Liputan6.com, Jakarta - Warganet Indonesia dibuat heboh dengan film series Malaysia berjudul ‘Bidaah’. Film tersebut mengisahkan tentang ajaran yang menyimpang seorang pemimpin sekte keagamaan bernama Walid Muhammad.
Salah satu adegan kontroversial adalah mencium kaki Walid. Adegan ini kemudian dikaitkan dengan tradisi yang terjadi di pesantren Indonesia. Bahkan, golongan habib (keturunan Rasulullah SAW) dan gus (keturunan kiai) ikut terseret.
Advertisement
Jauh sebelum film Bidaah dirilis, Pengasuh LPD Al Bahjah KH Yahya Zainul Ma’arif alias Buya Yahya pernah mendapat pertanyaan tentang hukum mencium kaki ulama dan orang tua dari jemaahnya.
Advertisement
Baca Juga
Sebelum menjawab pertanyaan, Buya Yahya lebih dahulu membahas soal hukum merunduk. Buya Yahya mengatakan, merunduk di luar sholat jika punya hajat tidak ada masalah, bukan sebuah kesalahan dan dosa.
“Kita harus mencium lantai karena mencium baunya, maka merunduk kita. Kita harus mengambil cincin yang jatuh, maka itu harus merunduk. Bahkan, kita harus membetulkan sepatu anak, kita merunduk. Jadi, tidak semua merunduk serta merta dihukumi sebagai sujud, bukan,” jelas Buya Yahya dikutip dari YouTube Al Bahjah TV, Kamis (10/4/2025).
Saksikan Video Pilihan Ini:
Soal Mencium Kaki Ulama dan Orang Tua
Mengenai hukum mencium kaki ulama dan orang tua, menurut Buya Yahya itu diperbolehkan jika niatnya sebagai mahabbah dan penghormatan kepada manusia. Mencium kaki kepada orang salih juga pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW. “Ada dua (orang) Yahudi yang tiba-tiba mencium (kaki Rasulullah SAW). Datang kepada nabi, kemudian bertanya beberapa hal, lalu kagum kepada nabi dan mencium kaki baginda nabi,” ujar Buya Yahya mengisahkan.
“Artinya, mencium kaki adalah diperkenankan seperti halnya mencium tangan. Yang tidak boleh adalah kita senang dengan gaya dicium tangan kita dan dicium kaki kita. Itu yang gak boleh,” jelas Buya Yahya.
Buya Yahya menekankan agar penghormatan yang diberikan kepada orang salih dan orang tua tidak boleh berlebihan. Muslim harus memaknai bahwa mencium tangan dan kaki mereka sebagai bentuk ketawadhuan seorang murid dan anak.
“Kita harus memaknai mencium kaki itu apa sih. Itu kan bentuk tawadhu kita kepada orang tua dalam dzahir kita. Apa arti mencium kaki (tapi masih) ngomong nyelekit sama orang tua, kurang ajar,” tutur Buya Yahya.
“Kalau ingin bakti yang sesungguhnya tidak harus seperti itu. Pengabdian, penghormatan, panjatan doa, memikirkan terus apa yang terbaik untuk ibunda dan ayahandanya. Mencium tangan bagian dari bentuk penghormatan, mahabbah. Artinya, mencium kaki bukan sesuatu yang terlarang,” tandasnya.
Pengasuh LPD Al Bahjah ini menambahkan, termasuk perilaku yang berlebihan adalah meminum air bekas cuci kaki ulama maupun orang tua. Hal tersebut tidak diperkenankan dan harus dihindari oleh seorang muslim.
Advertisement
Penjelasan Lora Ismail
Meski diperbolehkan mencium kepala dan kaki ulama secara hukum fikih, ulama asal Madura Lora Ismail Al-Kholili menyebut tidak ada habib atau gus di Indonesia yang meminta melakukan hal tersebut kepada murid-muridnya.
“Realitanya memang nyaris tidak ada, bisa jadi ini karena pendeknya pengetahuan saya. Silakan tulis di kolom komentar jika kalian pernah menemukannya. Yang saya tau, tradisi yang lumayan viral di masyarakat kita adalah mencium kaki orang tua,” jelasnya di Instagram pribadinya.
Keturunan Mbah Kholil Bangkalan ini merasa heran ketika adegan mencium kaki Walid itu dan membaca komentar warganet di media sosial dikaitkan dengan habib-habib dan gus-gus di Indonesia.
“Saya langsung bergumam dalam hati. Habib dan gus mana coba yang dengan santuynya menyuruh para santri atau pengikutnya untuk mencium kaki atau bahkan meminum bekas basuhan kakinya?” imbuhnya.
Lora Ismail pernah menemukan video viral Mama Gufron dan video seorang habib muda berambut pirang yang dicium kakinya oleh para muridnya. Akan tetapi, menurutnya, sangat naif jika dua orang tersebut dijadikan sebagai representasi dari para kiai dan habaib se-Indonesia.
Menurut Lora Ismail, para ulama sebenarnya tidak suka dicium tangannya. Guru-gurunya di Tarim seringkali menukil ucapan dari Syaikh Umar Muhdhor, rujukan utama habaib di zamannya.
“Orang yang mencium tanganku, rasanya seperti menampar pipiku,” demikian dikutip oleh Lora Ismail.
Ucapan tersebut mengisyaratkan bahwa sejatinya para ulama ketika dicium tangannya bukan malah kegirangan, bangga, dan bersuka cita seperti yang orang awam bayangkan.
“Akan tetapi, lebih karena terpaksa untuk menjalankan takdir dan menghormati orang lain yang mengharap keberkahan,” tandasnya.
Wallahu a’lam.
