Liputan6.com, Jakarta Dalam keseharian, kita kerap menyamakan makna dari kata-kata yang berarti "ayah" atau "bapak" dalam berbagai bahasa. Namun dalam bahasa Arab, penggunaan kata untuk menyebut "bapak" ternyata memiliki kekayaan makna yang tidak sederhana. Dua kata yang paling umum digunakan adalah "walid" (وَالِدٌ) dan panggilan bapak dalam bahasa Arab lainnya.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Sekilas, semua panggilan bapak dalam bahasa Arab memang sama-sama berarti "ayah" atau "orang tua laki-laki". Namun jika ditelusuri lebih dalam, masing-masing memiliki nuansa dan penggunaan yang berbeda tergantung pada struktur kalimat dan hubungan antar subjek dalam bahasa Arab. Tidak seperti dalam bahasa Indonesia yang cenderung menggunakan satu kata “bapak” secara umum dan fleksibel, bahasa Arab mengatur penyebutan orang tua secara lebih spesifik dan kontekstual.
Lalu, bagaimana sebenarnya perbedaan makna di antara walid dan panggilan bapak dalam bahasa Arab lainnya? Mengapa bahasa Arab memiliki berbagai cara untuk menyebut “bapak”? Dan dalam konteks apa kata-kata ini digunakan secara tepat? Simak pembahasan lengkapnya, dirangkum Liputan6.com rangkum dari berbagai sumber, Minggu (6/4/2025).
Apa Arti Walid dalam Bahasa Arab?
Dalam bahasa Arab, kata “walid” (وَالِد) secara umum diterjemahkan sebagai ayah atau bapak. Namun, makna sebenarnya lebih kaya dan mendalam dibanding sekadar terjemahan tersebut. Secara etimologis dan kontekstual, kata ini memiliki makna yang lebih khusus dan tepat jika dipahami dalam nuansa linguistik dan budaya Arab.
Secara bahasa, walid berasal dari akar kata وَلَدَ yang berarti melahirkan atau menjadi sebab lahirnya sesuatu. Oleh karena itu, kata walid secara khusus menunjuk kepada ayah biologis, yakni laki-laki yang menjadi sebab langsung atas kelahiran seorang anak.
Hal ini ditegaskan dalam penjelasan bahasa Arab klasik:
أما الوالد في اللغة: الأب المُباشر، الذي هو سبب وجود الابن، فالوالد خاص، والأب عام
Artinya: Adapun walid dalam bahasa: ialah ayah langsung, yang menjadi sebab keberadaan seorang anak. Maka, walid bersifat khusus, sedangkan ab (ayah) bersifat umum.
Advertisement
Konsep Walid dalam Konteks Sosial
Menariknya, dalam perspektif kontemporer, kata walid tidak selalu terikat pada hubungan darah. Dalam buku Pro dan Kontra Maulid Nabi karya Am Waskito, disebutkan bahwa kata walid juga digunakan untuk menyebut ayah tiri, ayah angkat, atau siapa pun yang membesarkan dan mendidik anak seperti seorang ayah. Dalam hal ini, makna “melahirkan” dimaknai secara majazi (kiasan), yakni melahirkan dalam bentuk kasih sayang, asuhan, dan pendidikan.
Sehingga, ketika seseorang menyebut pengasuh atau gurunya dengan panggilan “walidī (والدي) – ayahku,” maka hal itu tepat secara bahasa, karena ia mengandung makna keterikatan emosional dan tanggung jawab seperti seorang ayah.
Perbedaan Walid dan Panggilan Bapak dalam Bahasa Arab Lainnya
Dalam bahasa Arab, penyebutan kata “bapak” atau “ayah” tidak hanya terbatas pada satu istilah saja. Setidaknya, ada beberapa kata yang dapat digunakan, seperti walid (والد), abu (أب / أبو), aba’ (آباء), abati (أبتي), buya (بويا), hingga istilah seperti hamw dan nassib untuk ayah mertua. Masing-masing memiliki makna dan konteks penggunaan yang berbeda, tergantung pada hubungan darah, sosial, maupun budaya.
1. Walid (والد): Ayah Biologis atau Ayah secara Majazi
Secara bahasa, walid berarti ayah yang menjadi sebab langsung adanya anak, yakni ayah kandung secara biologis.
“Al-walid dalam bahasa Arab adalah ayah langsung, yang menjadi sebab adanya seorang anak.”(والد: الأب المباشر، الذي هو سبب وجود الابن)
Namun, dalam konteks modern, walid juga bisa digunakan secara majazi, yaitu untuk menyebut seseorang yang mengasuh, membesarkan, atau mendidik, meskipun tidak memiliki hubungan darah, seperti ayah tiri, ayah angkat, atau guru.
Contoh penggunaan:
- Walidī (والدي): Ayahku (bisa biologis atau ayah pengasuh)
- Waladī (ولدي): Anakku (bisa murid, mahasiswa, atau anak asuh)
Dengan demikian, walid menekankan peran dan kedekatan emosional, bukan semata-mata hubungan nasab.
2. Abu (أب / أبو): Ayah Berdasarkan Nasab
Sementara itu, abu atau abū merujuk pada ayah yang memiliki hubungan darah atau nasab dengan anaknya. Ia adalah suami dari ibu kandung, dan ayah kandung secara hukum.
“Abū adalah ayah kandungmu, suami dari ibumu, dan memiliki hubungan nasab yang sah.” Contoh: Abū ‘Umar (أبو عمر) = Ayahnya Umar.
Kata abū juga digunakan dalam silsilah untuk menyebut kakek atau leluhur (lihat QS Al-Hajj: 78 dan Al-Baqarah: 170), sehingga cakupannya lebih luas secara silsilah, tetapi tetap berada dalam garis darah.
3. Aba’ (آباء): Ayah Plural dan Umum
Aba’ adalah bentuk jamak dari ab (أب), digunakan untuk menyebut ayah secara umum atau dalam bentuk jamak (para ayah/leluhur). Dalam Al-Qur’an, istilah ini sering muncul untuk menyebut leluhur atau nenek moyang, misalnya:
"Kami mengikuti apa yang telah kami dapati dari perbuatan nenek moyang kami (آبائنا)." (QS. Al-Baqarah: 170)
4. Abati (أبتي): Panggilan Sayang dan Hormat
Abati adalah bentuk panggilan yang digunakan untuk ayah dengan nuansa kasih sayang dan penghormatan. Kata ini digunakan oleh anak kepada ayah kandungnya, namun mengandung kedekatan emosional yang mendalam.
5. Buya (بويا): Bapak yang Disayangi
Kata buya digunakan di banyak wilayah Arab (dan Indonesia seperti di Minangkabau) untuk menyebut bapak yang sangat disayangi, bisa memiliki atau tidak memiliki hubungan darah. Ini adalah bentuk panggilan budaya dan informal yang sarat kasih sayang.
6. Hamw (حمو) dan Nassib (نسيب): Ayah Mertua
- Hamw (حمو): Digunakan untuk menyebut ayah mertua dari pihak suami.
- Nassib (نسيب): Digunakan untuk menyebut ayah mertua dari pihak istri.
Ini adalah sebutan relasi kekerabatan melalui pernikahan, bukan berdasarkan nasab.
Advertisement
