Liputan6.com, Jakarta Tradisi lebaran kupatan merupakan perayaan yang dilaksanakan pada hari ke-8 bulan Syawal, tepatnya setelah menjalankan puasa sunnah selama enam hari di awal Syawal. Perayaan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya masyarakat Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.
Baca Juga
Advertisement
Setiap tahunnya, tradisi lebaran kupatan dirayakan dengan penuh sukacita oleh masyarakat Muslim di berbagai daerah. Perayaan ini tidak hanya sekadar ritual makan bersama, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur yang telah diwariskan sejak masa Walisongo, khususnya oleh Sunan Kalijaga yang memperkenalkan tradisi ini sebagai sarana dakwah.
Keunikan tradisi lebaran kupatan terletak pada hidangan utamanya berupa ketupat yang dibungkus dengan janur dan disajikan bersama berbagai lauk pendamping seperti opor, lodeh, atau rendang. Masyarakat berkumpul di masjid, musala, atau lapangan untuk menikmati hidangan bersama sambil memanjatkan doa syukur atas nikmat yang telah diberikan.
Lebih jelasnya, berikut ini telah Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber informasi lengkapnya, pada Kamis (13/2).
Asal-Usul dan Makna Lebaran Kupatan
Â
Tradisi lebaran kupatan memiliki sejarah panjang yang bermula dari masa Kesultanan Demak pada abad ke-16 M. Sunan Kalijaga, salah satu anggota Walisongo, memperkenalkan istilah Bakda Lebaran dan Bakda Kupat sebagai bagian dari strategi dakwah Islam yang adaptif terhadap budaya lokal.
Kata "kupat" atau "ketupat" sendiri berasal dari bahasa Jawa, dan memiliki beberapa interpretasi menarik. Ada yang mengaitkannya dengan "ngaku lepat" (mengakui kesalahan), "laku papat" (empat tindakan: lebaran, luberan, leburan, laburan – menandakan berakhirnya puasa, limpahan rezeki, peleburan dosa, dan pembersihan diri), dan "kafi" (cukup, mensyukuri cukupnya rezeki setelah Ramadhan).
Bentuk segi empat ketupat juga dikaitkan dengan prinsip "kiblat papat lima pancer" (empat arah kiblat, lima pusat – menunjukkan bahwa apapun arah tujuan manusia, ia akan kembali kepada Tuhan). Janur kuning yang membungkus beras melambangkan tolak bala.
Tradisi ini dipercaya diperkenalkan oleh para Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, sebagai bagian dari strategi dakwah Islam yang membaurkan ajaran agama dengan budaya lokal. Mereka memanfaatkan tradisi slametan yang sudah ada untuk menyebarkan nilai-nilai Islam seperti syukur, sedekah, dan silaturahmi. Ketupat pun menjadi simbol permohonan maaf, kesucian (beras putih), dan kesederhanaan.
Pada masa itu, Sunan Kalijaga menggunakan pendekatan kultural untuk menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa. Beliau memahami bahwa masyarakat akan lebih mudah menerima ajaran agama jika disampaikan melalui tradisi yang dekat dengan kehidupan mereka sehari-hari.
Bakda Lebaran dikenal sebagai perayaan Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal, sementara Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelahnya. Kedua perayaan ini memiliki makna yang saling melengkapi dalam rangkaian ibadah di bulan Syawal.
Hingga saat ini, tradisi ini masih dilestarikan sebagai bentuk syukur kepada Allah SWT dan sarana untuk mempererat tali silaturahmi antar sesama. Perayaan yang awalnya hanya ada di Pulau Jawa kini telah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia.
Advertisement
Makna Filosofis Ketupat dalam Tradisi
Kata ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa memiliki makna filosofis yang mendalam. Istilah ini berasal dari kata "laku papat" yang berarti empat tindakan utama yang menjadi inti dari perayaan ini. Mari kita telusuri makna dari keempat tindakan tersebut:
- Lebaran - mengandung arti selesai atau berakhir, menandakan telah selesainya rangkaian ibadah puasa Ramadan dan puasa Syawal.
- Luberan - berarti melimpah, mengajarkan tentang pentingnya berbagi rezeki kepada sesama sebagai wujud syukur.
- Leburan - bermakna melebur atau menghilangkan dosa melalui tradisi saling memaafkan.
- Laburan - yang berarti memutihkan, menggambarkan penyucian diri baik lahir maupun batin.
Makan ketupat bersama keluarga dan tetangga bukan sekadar kegiatan makan biasa. Ini merupakan momen untuk memperkuat ikatan sosial dan saling memaafkan kesalahan. Santan dalam opor ayam (santen = pangapunten, mohon maaf) semakin menguatkan makna permohonan maaf ini. Lebaran Kupatan menjadi perpaduan unik antara ajaran Islam dan budaya Jawa, yang hingga kini masih lestari dan dirayakan sebagai bagian penting dari tradisi masyarakat Jawa.
