Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kasus dugaan korupsi besar di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Dalam konferensi pers yang digelar Senin (3/3/2025), KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus pemberian fasilitas kredit yang bersumber dari APBN. Dugaan korupsi ini melibatkan dua direktur LPEI dan tiga petinggi PT Petro Energy, salah satu debitur LPEI.
Kasus ini bermula dari pemberian fasilitas kredit kepada 11 debitur dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp11,7 triliun. Namun, KPK baru menetapkan tersangka terkait pemberian kredit kepada PT Petro Energy, dengan jumlah kredit yang diberikan mencapai Rp988,5 miliar. Penyidikan lebih lanjut masih terus dilakukan untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam skandal ini.
Baca Juga
Modus yang digunakan dalam kasus ini cukup kompleks, termasuk persetujuan kredit meskipun kondisi keuangan debitur tidak layak, adanya fee terselubung dengan kode "uang zakat", serta dugaan kontrak fiktif. Dirangkum Liputan6.com dari berbagai sumber pada Selasa (4/3/2025), berikut adalah rangkuman kronologis dan detail kasus berdasarkan informasi dari KPK.
Advertisement
Daftar 5 Tersangka Kasus Korupsi LPEI
KPK menetapkan lima tersangka utama dalam kasus ini, yang terdiri dari dua pejabat LPEI dan tiga petinggi PT Petro Energy. Berikut daftar lengkapnya:
- Dwi Wahyudi – Direktur Pelaksana I LPEI
- Arif Setiawan – Direktur Pelaksana IV LPEI
- Jimmy Masrin – Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy
- Newin Nugroho – Direktur Utama PT Petro Energy
- Susy Mira Dewi Sugiarta – Direktur Keuangan PT Petro Energy
Mengutip ANTARA, Plh. Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo menuturkan bahwa kelima tersangka diduga terlibat dalam persetujuan fasilitas kredit yang melanggar aturan, menyebabkan kerugian besar bagi negara. Penyidik masih terus menelusuri pihak lain yang mungkin terlibat dalam praktik serupa di LPEI.
Advertisement
Modus Korupsi: Kredit Diberikan Meski Tidak Layak
Berdasarkan hasil penyelidikan KPK, PT Petro Energy memperoleh fasilitas kredit dari LPEI dalam tiga tahap:
- 2 Oktober 2015 – Rp297 miliar
- 19 Februari 2016 – Rp400 miliar
- 14 September 2017 – Rp200 miliar
Total dana yang digelontorkan mencapai Rp988,5 miliar, meskipun kondisi keuangan PT Petro Energy tidak memenuhi syarat. Current ratio perusahaan hanya 0,86, yang berarti aset lancar tidak cukup untuk menutup kewajiban jangka pendek.
Meski sudah ada peringatan dari tim analis LPEI mengenai kelayakan kredit PT Petro Energy, direksi tetap menyetujuinya. Para direktur tetap memberikan kredit walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawah.
Fee Terselubung dengan Kode "Uang Zakat"
Salah satu fakta mengejutkan dalam kasus ini adalah penggunaan istilah "uang zakat" sebagai kode untuk fee ilegal yang diberikan debitur kepada direksi LPEI.
Fee yang diminta berkisar antara 2,5 hingga 5 persen dari nilai kredit yang diberikan. Budi Sukmo menjelaskan bahwa bukti transaksi ini juga telah ditemukan dalam bentuk elektronik serta hasil asset tracing.
Dari keterangan yang KPK peroleh dari para saksi, memang ada istilah ‘uang zakat’ yang diberikan oleh debitur kepada direksi sebagai kompensasi atas persetujuan kredit.
Advertisement
Potensi Kerugian Negara dan Upaya KPK dalam Pemulihan Aset
Pemberian fasilitas kredit bermasalah ini tidak hanya terjadi pada PT Petro Energy, tetapi juga pada 10 debitur lainnya yang sedang dalam penyelidikan. Secara total, kasus ini berpotensi merugikan negara hingga Rp11,7 triliun.
Namun, hingga saat ini, KPK baru menetapkan tersangka untuk skema kredit yang diberikan kepada PT Petro Energy. Penyelidikan terhadap 10 debitur lainnya masih berlangsung dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan di masa mendatang.
Dalam rangka memulihkan kerugian negara, KPK berupaya melakukan asset recovery dari para debitur yang menerima kredit ilegal. Dari PT Petro Energy, KPK menargetkan pemulihan aset senilai USD 60 juta atau sekitar Rp988 miliar.
Selain itu, KPK juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap harta kekayaan para tersangka untuk memastikan bahwa tidak ada dana hasil korupsi yang disembunyikan.
Pertanyaan dan Jawaban Seputar Kasus LPEI
1. Apa itu LPEI dan bagaimana fungsinya?
LPEI (Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia) adalah lembaga keuangan milik pemerintah yang bertugas memberikan fasilitas pembiayaan ekspor guna mendukung daya saing produk Indonesia di pasar global.
2. Mengapa kasus korupsi LPEI bisa terjadi?
Korupsi di LPEI terjadi karena lemahnya sistem pengawasan dan adanya kolusi antara pejabat internal dengan debitur. Kredit diberikan tanpa evaluasi menyeluruh, sehingga memunculkan potensi kerugian besar bagi negara.
3. Apa yang dimaksud dengan kode "uang zakat" dalam kasus ini?
"Uang zakat" adalah istilah yang digunakan oleh tersangka sebagai kode untuk fee ilegal yang diberikan debitur kepada pejabat LPEI sebagai imbalan atas persetujuan kredit.
4. Apa langkah KPK selanjutnya dalam kasus ini?
KPK akan melanjutkan penyelidikan terhadap 11 debitur lainnya, melakukan pemulihan aset, serta menelusuri kemungkinan adanya tersangka tambahan.
Advertisement
