Liputan6.com, Jakarta Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan aktivitas seismik tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh posisi geografisnya yang berada di sepanjang Cincin Api Pasifik, menjadikannya rentan terhadap gempa bumi dan tsunami. Dengan rata-rata 1.500 gempa bumi terjadi setiap tahun, Jepang telah mengembangkan berbagai langkah mitigasi bencana yang menginspirasi dunia.
Namun, meskipun upaya mitigasi telah diterapkan secara luas, beberapa gempa besar dalam sejarah tetap meninggalkan dampak signifikan. Gempa seperti Tohoku pada 2011 dan Kanto pada 1923 tidak hanya menelan ribuan korban jiwa tetapi juga menghancurkan infrastruktur dan memengaruhi kehidupan jutaan orang. Sejarah ini menjadi pengingat akan pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Advertisement
Artikel ini akan mengulas secara rinci gempa-gempa terbesar dalam sejarah Jepang, penyebab terjadinya, dan langkah-langkah mitigasi yang telah dilakukan negara ini. Berikut informasinya, dirangkum Liputan6, Selasa (14/1).
Advertisement
Gempa Bumi Besar di Sejarah Jepang
Mengutip, id.emb-japan.go.jp, selama kurun waktu 400 tahun, sejak abad ke-17, Jepang sudah dilanda setidaknya 100 kali gempa bumi dengan Tsunami yang besar. Beberapa sumber mengatakan, gempa dahsyat tercatat pertama kali pada tahun 599 di Provinsi Yamato, yang kini dikenal sebagai Prefektur Nara. Meskipun tidak ada data akurat tentang kekuatan gempa tersebut, kerusakannya cukup signifikan untuk tercatat dalam sejarah. Catatan lebih rinci muncul pada gempa Hakuho Nankai tahun 684 dengan kekuatan sekitar 8,4 yang menelan 1.000 korban jiwa.
Gempa Meio Nankai pada tahun 1498 dengan kekuatan 8,6 Mw memicu tsunami besar yang merenggut sekitar 41.000 jiwa di wilayah Shikoku dan Kansai. Gempa ini menunjukkan dampak ganda dari gempa bumi, yaitu guncangan dan tsunami yang menghancurkan komunitas pesisir.
Salah satu gempa paling ikonik adalah Gempa Besar Kanto 1923 dengan kekuatan 8,3 ML, yang menghancurkan Tokyo dan sekitarnya serta menyebabkan lebih dari 105.000 korban jiwa. Gempa ini berlangsung selama 4 hingga 10 menit, menciptakan kehancuran luas dan menjadi salah satu bencana terburuk dalam sejarah Jepang.
Advertisement
Gempa Tōhoku 2011 dan Bencana Nuklir Fukushima
Dilansir RRI, pada 11 Maret 2011, Jepang diguncang gempa berkekuatan 9,1 Mw yang merupakan gempa terbesar dalam sejarah negara tersebut. Gempa yang terjadi di lepas pantai Tohoku ini memicu tsunami setinggi 30 meter yang menghancurkan wilayah pesisir dan menewaskan sekitar 18.500 orang.
Bencana ini juga memicu kecelakaan nuklir di Fukushima Daiichi, di mana tiga reaktor mengalami kerusakan serius akibat banjir. Kehancuran ini menjadi peristiwa nuklir terburuk sejak Chernobyl dan memengaruhi kebijakan energi nuklir Jepang hingga saat ini.
Gempa Tōhoku menjadi pelajaran penting tentang dampak terintegrasi antara gempa, tsunami, dan infrastruktur kritis, sehingga Jepang terus memperbaiki teknologi dan kebijakan mitigasi bencana.
Langkah Mitigasi Jepang dalam Menghadapi Gempa
Jepang telah menerapkan berbagai langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak gempa bumi. Bangunan di Jepang dirancang dengan teknologi tahan gempa yang ketat, mampu menahan guncangan kuat tanpa runtuh. Peraturan ini memastikan keselamatan penghuni bahkan dalam gempa berkekuatan besar.
Selain itu, pemerintah Jepang secara rutin mengadakan simulasi darurat, mulai dari tingkat sekolah hingga komunitas lokal. Simulasi ini melibatkan evakuasi dan penggunaan emergency kit yang dirancang untuk memastikan kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.
Jepang juga memiliki sistem peringatan dini gempa yang terintegrasi dengan perangkat seluler, memberikan waktu kepada masyarakat untuk bersiap sebelum guncangan terjadi. Sistem ini telah menyelamatkan banyak nyawa selama beberapa dekade terakhir.
Advertisement
Perbandingan Gempa Besar di Jepang dan Dampaknya
Gempa Sanriku pada tahun 1896 dan 1933 menunjukkan pola gempa besar di wilayah Tōhoku yang berulang kali mengalami kerusakan parah akibat tsunami. Sementara itu, gempa besar seperti Hanshin pada tahun 1995 menunjukkan dampak buruk di wilayah perkotaan, menghancurkan Kobe dan menyebabkan lebih dari 6.000 korban jiwa.
Perbandingan ini menunjukkan bahwa dampak gempa tidak hanya bergantung pada kekuatan gempa, tetapi juga pada lokasi episenter dan kepadatan penduduk di sekitarnya. Gempa di daerah pesisir sering kali memicu tsunami, sedangkan gempa di wilayah urban cenderung menghancurkan infrastruktur.
Hal ini menekankan pentingnya pemetaan risiko dan perencanaan urban yang tangguh terhadap gempa bumi.
Belajar dari Mitigasi Bencana di Jepang
Mengutip bpbd.pangkalpinangkota.go.id, Jepang terus berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi mitigasi bencana. Sistem deteksi dini semakin canggih dengan penggunaan sensor seismik yang tersebar luas. Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan sektor swasta untuk meningkatkan ketahanan infrastruktur kritis.
Jepang memulai edukasi mitigasi bencana sejak usia dini dengan pengajaran rambu evakuasi dan penyediaan Emergency Kit di sekolah. Teknologi seperti Sistem Peringatan Gempa melalui handphone membantu masyarakat bersiap sebelum gempa terjadi, memberikan waktu untuk evakuasi.
Standar bangunan tahan gempa diterapkan ketat untuk memastikan keamanan jangka panjang, dengan sanksi berat bagi pelanggaran. Jepang juga terus melakukan penelitian dan pengembangan mitigasi, fokus pada edukasi, teknologi, dan perencanaan untuk meminimalkan dampak bencana.
Advertisement
Mengapa Jepang sering mengalami gempa bumi?
Jepang berada di Cincin Api Pasifik, tempat empat lempeng tektonik bertemu.
Apa gempa terbesar yang pernah terjadi di Jepang?
Gempa Tōhoku 2011 dengan kekuatan 9,1 Mw adalah gempa terbesar dalam sejarah Jepang.
Advertisement
Bagaimana Jepang mengurangi dampak gempa?
Jepang menerapkan teknologi bangunan tahan gempa, sistem peringatan dini, dan simulasi darurat.
Apa yang menyebabkan bencana nuklir Fukushima?
Tsunami akibat gempa Tōhoku 2011 merusak sistem pendingin di reaktor nuklir Fukushima Daiichi.
Advertisement