Perlengkapan dan Hidangan dalam Tradisi Kupatan
Dalam perayaan tradisi kupatan, ketupat menjadi hidangan utama yang wajib ada. Ketupat dibuat dari beras yang dibungkus dengan janur (daun kelapa muda) yang dianyam membentuk kantong prisma. Pemilihan janur sebagai pembungkus memiliki makna tersendiri, dimana dalam bahasa Arab, janur berarti "telah datang seberkas cahaya terang", melambangkan harapan untuk mendapatkan petunjuk Allah menuju jalan yang benar.
Selain ketupat, hidangan pendamping yang biasa disajikan meliputi:
- Sayur lodeh sebagai simbol keharmonisan
- Opor ayam yang melambangkan kemakmuran
- Rendang yang menggambarkan ketahanan dan kesabaran
- Sambal goreng ati sebagai pelengkap cita rasa
Masyarakat biasanya membawa hidangan masing-masing dari rumah untuk dimakan bersama-sama. Di beberapa daerah di Jawa Timur, tradisi membawa makanan ini dikenal dengan istilah 'asahan', yang mencerminkan semangat gotong royong dan kebersamaan.
Pelaksanaan Tradisi Kupatan di Berbagai Daerah
Tradisi kupatan memiliki keunikan tersendiri di setiap daerah di Indonesia. Meski esensinya sama yaitu sebagai perayaan setelah menjalankan puasa Syawal, namun cara pelaksanaannya memiliki ciri khas yang mencerminkan kearifan lokal masing-masing wilayah. Beragam variasi pelaksanaan ini justru memperkaya nilai budaya dari tradisi kupatan itu sendiri.
Surabaya dan Sekitarnya
Di Surabaya, tradisi kupatan dirayakan dengan cara yang unik. Warga berkumpul di masjid atau musala setempat dengan membawa ketupat dan hidangan pendamping. Mereka menyebutnya dengan istilah "nggawa kanca" yang berarti membawa teman-teman, mengacu pada berbagai lauk yang menemani ketupat.
Daerah Pesisir
Di daerah pesisir, tradisi kupatan sering dikaitkan dengan sedekah laut. Selain makan bersama, masyarakat juga mengadakan ritual syukuran atas hasil laut yang telah diperoleh selama ini.
Wilayah Pedesaan
Di wilayah pedesaan, tradisi kupatan sering dipadukan dengan kesenian tradisional seperti wayang kulit atau pertunjukan rakyat lainnya sebagai bentuk syukur dan hiburan bagi masyarakat.
Advertisement
Lebaran Kupatan: Lebih dari Sekedar Makan Ketupat
Tradisi Lebaran Kupatan bukan hanya sekedar makan ketupat. Ini adalah momen untuk mempererat silaturahmi, saling memaafkan, dan mensyukuri nikmat Tuhan. Nilai-nilai tersebut tetap relevan di era modern ini dan menjadi warisan budaya yang perlu dilestarikan.
1. Nilai Spiritual
Tradisi kupatan mengajarkan tentang pentingnya mensyukuri nikmat Allah dan menjaga kebersihan hati setelah menjalankan ibadah puasa Ramadan dan Syawal.
2. Nilai Sosial
Perayaan ini memperkuat ikatan sosial masyarakat melalui kegiatan makan bersama dan saling berbagi makanan.
3. Nilai Budaya
Sebagai warisan Walisongo, tradisi ini menunjukkan keberhasilan dakwah Islam yang dapat beradaptasi dengan budaya lokal tanpa menghilangkan esensi ajaran agama.
4. Nilai Pendidikan
Melalui filosofi ketupat, masyarakat belajar tentang pentingnya pembersihan diri, berbagi dengan sesama, dan menjaga keharmonisan sosial.
Dari sejarahnya yang kaya hingga makna filosofisnya yang mendalam, Lebaran Kupatan merupakan perayaan yang unik dan berharga bagi masyarakat Jawa. Tradisi ini menunjukkan bagaimana budaya dan agama dapat berpadu menciptakan perayaan yang penuh makna dan memperkuat ikatan sosial.
Perayaan Lebaran Kupatan juga mencerminkan kearifan lokal masyarakat Jawa yang mampu menggabungkan tradisi dengan nilai-nilai keagamaan. Hal ini menunjukkan kekayaan budaya Indonesia yang patut dijaga dan dilestarikan untuk generasi mendatang.
Berbagai tradisi unik yang berkembang di berbagai daerah di Jawa juga memperkaya perayaan Lebaran Kupatan. Mulai dari tradisi mengunjungi makam wali hingga melarung ketupat di laut, semuanya menunjukkan keberagaman budaya Indonesia yang indah.
Dalam konteks modern saat ini, Lebaran Kupatan tetap menjadi momen penting bagi masyarakat Jawa untuk mempererat tali silaturahmi dan memperkokoh rasa kebersamaan. Tradisi ini mengajarkan nilai-nilai penting seperti saling memaafkan, mensyukuri nikmat Tuhan, dan menghormati budaya leluhur.
![Loading](https://cdn-production-assets-kly.akamaized.net/assets/images/articles/loadingbox-liputan6.gif)