Liputan6.com, Jakarta - Narasi kebenaran bisa menjadi bias saat jatuh ke tangan yang salah. Inilah yang ditawarkan dalam film Bidaah, sebuah karya sinema dari Malaysia yang mengupas tuntas tentang bagaimana agama dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, ketika seorang tokoh yang disegani justru menjerumuskan umatnya ke dalam kesesatan.
Film ini menyuguhkan kisah yang kelam namun relevan. Di tengah gelombang semangat religius masyarakat, hadir tokoh bernama Walid—seorang guru agama yang tampak kharismatik dan mampu memikat dengan kata-katanya. Namun di balik tutur katanya yang lembut, tersimpan agenda tersembunyi yang memanfaatkan para pengikutnya demi ambisi pribadi.
Disutradarai oleh Erma Fatima, Bidaah menampilkan bagaimana retorika agama bisa menjadi alat manipulasi. Walid tidak hanya mendistorsi ajaran, tapi juga membangun loyalitas para jemaahnya melalui doktrin yang jauh dari nilai-nilai Islam sejati.
Advertisement
Menanggapi fenomena salah pilih guru, ulama Indonesia KH Yahya Zainul Ma'arif atau yang dikenal sebagai Buya Yahya memberikan nasihat bijak melalui tayangan video di kanal YouTube @AlBahjahTV yang dikutip pada Sabtu (12/04/2025).
“Anda punya otak, punya pikiran, punya kecerdasan. Anda bisa memilih mana yang Anda pilih, Anda ikut mana kira-kira? Siapa yang mengajarkan kelembutan, siapa yang mengajarkan keindahan, itulah yang Anda ikuti. Karena apa? Itulah kesejukan Anda, itulah kebahagiaan Anda,” tutur Buya Yahya.
Buya menegaskan pentingnya berguru kepada sosok yang tidak menyebarkan kebencian. “Ingat, bergurulah Anda kepada orang yang lisannya terjaga, tidak pernah menyebarkan kebencian, tidak pernah menyebarkan permusuhan, maka Anda akan menemukan keindahan dalam hidup Anda. Itulah guru Anda yang sejati,” lanjutnya.
Baca Juga
Simak Video Pilihan Ini:
Pentingnya Sanad Keilmuan
Film Bidaah sejatinya bukan sekadar kisah fiktif. Ia menggambarkan kondisi nyata di mana masyarakat seringkali terjebak pada pesona guru agama yang pandai berbicara, tapi kosong dari akhlak dan pemahaman mendalam.
Di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia, kasus serupa kadang muncul ke permukaan. Guru agama menjadi panutan bukan karena ilmu dan akhlaknya, tapi karena kemampuan bicaranya yang memikat atau karena citra yang dibangun di media sosial.
Pesan moral film ini menjadi cermin penting bagi umat Islam. Apalagi di era digital saat ini, siapa saja bisa tampil sebagai “ustadz” di layar ponsel, tanpa harus melewati proses keilmuan yang sahih.
Buya Yahya dalam berbagai ceramahnya kerap menekankan pentingnya sanad keilmuan, yakni keterhubungan ilmu kepada guru-guru yang bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Itulah yang membedakan antara guru sejati dan guru palsu.
Ia juga mengingatkan bahwa tanda guru sejati bukan hanya dari banyaknya pengikut, melainkan dari akhlaknya. Guru yang benar akan selalu membawa muridnya mendekat kepada Allah, bukan kepada dirinya sendiri.
Dalam film Bidaah, karakter Walid justru menciptakan sekat antara dirinya dan dunia luar. Ia menjadikan pengikutnya seperti “terkurung”, tidak boleh mempertanyakan, apalagi keluar dari lingkarannya.
Fenomena semacam ini bukan hal baru dalam sejarah. Sejak dulu, selalu ada figur yang menyalahgunakan ilmu dan posisi keagamaan untuk menumpuk pengaruh, kekayaan, bahkan kekuasaan.
Advertisement
Buya Yahya Beri Alarm Peringatan
Itulah mengapa Buya Yahya mengajak umat Islam untuk lebih kritis dan cerdas. Jangan sampai semangat belajar agama justru menjerumuskan seseorang ke dalam kebodohan yang dibungkus kepatuhan.
Kelembutan, tutur kata, dan akhlak yang baik, menurut Buya Yahya, adalah indikator yang bisa dikenali oleh siapa saja dalam menilai seorang guru agama. Tidak perlu gelar panjang, tapi lihatlah bagaimana ia hidup dan memperlakukan sesama.
Film Bidaah dengan cara sinematiknya berhasil memperlihatkan bagaimana masyarakat bisa dengan mudah terseret dalam ajaran yang salah, hanya karena kagum pada sosok yang menampilkan kebaikan secara permukaan.
Penonton diajak merenung: apakah guru yang mereka ikuti benar-benar membawa mereka menuju cahaya, atau justru membawa mereka ke arah sebaliknya dengan bungkus keimanan?
Satu hal yang tak bisa ditawar, adalah pentingnya menuntut ilmu kepada ahlinya, bukan kepada orang yang hanya tampak berilmu. Inilah landasan utama dalam menjaga kemurnian iman.
Bagi umat Islam di Indonesia, nasihat Buya Yahya menjadi alarm pengingat bahwa memilih guru bukan hanya soal kecocokan rasa, tapi soal tanggung jawab iman.
Film Bidaah dan pesan-pesan dari Buya Yahya bisa menjadi dua cermin berbeda yang memantulkan satu pesan penting: Jangan salah berguru. Karena ketika seorang guru salah arah, murid pun bisa ikut tersesat jauh.
Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul
