang diselenggarakan di Jakarta, Senin (14/4/2025).
Didit mengungkapkan bahwa pemerintahan Prabowo akan fokus pada tiga kebutuhan dasar penduduk: pangan, energi, dan air.
Di sektor pangan, Indonesia kini tengah membuka dua juta hektare sawah baru serta mengembangkan ratusan ribu lahan pertanian kakao, kelapa, dan tebu. Yang menarik, proses ini ditunjang oleh mekanisasi dan teknologi tinggi, seperti penggunaan drone untuk pemupukan serta alat berat untuk panen.
Menurut Didit, sektor pertanian ini sangat potensial untuk kerja sama dengan Rusia, mengingat latar belakang dan teknologi yang dimiliki negara tersebut. Ia menyebut tujuan Indonesia adalah menjadi pusat produk pangan dan pertanian global untuk komoditas tertentu.
Di sisi energi, Indonesia berkomitmen untuk beralih ke energi bersih dan mencapai target nol emisi pada 2060. Sementara itu, sektor air bersih juga menjadi prioritas, mengingat pentingnya ketersediaan sumber daya ini bagi masyarakat.
Hilirisasi hingga Digitalisasi Jadi Peluang Investasi
Selain ketiga fokus utama, Didit menyoroti potensi kerja sama dalam bidang hilirisasi industri. Saat ini, Indonesia tidak hanya mendorong hilirisasi nikel, tetapi juga bauksit, aluminium, hingga produk pertanian seperti rumput laut.
Ia menambahkan bahwa sektor perikanan dan migas juga terbuka untuk kerja sama. Tujuan Indonesia adalah menjadikan diri sebagai pusat pangan kawasan, khususnya di Asia.
Bidang lain yang menjadi sorotan adalah digitalisasi. Namun menurut Didit, digitalisasi harus diarahkan untuk meningkatkan efisiensi, bukan sekadar mengikuti tren.
Tak kalah penting, sektor kesehatan dan farmasi juga disebut sebagai salah satu bidang yang bisa digarap bersama. Hal ini sejalan dengan tujuan Indonesia untuk memperkuat ketahanan kebutuhan dasar penduduknya.
Advertisement
Pentingnya Kepercayaan
Lebih jauh, Didit mengingatkan bahwa kerja sama ini tidak dapat terwujud dalam semalam. Hubungan antar pelaku usaha harus dibangun lewat kepercayaan, transaksi, dan investasi secara bertahap.
"Kita masih di awal. Hari ini adalah awal. Ini bukan akhir," tegasnya.
Didit juga menekankan pentingnya membangun perdagangan dua arah. Rusia, menurutnya, tidak hanya perlu mengekspor ke Indonesia, tetapi juga membuka diri terhadap produk-produk Indonesia.
Dengan jumlah penduduk gabungan mencapai 430 juta jiwa dan PDB sekitar USD 3,1 triliun, Didit optimistis kedua negara memiliki potensi besar untuk memperkuat kerja sama ekonomi.
"Saya yakin bahwa kita dapat memanfaatkan momentum ini untuk memajukan kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Rusia," tutupnya.
